Menyampaikan Isi Risalah Kenabian

Kamis, 30 Mei 2013

  • Islam Menyikapi Kemenangan


    Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

    إِذَا جَآءَ نَصۡرُ ٱللَّهِ وَٱلۡفَتۡحُ (١) وَرَأَيۡتَ ٱلنَّاسَ يَدۡخُلُونَ فِى دِينِ ٱللَّهِ أَفۡوَاجًا (٢) فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ وَٱسۡتَغۡفِرۡهُ ‌ۚ إِنَّهُ ۥ ڪَانَ تَوَّابَۢا (٣)/ النصر [١١٠]: ١-٣.
    (Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (1) Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, (2) maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. (3) – Q.S. An-Nashr [110]: 1-3)

    Surat ini disepakati para ulama sebagai surat Madaniyah walaupun turun di Makkah. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyatakan bahwa surat ini turun pada hari raya Kurban ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berada di Mina pada haji Wada’ (Perpisahan) tahun 10 Hijriyah.

    Maka Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu menamai surat An-Nashr ini dengan surat At-Taudi’ karena terdapat isyarat dari ayat-ayatnya yang mengandung kesan tentang dekatnya ajal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan isyarat perpisahan beliau dengan umatnya setelah sempurnanya syari’at Islam yang dipahami dari namanya An-Nashr (kemenangan).

    Ibnu Abbas menyatakan bahwa surat ini merupakan pemberitahuan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa ajalnya sudah dekat.
    Menurut Ibnu Rajab, surat ini turun sebelum Fath Makkah (Ramadhan, tahun 8 H) karena firman Allah “إِذَا جَآءَ” menunjukkan dengan sangat jelas bahwa Fath Makkah belum terjadi. Sedang menurut Dr. Akram Dhiya’ Al-Umari dengan menukil riwayat Al-Bukhari, surat ini turun pada waktu Fathu Makkah tersebut, Wallahu A’lam.

    Surat ini mengandung tabsyir (kabar gembira) dari Allah dan perintah Allah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada saat kabar gembira itu datang.

    Kabar gembira itu terdapat pada ayat 1 dan 2 sedang perintah Allah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada saat kabar gembira itu datang terdapat pada ayat 3.

    Kabar gembira itu diisyaratkan dalam firman-Nya,

    إِذَا جَآءَ نَصۡرُ ٱللَّهِ وَٱلۡفَتۡحُ (١) وَرَأَيۡتَ ٱلنَّاسَ يَدۡخُلُونَ فِى دِينِ ٱللَّهِ أَفۡوَاجًا (٢)/ النصر [١١٠]: ١-٢.
    (Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (1) dan engkau telah melihat manusia masuk Islam dengan berbondong-bondong (2). – Q.S. An-Nashr [110]: 1-2)

    Pada 2 (dua) ayat ini menyebutkan 3 (tiga) kabar gembira kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
    1. Pertolongan Allah, artinya pertolongan Allah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatasi musuh-musuhnya. Penisbahan kata nashr (pertolongan) kepada Allah (نَصۡرُ ٱللَّهِ), di samping mengisyaratkan bahwa sumbernya dari Allah, juga bahwa pertolongan tersebut sangat besar, bukan sembarang pertolongan.
    2. Kemenangan (ٱلۡفَتۡحُ) terambil dari kata فتح yang menurut Ar-Raghib Al-Asfihani berarti menghilangkan penutup dan kesulitan. Arti kata ini kemudian berkembang menjadi kemenangan karena dalam kemenangan tersirat sesuatu yang diperjuangkan menghadapi sesuatu yang ditutup dari berbagai macam kesulitan. Abu Ishaq menyatakan bahwa yang dimaksud Al-Fath pada ayat ini adalah Fath Makkah. Ini merupakan pendapat yang bulat.
    3. Fath Makkah (pembebasan kota Makkah) disebabkan pelanggaran kaum musyrikin Makkah terhadap salah satu butir Perjanjian Hudaibiyah (tahun 6 H). Mereka membantu Banu Bakar menyerang Banu Khuzaah yang menyatakan diri berpihak kepada kaum muslimin. Atas pelanggaran ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengumpulkan sepuluh sampai dua belas ribu pasukan menuju ke Makkah untuk membebaskannya dari orang-orang musyrik. Akhirnya umat Islam berhasil membebaskan kota Makkah tanpa pertumpahan darah. Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke 8 H.
    4. Manusia masuk Islam dengan berbondong-bondong.

    Keberhasilan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membebaskan kota Makkah memberi pengaruh besar bagi orang-orang Arab dan menyebabkan mereka meyakini bahwa beliau benar-benar utusan Allah karena Allah telah menolong beliau seperti Allah pernah membela Ka’bah dari pasukan gajah. Inilah yang mengantar mereka berbondong-bondong memeluk agama Islam. Amr bin Salamah berkata:

    و كانت العرب تلوم بإسلامها الفتح يقولون انظروا فإن ظهر عليهم فهو صادق وهو نبى فلما جاءتنا وقعة الفتح بادر كل قوم بإسلامهم/ ابن سعد.
    (Bangsa  Arab menunggu-nunggu Al-Fathu (pembebasan kota Makkah untuk masuk Islam). Mereka berkata, “Tunggulah. Jika dia (Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) menang atas mereka (Quraisy) berarti dia benar dan dia seorang nabi. Maka ketika terjadi pembebasan kota Makkah, setiap kamu bersegera masuk Islam – Ibnu Sa’d)

    Selanjutnya ketika tabsyir itu telah datang, Allah memerintahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,

    فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ وَٱسۡتَغۡفِرۡهُ ‌ۚ إِنَّهُ ۥ ڪَانَ تَوَّابَۢا (٣)/ النصر [١١٠]:٣.
    “Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohon ampunlah kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Taubat.” (3) – Q.S. An-Nashr [110]: 3)

    Walaupun secara tekstual ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tetapi maksudnya adalah untuk seluruh umat Islam. Sejumlah sahabat ketika ditanya oleh Umar bin Khatthab tentang maksud surat ini mereka menjawab, “Allah memerintahkan kepada kita untuk memuji dan meminta ampun kepada-Nya ketika kita dimenangkan oleh Allah dan suatu daerah dibebaskan untuk kita.”

    Jadi ketika kemenangan datang, kita diperintahkan melakukan 3 (tiga) hal:

    1. Tasbih (Mensucikan Allah)

    Kata tasbih berasal dari isim masdar سبح yang menurut Ar-Raghib al-Asfihani, berarti:

    المرّ السريع فى الماء وفى الهواء
    (Lewat dengan cepat di dalam air dan di udara)

    Dalam bahasa Indonesia kata ini diartikan dengan berenang. Orang yang berenang akan menjauh dari posisinya. Seorang yang bertasbih berarti menjauhkan Allah dari segala kekurangan, kejelekan bahkan dari segala sifat kesempurnaan yang terbayang dalam benak manusia.

    Tasbih juga digunakan atau diucapkan untuk menggambarkan ketakjuban atas sesuatu. Karena itu menurut Ibnu Asyur, bisa juga perintah bertasbih itu mengisyaratkan bahwa pertolongan dan kemenangan itu adalah sesuatu yang menakjubkan.

    2. Tahmid (Memuji Allah)

    Kata tahmid berasal dari hamd (حمد) artinya memuji Allah karena karunia-Nya. Artinya mengakui bahwa pertolongan dan kemenangan sehingga dapat membebaskan kota Makkah tidaklah terjadi kalau bukan karunia Allah. Dan tidaklah semua itu karena tenaga manusia atau tenaga siapapun di alam ini, melainkan semata-mata karunia Allah. Maka setelah kemenangan datang hendaknya yang dipuji hanya Allah, bukan yang lain.

    3. Istighfar (Memohon Ampun kepada Allah)

    Ini penting sekali karena selama berjuang sebelum datangnya kemenangan kerap kali ada perasaan kecil hati, ragu-ragu, kurang yakin akan pertolongan Allah. Maka mohon ampunlah atas perasaan-perasaan yang demikian ini agar hati menjadi bersih kembali karena Allah sangat menerima taubat bagi orang yang mau taubat (kembali) kepada-Nya.

    Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Aisyah, “Tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengerjakan shalat, setelah turunnya surat ini kecuali membaca:

    سبحانك اللهم ربنا وبحمدك اللهم اغفرلى
    (Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami dan dengan memuji-Mu, Ya Allah ampunilah kami)

    Surat ini juga merupakan tabsyir (kabar gembira) bagi para penegak kebenaran bahwa kebenaran pasti akan menang melawan kebatilan. Hanya kemenangan itu datang setelah melalui proses perjuangan seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersama para sahabatnya. Apabila kemenangan datang hendaknya disikapi sesuai dengan tuntunan Allah yang terkandung dalam surat ini. Wallahu A’lam bis Shawwab. (T/P06/R2).

    KH. Drs. Yakhsyallah Mansur, M.A.
    ( Pimpinan Ma’had Al-Fatah Indonesia )

  • Rabu, 22 Mei 2013

  • Nakbah, Bukti Kebiadaban Yahudi


    Nakbah adalah suatu kata yang berasal dari bahasa Arab diartikan dengan musibah, bencana besar atau malapetaka. Nakbah Palestina menunjukkan pada peristiwa dimana orang-orang Yahudi kembali ke bumi Al-Quds secara beramai-ramai dan berdirinya secara sepihak negara haram Zionis Israel di Palestina yang diumumkan pada 14 Mei 1948 yang langsung diakui oleh Amerika Serikat (AS).

    Nakbah juga dikenang rakyat Palestina sebagai malapetaka yang disebabkan kebiadaban teroris Zionis Israel hingga mereka meninggalkan rumah dan kampung halamannya untuk hijrah menyelamatkan jiwa dan iman yang melekat dalam dada.

    Walaupun peristiwa Nakbah sudah berlangsung 65 tahun, akan tetapi sangat sulit dilupakan oleh rakyat Palestina khususnya, dan orang yang memiliki hati nurani serta akal sehat pada umumnya karena begitu sakitnya penderitaan bangsa Palestina akibat kekejaman yang dilakukan teroris Zionis Israel kepada anak-anak yang tidak berdosa, kaum wanita, dan orang-orang tua yang sudah uzur.

    Pendirian Zionis Internasional dan Deklarasi Balfour

    Setelah serangkaian upaya Zionis Israel gagal untuk merebut tanah Palestina yang dimulai semenjak munculnya organisasi Zionis Dunia yang diprakarsai oleh seorang wartawan dan penulis Yahudi dari Austria, Theodor Herzl dalam kongres Zionis pertama di Bassel, Swiss pada 1897.

    Dimana kongres ini menghasilkan resolusi tentang Palestina yang harus menjadi pemukiman bangsa Yahudi.

    Melalui Deklarasi Balfour, Sekretaris urusan luar negeri pemerintah Inggris, Arthur James Balfour menjanjikan dukungan Inggris untuk mendirikan sebuah "rumah nasional Yahudi di Palestina".

    Deklarasi ini berbentuk surat tertanggal 2 November 1917 dari Arthur James Balfour kepada Lord Rothchild, penyandang dana Zionis dunia yang membiayai perpindahan bangsa Yahudi dari Eropa ke Palestina. Deklarasi ini berisi menyatakan dukungan Inggris atas pembentukan tanah air bangsa Yahudi di Palestina. Deklarasi ini juga dianggap sebagai awal Nakbah (bencana) yang menimpa rakyat Palestina.

    Palestina secara resmi jatuh ke tangan penjajah pada era modern ini setelah Palestina jatuh ke tangan Inggris yang menjajah tanah suci tersebut. Inggris di bawah pimpinan Jenderal Allenby berhasil menjajah Palestina dari naungan Khilafah Turki Usmani. Ribuan sukarelawan Yahudi bergabung dalam pasukan Allenby itu.

    Pasukan Allenby bersama sukarelawan Yahudi berhasil menjajah Palestina sejak Desember 1917 setelah memulai serangan pertama pada 31 Oktober 1917. Pada tahun 1919, kota Al-Quds seluruh wilayah Palestina jatuh ke tangan Inggris. Khilafah Turki Utsmani tumbang.

    Setelah Deklarasi Balfour dan masuknya pasukan Allenby bersama sukarelawan Yahudi ke Al-Quds, gerakan Zionisme mulai mendorong migrasi kaum Yahudi ke berbagai wilayah Palestina. Sesuai keputusan Konferensi Zionisme Internasional pertama, gerakan migrasi dan penguasaan tanah Palestina dilakukan dengan cara-cara :

    Pertama, pembelian tanah orang Arab-Palestina secara besar-besaran untuk membangun pemukiman Yahudi. Dana untuk pembelian tanah dari rakyat Palestina cukup besar, tetapi ternyata animo orang Yahudi untuk bermigrasi ke Palestina sangat rendah.

    Kedua, untuk memaksa orang Yahudi bermigrasi, kaum Zionis terpaksa melakukan teror-gelap terhadap orang-orang Yahudi sendiri di Eropa, untuk memaksa mereka mau ber-exodus (migrasi besar-besaran) ke Palestina.

    Ketiga, selain itu kaum Zionis juga melakukan embargo terhadap rakyat Palestina dengan menutup jalur suplai kebutuhan sehari-hari dan kadangkala dengan cara-cara intimidasi, sehingga mereka jatuh miskin dan terpaksa atau dipaksa menjual tanah atau berpindah tempat meninggalkan kampung halaman mereka.

    Keempat, di samping itu gerombolan-gerombolan teroris Zionis ekstrim secara terus-menerus melakukan teror dan pembunuhan gelap terhadap rakyat Palestina untuk memaksa mereka meninggalkan tanah dan tempat tinggalnya. Tindakan itu dilakukan sejak tahun 1920 sampai dengan sekarang.

    Kelima, membangun kepemimpinan orang Yahudi di Palestina dalam bidang ekonomi dan politik.

    Maka dari rentetan peristiwa itu, dimulailah perpindahan secara besar-besaran bangsa Yahudi ke Palestina di bawah naungan Inggris dari tahun 1918-1947.

    Pendirian Negara Haram Zionis Israel

    Peristiwa Nakbah diawali dengan tindakan teror, penangkapan, dan pembantaian yang dilakukan oleh kelompok teroris Zionis Ekstrim Irgun pimpinan Menachem Begin –pernah menjabat Perdana Menteri Israel dari Partai Likud (21 Juni 1977-10 Oktober 1983)- terhadap rakyat Palestina Tiberius pada 18 April 1948, menyebabkan 5.500 orang rakyat Palestina mengungsi menyelamatkan diri.

    Pembantaian terhadap rakyat Palestina terus berlanjut. Pembantaian ini dilakukan oleh tentara-tentara teroris Zionis Israel dan Kelompok teroris Zionis ekstrim seperti Haganah, Stern Gang, Bachnach, Irgun Levi L’ummi, dan sebagainya. Mereka bersenjata lengkap, sementara yang diserangnya hanya rakyat biasa yang tidak memiliki senjata apa pun.

    Pada 28 April 1948, kelompok teroris Zionis ekstrim Irgun kembali memborbadir fasilitas-fasilitas milik rakyat sipil di kota Jaffa, kota terbesar di Palestina pada saat itu menyebabkan 750.000 rakyat Palestina ketakutan dan panik pergi mengungsi.

    Pada 14 Mei 1948, pukul 16.00 waktu setempat di Tel Aviv Museum, David Ben Gurion, pemimpin kelompok teroris Zionis ekstrim Haganah dan tokoh Zionis Internasional yang kemudian menjadi Perdana Menteri Israel pertama (14 Mei 1948 - 07 Desember 1953), secara sepihak –setelah mandat inggris berakhir- memproklamirkan berdirinya “Negara Zionis Israel” yang pada hakekatnya merupakan penegasan tentang awal penjajahan Zionis Israel terhadap rakyat Palestina yang didukung oleh sekutunya Amerika Serikat (AS).

    Terbukti hanya berselang 10 menit setelah proklamasi “Berdirinya Negara Zionis Israel”, Presiden AS Harry S. Truman langsung mengumumkan sikap resmi negaranya, mengakui dan mendukung berdirinya “Negara Zionis Israel” di atas bumi Palestina, serta langsung membuka hubungan diplomatik secara resmi diikuti oleh negara-negara lain seperti Inggris, Rumania, dan Uruguay.

    Pengusiran Massal Rakyat Palestina

    Proklamasi “Berdirinya Negara Zionis Israel” semakin memperluas perpindahan populasi Yahudi di berbagai belahan dunia yang terasing dan teraniaya terutama di Eropa Timur dan Rusia. Pada awal mandat Inggris (1919), jumlah orang Yahudi di Palestina adalah sekitar 59.000 jiwa (9% dari populasi). Pada tahun 1948, jumlahnya meningkat menjadi 605.000 Yahudi melalui imigrasi yang dibantu oleh rekayasa peristiwa Holocaust (pembantaian bangsa Yahudi oleh Nazi pada tahun 1933) dari seluruh dunia. Tetapi bahkan pada saat itu, angka ini hanya merupakan 30% dari total penduduk Palestina. Dan mereka hanya menguasai 7% dari total luas lahan Palestina.

    Disamping itu, semakin meluasnya tindakan teror dan brutal kelompok Zionis Israel untuk membunuh anak-anak, wanita, dan kaum tua, serta menghancurkan rumah-rumah penduduk. Maka, lebih dari 750.000 rakyat Palestina mengungsi ke daerah perbatasan seperti Libanon, Suriah, Yordania, Mesir, Yaman dan beberapa Negara Teluk.

    Pemerintah Zionis Israel yang baru didirikan menyita tanah dan properti para pengungsi tanpa menghormati hak-hak rakyat Palestina atau keinginan untuk kembali ke rumah mereka. hingga kini mereka tidak dapat kembali ke rumah dan kampung halamannya. Lebih dari 475 desa dan kota Palestina disita, sebagian besar hancur. Sejarawan Israel Tom Segev melaporkan bahwa: "Seluruh kota dan ratusan desa dibiarkan kosong merupakan pemindahan populasi dengan imigran [Yahudi] baru ... orang bebas - Palestina - telah pergi ke pengasingan dan menjadi pengungsi miskin. Pengungsi miskin - Yahudi - mengambil tempat orang pengasingan menjadi langkah pertama dalam kehidupan mereka sebagai orang bebas. Satu kelompok [Palestina] kehilangan semuanya sementara yang lain [Yahudi] menemukan segalanya yang mereka butuhkan.

    Saat ini, ada 4,4 juta pengungsi Palestina yang terdaftar di Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan setidaknya lebih dari satu juta orang pengungsi Palestina lainnya yang belum terdaftar. Jadi mayoritas rakyat Palestina, sekitar enam juta orang adalah pengungsi.

    Negara Tanpa Batas
    Israel adalah satu-satunya negara rampasan yang tidak menentukan batas teritorialnya. Ketika ditanya tentang batas-batas Negara Zionis Israel, Chaim Weizmann, presiden pertama Negara Zionis Israel, menegaskan, “Luas negara Israel tidak ditentukan. Luasnya akan disesuaikan dengan kebutuhan dan jumlah penduduknya”.

    Perdana menteri Zionis Israel Golda Meir bahkan dengan congkak menyatakan, luas Negara Zionis Israel adalah “sejauh yang dapat dicapai oleh militer Israel”.

    Untuk itu, tidak semestinya kita diam, membiarkan Yahudi terus menguasai Palestina.

    Wallahu A’lam bis Shawwab

    Rana Setiawan
    (Wartawan Mi'raj News Agency)

  • Rabu, 15 Mei 2013

  • Sifat-sifat Orang Kafir


    Kata Kafir dalam bahasa Arab berasal dari kata kafara ; plural, kuffar secara harfiah berarti orang yang menutupi, menolak sesuatu dengan yang lain atau menyembunyikan, mengingkari suatu kebenaran.

    Dalam istilah terminologi kultural kata ini digunakan dalam agama Islam merujuk kepada orang-orang yang mengingkari nikmat dari Allah (sebagai lawan dari kata syakir, yang berarti orang yang bersyukur).

    Dalam bahasa Inggris ada kata cover yang diartikan ”the act of concealing the existence of something by obstructing the view of it”. Dalam terjemah bebasnya “tindakan menyembunyikan sesuatu dengan menghalangi pandangan.

    Pada zaman sebelum Islam, istilah tersebut digunakan untuk para petani yang sedang menanam benih di ladang. Mereka menutup/menguburnya dengan tanah. Sehingga kalimat kafir bisa diimplikasikan menjadi "seseorang yang bersembunyi atau menutup diri".

    Di dalam Al Qur’an, kata dan sifat-sifat orang kafir dan variasinya dituliskan dalam beberapa ayat dalam Surah Al-Baqarah, antara lain

    1. Tidak mau menerima nasihat 

    Allah Ta'ala berfirman yang artinya : “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman." (Surah Al-Baqarah : 6 dan 7).

    Ayat ini menyebutkan golongan orang kafir. Sekilas ayat di atas menunjukkan bahwa seolah tidak ada gunanya berdakwah terhadap orang-orang kafir. Toh, hasilnya tetap sama saja. Diberi dakwah atau tidak, diberi peringatan atau tidak, mereka tetap tidak beriman. Karena kekafiran yang begitu mendalamlah sehingga membuat mereka tidak sudi beriman. Di samping itu, Allah memang tidak memberikan hidayah kepadanya.

    Tentang golongan kafir ini, Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manarmengklasifikasikan menjadi tiga macam. Pertama, orang yang mengetahui kebenaran namun ia dengan sengaja mengingkarinya. Jumlah orang kafir inilah yang paling sedikit.

    Kedua, orang yang tidak mengetahui kebenaran, namun tidak ingin mengetahuinya dan tidak suka untuk mengetahuinya. Mereka bersikap masa bodoh dan tidak peduli dengan kebenaran.

    Ketiga, orang yang telah sakit jiwa dan hatinya. Ia tidak merasakan nikmatnya kebenaran. Tak ada ketertarikan di dalam hati mereka untuk menemukan kebenaran. Hati dan jiwa mereka telah dipenuhi dengan keinginan-keinginan duniawi dan kenikmatan jasmaniah semata. Akal dan pikiran mereka dicurahkan untuk memperoleh keuntungan material saja. Ketiga macam orang kafir seperti itulah yang hasilnya sama saja. Diberi dakwah atau tidak, mereka tetap tak beriman.

    Dalam realitas di masyarakat, kita bisa menemukan orang yang telah tertutup mata hati, telinga, dan matanya. Apapun nasihat dan anjuran kebenaran yang diberikan kepadanya, tak juga mempan untuk membuatnya sadar dan kembali ke jalan yang benar. Hal itu terjadi saat seseorang melakukan keburukan dan kemaksiatan secara berulang-ulang dan terus-menerus. Karena begitu seringnya keburukan dan kemaksiatan ia lakukan, hati nuraninya jadi tertutup. Ia tak lagi merasa berdosa dan gundah saat melakukan kejahatan dan keburukan.

    2. Berburuk sangka terhadap takdir Allah

    Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 26, artinya : "Sesungguhnya Allah tidak segan-segan membuat perumpamaan nyamuk ‎atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka ‎mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi yang ‎kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk ‎perumpamaan?‎‏ ‏Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan ‎Allah dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang diberinya ‎petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang ‎fasik".

    Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahawa Dia tidak keberatan untuk membuat perumpaan dengan seekor nyamuk dan seumpamanya, atau yang lebih kecil lagi. Justru kehebatan sebenarnya terletak pada satu perkara yang unik dan sulit dilakukan penelitian. Yakni tiadalah yang dapat memahami hikmah di balik setiap perumpamaan ayat-ayat Al-Quran melainkan orang-orang yang mendalami ilmu pengetahuan. Pastinya setiap perumpamaan itu perlu direnungi untuk di ambil pelajaran dan sangat berguna buat kehidupan.

    Pada lafaz “tetapi mereka yang kafir mengatakan: Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?”, yakni sikap orang-orang kafir yang memandang hina terhadap perumpamaan Allah berupa makhluk-makhluk kecil dan remeh. Mereka berburuk sangka serta mempersoalkannya, sambil berkata: Apakah yang Allah membuat kiasan kepada benda-benda yang remeh ini?. Mereka adalah orang-orang yang keliru dan akhirnya mereka menjadi semakin kufur dan rugi. Mereka tidak memahami rahasia dan hikmah di balik penciptaan itu.

    Menurut para ilmuwan, nyamuk akan tetap hidup jika dalam keadaan lapar tetapi apabila kekenyangan maka ia akan mati. Demikian juga manusia, mereka akan sering mengingat Allah ketika dalam keadaan susah dan sempit. Namun jika dalam keadaan yang lapang, banyak harta, berkecukupan maka manusia sering melupakan Allah, zat yang memberinya segala kenikmatan itu.

    3. Menyebut-nyebut pemberian dan menyakiti perasaan penerima

    Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 264, artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”

    Pada ayat ini Allah menjelaskan hendaknya seorang muslim jangan memiliki sifat orang-orang kafir, yaitu mereka yang senanatiasa ‘gila’ pujian. Jika memberi selalu menyebut-nyebut atas pemberiannya.

    Atau jika ia memberi hanyak karena ingin menghinakan yang di beri, Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Amalnya sia-sia, tidak dicatat sebagai ibadah di hadapan Allah, walaupun dihadapan manusia mendapat pujian. Maka hendaknya membersihkan amalan kita dari sifat riya, agar shadaqah yang kita keluarkan tidak menjadi sia-sia, sebaliknya dapat keberkahan dari Allah SWT.

    Wallahu a’lam bishshowab.

    Widi Kusnadi

  • Rabu, 08 Mei 2013

  • Al-Qur’an, Asas Pendidikan Anak


    Sejak wahyu pertama diturunkan kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, pendidikan terhadap umat Islam mulai berlaku. Hingga akhir zaman, sesungguhnya, umat Islam tidak pernah lepas kehidupannya dari pendidikan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman pada ayat pertama yang di turunkan-Nya:

    “Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan manusia apa yang belum diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1-5)

    Pada ayat lain, Allah berfirman: “Hai orang-orang yang berselimut. Bangunlah, dan beri peringatan. Dan besarkanlah nama Tuhanmu. Dan bersihkanlah pakaianmu. Dan tinggalkanlah dosa. Janganlah engkau memberi supaya mendapat yang lebih banyak. Dan bersabarlah (menurut perintah Tuhanmu).” (QS. Al-Mudatsir: 1-6)

    Mahmud Yunus dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, yang dikutip oleh Didin Hafidhuddin dalam Dakwah Aktual; 1998, menyimpulkan isi kandungan ayat-ayat di atas, menurutnya paling tidak mengandung empat macam pendidikan. Pertama, pendidikan Akidah. Yaitu mengesakan Allah, jangan mempersekutukan-Nya dengan sesembahan yang lain. Kedua, pendidikan aqliyah dan ilmiah. Untuk mempelajari hal itu haruslah banyak membaca, mencatat dan mengadakan penelitian-penelitian.

    Ketiga, pendidikan akhlak dan budi pekerti. Terutama bagi si pendidik, hendaklah mengajar dengan ikhlas karena Allah semata tanpa mengharapkan sesuatu apapun. Hal ini diharapkan menurun kepada anak didiknya, sehingga akan melahirkan manusia-manusia cerdas yang berakhlak dan budipekerti baik, sesuai nilai-nilai Islam.

    Keempat, pendidikan jasmani. Yaitu mementingkan kebersihan; bersih pakaian, bersih badan—termasuk bersih hati, dan bersih tempat pendidikan dan kediaman, sehingga menjadi contoh dan teladan bagi anak didik.

    Dengan demikian pendidikan memegang peranan penting dalam pembinaan umat Islam agar mereka dapat meraih status khaira ummah.

    Atas dasar ini juga Ibnu Khaldun di dalam kitab Al-Muqaddimah menunjuk pentingnya pendidikan Al-Qur’an kepada anak-anak. Menurutnya, pendidikan Al-Qur’an menjadi fondasi (dasar) seluruh kurikulum pendidikan di dunia Islam, karena Al-Qur’an merupakan syiar agama yang mampu menguatkan aqidah dan mengokohkan keimanan. (Ahmad Syarifuddin; 2004)

    Sedangkan bagi orang tua, mendidik anak baca tulis Al-Qur’an merupakan bentuk pemenuhan hak wiqayah-nya terhadap anak, yaitu hak pemeliharaan anak agar terhindar dari neraka. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

    “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS: At-Tahrim: 6)

    Mengenai makna yang dikandung ayat ini, sahabat Ali bin Abu Thalib ra., berkata, “Ajari dan didik anak-anakmu pendidikan yang baik.” Sedangkan Hasan Al-Bashri berkata, “Suruhlah mereka taat kepada Allah dan didiklah mereka ajaran kebaikan.”

    Kandungan ayat tersebut dikuatkan dengan hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, “Setiap kamu adalah penggembala (pemimpin) dan setiap kamu pasti akan diminta pertanggungjawaban dari gembalaannya…seorang laki-laki (ayah) adalah penggembala dari keluarganya dan akan diminta pertanggungan jawab dari gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

  • Rabu, 01 Mei 2013

  • Klaim Zionis Atas Al-Aqsha dan Kebangkitan Khilafah


    Kantor Berita Islam MINA edisi Kamis, 25/4/2013, menurut Lembaga Al-Aqsha Palestina melaporkan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memberikan persetujuan kepada kepala Dinas Yahudi, Natan Sharansky untuk bergerak maju mendirikan ruang baru untuk layanan doa Bangsa Yahudi dengan menghancurkan sebagian bangunan di Tembok Buraq, kawasan Masjid Al-Aqsha.

    Lembaga Al-Aqsha mencatat, klaim Netanyahu meminta Sharansky menyusun rencana untuk menyelesaikan konflik atas doa di tembok Buraq adalah siasat Yahudisasi Kota Al-Quds.

    Zionis Israel memang secara sistematis terus berupaya untuk menghancurkan Masjid Al-Aqsha dengan dalih membangun kembali kuil sinagog Temple of Solomon (Haikal Sulaiman) yang mereka klaim terletak di bawah masjid tersebut.

    Dr. Marwan Saeed Saleh, guru besar matematika di Universitas Zayed, Dubai, menyebutkan, sejak 1967 kaum Zionis Israel telah bertekad membangun sinagog, apa pun dampaknya terhadap bangunan Masjid Al-Aqsa. Bahkan kalau perlu masjid itu akan dirubuhkan sama sekali.

    Untuk mewujudkan ambisinya, Zionis Israel secara terprogram melakukan kampanye penyesatan dengan menonjolkan foto-foto Masjid Qubah Al-Shakhra untuk mengalihkan perhatian dari Masjid Al-Aqsa. Membangun dan memperluas Tembok Ratapan serta terowongan-terowongan di bawah Masjid Al-Aqsha yang mengancam bangunan masjid.

    Haikal Sulaiman?

    Pejabat Organisasi Konferensi Islam (OKI), Akmaludin Ihsanoglu, memperingatkan Israel untuk tidak sekali-kali melakukan tindakan merusak lokasi Masjid Al-Aqsha dengan alasan untuk membangun sinagog yang mereka sebut dengan Haikal Sulaiman. Menurut Sekjen OKI, apa yang dilakukan Yahudi Zionis itu adalah langkah permusuhan yang nyata terhadap tempat suci dan telah menyentuh sensitivitas akidah umat Islam di seluruh dunia. Apalagi mengatasnamakan Nabi Sulaiman untuk membangun kuil atau sinagog Yahudi.

    Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menyebutkan, Masjid Al-Aqsha dibangun kembali di atas pondasinya oleh cucu Nabi Ibrahim 'Alaihis Salam, yakni Nabi Ya`qub bin Ishaq bin Ibrahim. Keturunan berikutnya, Nabi Daud 'Alaihis Salam membangun ulang masjid itu. Lalu, diperbaharui oleh puteranya, Nabi Sulaiman 'Alaihis Salam (tahun 960 SM). Mereka para nabi membangun kembali Masjid Al-Aqsha untuk tempat mendirikan shalat di dalamnya, bukan sebagai kuil sinagog seperti yang diklaim Zionis.

    Pakar sejarah Zionis Maer bin Dov menyebutkan, penggalian situs yang terjadi saat ini di Maghariba Al-Aqsha adalah ilegal dan lokasi itu tidak cocok untuk dilakukan penggalian situs. Soal klaim bahwa di lokasi Masjid Al-Aqsha terdapat situs bersejarah peninggalan Yahudi (Haikal Sulaiman), itupun sebenarnya mitos yang sudah dibatalkan oleh penelitian sejarah Israel sendiri.

    Sebuah lembaga penelitian modern, Jerussalem Center milik Israel, pernah melakukan penelitian detail di sekitar Tembok Al-Buraq dekat dengan pintu Maghariba. Hasilnya, mereka menegaskan bahwa seluruh wilayah Masjid Al-Aqsha termasuk yang disebut Tembok Ratapan atau Tembok Al-Buraq adalah situs sejarah Islam saja, tak ada kaitannya dengan sejarah Yahudi. Hal tersebut diungkapkan sendiri oleh Samuel Berigo, doktor arkeolog Israel.

    Waqaf Muslimin 

    Masjid Al-Aqsha merupakan wakaf peninggalan para Nabi untuk umat Islam. Khalifah Umar bin Khattab membebaskan kembali Masjid Al-Aqsha (tahun 638 M.) seusai Perang Yarmuk dari penjajahan orang di luar Islam yang memang bukan haknya. Umar membangunnya kembali dengan kayu di atas pondasi aslinya.

    Khalifah Umar mewaqafkannya untuk umat Islam, agar jangan sampai diperjualbelikan dan jatuh ke tangan orang di luar Islam. Kemudian bangunan fisik Al-Aqsha disempurnakan dengan batu permanen pada jaman Mulkan Al-Walid bin Abdul Malak (705 M.) dengan bentuk yang sekarang ini kita lihat.

    Di bawah kepemimpinan Islam, Palestina berada dalam perdamaian dan ketertiban, penuh toleransi antarpenduduknya, hidup bersama dalam damai dan ketertiban.

    Generasi pewaris waqaf berikutnya adalah Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi tatkala memasuki kawasan Al-Aqsha (tahun 1187 M.) dan membebaskannya dari penjajahan keduakalinya. Dengan pembebasan tentara Perang Salib, Salahuddin tidak menyentuh (membunuh) seorang Nasrani pun di kota tersebut. Ia hanya memerintahkan semua umat Nasrani Latin untuk meninggalkan Palestina. Sedangkan umat Nasrani Ortodoks, yang bukan tentara Perang Salib, dibiarkan tinggal dan beribadah menurut yang mereka pilih.

    Karen Armstrong, Penulis ‘A Short Story, Jerusalem, A History of God’, menggambarkan pembebasan kedua kalinya itu. Kata Amstrong, "Salahuddin dan tentaranya memasuki Yerusalem sebagai pembebas dan selama 800 tahun berikutnya Yerusalem tetap menjadi kota Muslim. Salahuddin menepati janjinya, dan memimpin kota tersebut menurut ajaran Islam yang murni dan paling tinggi. Dia tidak dendam untuk membalas pembantaian sebelumnya.”

    Pada masa Sultan 'Abdul Hamid II (tahun 1876-1911 M.) Dinasti 'Utsmaniyah, Zionis memulai rencana jahatnya hendak merebut tanah Palestina. Ditandai dengan Konferensi Zionis Pertama di Basel (1897) dengan agenda utama pendirian negara israel Yahudi di Propinsi Palestina, yang waktu itu masih di bawah kepemimpinan Utsmaniyah.

    Abdul Hamid II menolak mentah-mentah bujukan Dr. Theodore Hertzl, bapak Zionis, yang hendak membeli tanah waqaf Palestina dengan harga setinggi-tingginya.

    Seraya berkata, "Saya tidak akan bisa mundur dari tanah suci Palestina ini, walau hanya sejengkal. Karena tanah ini bukanlah milikku. Tanah ini adalah waqaf milik umat (Islam). Para pendahuluku telah berjuang demi mendapatkan tanah ini. Mereka telah menyiraminya dengan tetesan darah. Biarlah orang-orang Yahudi itu menggenggam jutaan uang mereka."

    Al-Aqsha Hak Milik Umat Islam

    Al-Quran telah memuat tentang kepemilikan Masjid Al-Aqsha dalam QS Al-Isra : 1. Perintah Allah yang memberikan amanat kepada kaum muslimin untuk menjaga rumah-Nya yang suci. Allah memberikan amanah tanggung jawab, pemeliharaan, dan penjagaan dari setiap penodaan dan perubahan kepada kaum muslimin.

    Al-Aqsha di Palestina adalah kiblat pertama kaum muslimin, sebelum Allah memerintahkan mengubah arah kiblat ke Masjid Al-Haram. Sebab paling kuat disyari’atkannya shalat menghadap Bait Al-Maqdis Al-Aqsha adalah banyaknya berhala di Baitullah Makkah waktu itu.

    Termasuk sabda Rasulullah SAW, di antaranya; Artinya : “Tidak boleh mengkhususkan melakukan perjalanan kecuali kepada tiga Masjid. Yaitu Masjid Al-Haram (di Mekkah), dan Masjid Ar-Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan Masjid Al-Aqsha”. (HR Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).

    Landasan aqidah ayat dan hadits di atas menunjukkan ketinggian masjid Al-Aqsha di dalam Islam, menekankan pentingnya kaum muslimin memperhatikan Masjid Al-Aqsha serta menekankan tanggung jawab umat Islam di seluruh dunia dalam membela dan menjaga masjid tersebut. Tidak boleh membiarkan atau melalaikannya dikuasai oleh yang bukan haknya.

    Kebangkitan Khilafah
    Sebagai bentuk solidaritas sesama umat muslim dan sesama manusia yang punya kesolehan iman, hati nurani, akal budi, dan nilai-nilai relegius. Sudah selayaknya kita ikut memikirkan dan membantu bagaimana Masjid Al-Aqsha dapat dikembalikan pada posisi aslinya kepada kaum muslimin sebagai pemiliknya.

    Menepis klaim Zionis terhadapnya, di antaranya melalui sosialisasi media, tulisan-tulisan opini publik, dan share jejaring sosial. Membuka mata dunia tentang kejahatan Zionis Israel.

    Dalam analisis orientalis Barat yang antikhilafah memandang Khilafah sebagai raksasa tidur kini tengah mulai menggeliat. Hal ini membuat Barat secara terus-menerus berusaha mencari jalan untuk mendistorsi dan mempolitisir citra Khilafah ala minhajin nubuwwah yang bersifat rahmatan lil alamin. Mereka coba ciptakan citra negatif yang mengarah pada fundamentalisme, radikalisme, hingga terorisme.

    Sinyal kebangkitan khilafah adalah secercah harapan kejayaan Islam dan muslimin dalam bingkai persatuan dan kesatuan umat Islam yang amat agung yang mesti kita upayakan perwujudannya.

    Wallahu A’lam bis Shawwab

    Wartawan Mi'rajnews Agency

  • Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism