Rabu, 27 Agustus 2014

  • Merdeka di Jalan Allah

    Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan di dalam firman-Nya : Artinya : “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar”. (Q.S. Ali Imran : 142).

    Kadang kita mengira bahwa kita telah berjuang di jalan Allah dengan sungguh-sungguh. Lalu, kita berharap Allah membalas perjuangan kita dengan kemenangan di dunia dan surga di akhirat.

    Kadang kita juga mengira telah bekerja pagi siang malam mencari nafkah untuk menghidupi keluarga dengan semangat juang di jalan Allah. Lalu, kitapun berharap Allah membalas perjuangan kita dengan keberkahan rezki di dunia dan pahala berlipat di akhirat.

    Kadang pula kita mengira bahwa kita sudah berupaya keras menyampaikan dakwah Islam menyampaikan risalah Ilahi kepada umat. Lalu, kita juga berharap Allah berkenan melimpahkan kemudahan hidup dalam segala urusan duniawi serta kemudahan hisab di akhirat kelak.

    Padahal, sedikit saja prioritas cinta kita bergeser dari perjuangan (jihad) di jalan Allah, maka fatal akibatnya di hadapan Allah. Sebab, sebagai hamba Allah (‘abdullah) dan pengikut Allah (hizbullah), kita akhirnya menjadi makhluk terjajah oleh hubbud dunya wa karohiyatul maut (cinta berlebihan terhadap dunia dan takut menghadapi kematian).

    Kita sering dikendalikan dunia, bukan mengendalikan dunia. Suatu penyakit kronis penghambat perjuangan di jalan Allah.

    Kita juga kadang tergoda, bahwa dengan berjuang di jalan Allah, membuat peluang-peluang hidup dan kehidupan kita menjadi mati. Padahal, dari sisi aqidah Islamiyah, Allah Al-Ghoniyy, Allah Mahakaya. Semua alam semesta, bumi dan segala isinya, dasar lautan, semua kekayaan Allah. Allah tidak mungkin menyia-nyiakan hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya.

    Allah mengingatkan dalam firman-Nya artinya : “Katakanlah, “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”. (Q.S. At-Taubah [9] : 24).

    Semangat Juang Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengawali perjuangan risalah Islam bukan dengan modal kapitalis harta melimpah, kedudukan, kesempatan, atau sarana yang memadai. Namun dengan modal semangat juang (ruhul jihad) yang tinggi untuk mengharap ridha dan ampunan Allah.

    Beliau mengawali sendiri dengan bertaqarrub kepada Allah di Goa Hira. Lalu, dengan semangat Iqra, ruh al-Muzzammil, dan al-Muddatstsir, bergeraklah beliau mengadakan shilah, berkomunikasi dakwah dengan berbagai elemen masyarakat jahiliyah waktu itu.

    Allahpun menguatkan perjuangannya dengan Khadijah Al-Kubra, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Abdurrahman bin Auf, dst.

    Kalau kita samakan dengan perjuangan kita yang sangat berharap akan ridha, ampunan, dan surga Allah, kita akan berkaca pada cermin besar, bahwa ternyata perjuangan kita belum seberapa dibandingkan para sahabat awwal. Ketika Umar bin Khattab menyediakan sepertiga hartanya untuk perjuangan menegakkan Islam. Lalu beliau bertanya, “Berapa banyak yang diinfakkan oleh Abu Bakar?”

    Ternyata yang diberikan semua hartanya, dengan jaminan yang ditinggalkan di rumahnya, “Cukup Allah dan Rasul-Nya”.

    Cinta yang mendalam terhadap Allah dan Rasul-Nya ternyata menumbuhkan semangat iman yang luar biasa di diri para pendamba ridha Ilahi. Dengan semangat iman akan terasa ringan dalam menghadapi tantangan demi tantangan jihad, menampak keteguhan hati, menumbuhkan kesabaran, kesiapan dan memantapkan jiwa yang sedang mengalami penderitaan dan kesukaran, dapat melihat cahaya pengharapan dan kemenangan.

    Dengan semangat imanlah tumbuh ruhul jihad, yaitu upaya sungguh-sungguh menggerakan segenap kemampuan secara maksimal, tidak separuh-separuh. Semangat iman itu jugalah yang mendorong setiap pejuang untuk hijrah atau menyingkir dari segala kemungkaran, dan nikmat bergumul dengan bermacam-macam amanat.

    Semangat yang sanggup menggerakkan tangan untuk merogoh kantung dan rekening untuk perjuangan di jalan Allah, sebagai upaya menyelamatkan diri dari api neraka. Semangat yang dapat menyisihkan time is money untuk berniaga dengan Allah yang balasannya surga.

    Para pejuang di jalan Allah sangat yakin akan janji-Nya seperti tertuang dalam firman-Nya di dalam Al-Quran Artinya : “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keridhaan dan syurga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal”. (Q.S. At-Taubah : 20-21).

    Melalui ayat tersebut Allah memberikan jaminan bahwa orang yang beriman, berjihad dan berhijrah akan mendapatkan kenikmatan ruhaniah berupa : 1. derajat yang tinggi dan mulia di sisi Allah, 2. rahmat dan karunia Ilahi, 3. Ridha Ilahi, yaitu disenangi Allah, dan merasa senang (ridha) pula dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun, 4. kenikmatan yang abadi di akhirat (surga).

    Abdullah Yusuf Ali dalam tafsir “The Holy Quran” memberikan ulasan tentang ayat tersebut, bahwa kenikmatan ruhaniah itu akan dihayati secara bertahap dan bertingkat. Pertama, ialah kasih sayang Allah yang khusus, yang lebih tinggi dan memancar dari seluruh alam semesta.

    Kedua, kenikmatan mendapatkan siraman karunia Ilahi yang kemudian masuk meresap ke dalam jiwa. Ketiga, memperoleh semacam asuransi kerohanian dalam bentuk kehidupan di taman surga pada masa yang akan datang, satu kehidupan yang penuh nikmat lagi abadi.

    Kadang, setelah semangat itu meluap, kitapun serta-merta mengerjakan aktivitas juang menurut kemauan kita pribadi. Dengan kerja keras kita seolah-olah telah berjuang dengan jiwa raga. Ibarat mencangkul, kita cangkul satu pojok, lalu pindah ke pojok lain, begitu seterusnya. Kita tidak sadar bahwa ternyata cangkul yang kita pakai tidak tajam.

    Sehingga, walau keringat telah bercucuran, bahkan hampir pingsan, hasilnya ternyata tidak memadai. Atau merasa sudah bekerja, namun hasilnya tidak teratur, karena tergarap hanya dari pojok ke pojok. Dan menggarap lahan seluas itu, ternyata kita tidak sanggup bekerja sendirian, atau banyak orang tetapi sendiri-sendiri. Kita perlu bekerjasama, bukan hanya sama-sama bekerja.

    Itulah perjuangan berjama’ah sebagai satu kesatuan umat Islam yang tidak bisa dipecah-belah. Berjama’ah adalah sumber kekuatan (yadullohi ma’al jama’ah).

    Oleh sebab itu, jika umat Islam ini teguh dengannya niscaya akan mendapatkan kejayaan, sebagaimana pernah diraih oleh para pendahulu kita. Namun bila tidak, kita akan dihinakan oleh Allah dan dijadikan sebagai hidangan bagi orang-orang kafir. Bagai hidangan di atas meja makan, bagai buih di gelombang lautan.

    Kekuatan berjama’ah, bersatu, Allah nyatakan di dalam firman-Nya Artinya : “Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali [agama] Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kalian bercerai-berai...”. (Q.S. Ali Imran [3] : 103).

    Benarlah perkataan Imam Malik rahimahullah, “Tidak akan menjadi baik generasi akhir umat ini kecuali dengan mengikuti apa yang telah membuat baik para pendahulunya”.

    Artinya, kebaikan umat ini akan dapat diraih, manakala kembali dan berpegang teguh pada tali-tali Islam secara bersatu padu. Sebagaimana para pendahulu sangat kuat dalam berpegang dan mempertahankan nilai-nilai kesatuan ummat.

    Maka, marilah kita menjadi orang-orang yang merdeka di jalan Allah, merdeka berjuang di jalan Allah, merdeka mengkhidmati perjuangan menegakkan kalimah Allah, yang tidak terjajah oleh hubbud dunya wa karohiyatul maut (cinta berlebihan terhadap dunia dan takut menghadapi kematian).

    Merdeka berjuang dalam satu kesatuan ummat yang rahmatan lil alamin, tidak terjajah oleh kepentingan individu dan golongan

    Wallahu A’lam bis Shawwab.
    Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism