Kamis, 07 Agustus 2014

  • Renungan Idul Fitri

    Ramadhan telah kita lalui, umat Islam di seluruh dunia telah merayakan kemenanggannya, Idul Fitri, kembali kepada fitrah yaitu agama yang lurus, Islam. Kini bulan yang sarat dengan berkah dan penuh kemuliaan itu telah berlalu, apakah yang tersisa dari jejaknya? Pesan dan kesan apakah yang tersimpan?

    Bulan suci itu telah mendidik kita untuk menjadi hamba Allah yang benar, ia telah membina dan menggembleng jiwa kita untuk mengenal hakikat diri sebagai hamba yang hina di sisi-Nya. Dengan bulan ini pula Allah memuliakan diantara hamba-hamba-Nya yang bertakwa kepada-Nya. Maka berbahagialah orang-orang yang diterima amal Ramadhannya dan merugilah mereka mereka yang masih bergelimang dengan noda dan dosa. Rasulullah ShallAllahu Alalhi wa sallam bersabda:

    “Celakalah seseorang yang aku disebut di sisinya lalu tidak bershalawat kepadaku. Celakalah seseorang yang memasuki Ramadhan kemudian keluar darinya sebelum ia diampuni dosa-dosanya. Dan celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya yang lanjut usia, namun ia tidak memasukannya ke dalam  Surga.”

    Sebuah Renungan

    Ramadhan 1435H yang penuh berkah dan sarat pahala telah meninggalkan kita, dan boleh jadi itu Ramadhan terakhir untuk kita. Selama sebulan penuh kita dididik dan dilatih untuk menumbuhkan ikhlas dan ihsan. Amaliyah Ramadhan hendaknya mampu mewarnai kepribadian sebagai muslim dan mu’min yang taat, laksana pohon yang indah, berdaun rindah dan berbuah lebat yang bermanfaat bagi makhluk-Nya.

    Tahun depan adalah milik Allah, tidak ada seorang pun yang dapat menjamin apakah tahun depan masih dapat berjumpa dengan bulan Ramadhhan atau tidak? Sementara kita sadari, betapa bayak waktu yang terbuang, betapa banyak kesempatan yang hilang, ini semua karena kelalaian kita yang kurang mensyukuri hadirnya bulan yang agung.

    Rasulullah ShallAllahu alaihi wasalam mengingatkan, “Barangsiapa yang tidak menninggalkan perkataan dan perbuatan kotor, dan meninggalkan kebodohan, maka Allah tidaklah berhajat padanya dalam meninggalkan lapaar dan dahaganya.” (HR. Bukhari)

    Untuk itu, mari kita bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya, mulailah dengan penyesalan atas kesalahan dan kurang sempurnanya amal sholeh kita, kemudian lanjutkanlah dengan memperbaiki dan memegang teguh komitmen perbaikan serta ikhlas dalam melaksanakan al Islam ini. Maka dari sinilah, puasa yang yang dilandasi keikhlasan akan mencetak pribadi yang berakhlaqul karimah, menyejukan dan membuat nyaman dalam pergaulan. Bersikap luwes dan memberikan kontribusi positif dalam kehidupan individu daan bermasyarakat, sehhingga terwujudlah Islam yang mejadi rahmat untuk seluruh alam. (QS. 21: 107, 34:28, 48:29)

    Implementasi Ramadhan

    Implementasi ibadah shaum di bulan Ramadhan yang dilandasi imanan dan ihktisaban adalah melanjutkan dan meningkatkan segala amal soleh di bulan lain dengan ittiba dan ikhlas hanya bagi Allah. Sebagaimana makna Syawwal, yaitu (bulan) peningkatan. Begitu juga dengan esensi amalaiyah Ramadhan berupa shaum, qiyamul lail/tarawih, tadarrus al qur’an, memperbanyak shodaqoh, menjaga lisan, memakmurkan masjid, zakat dan maaf memaafkan hendaknya dilanjutkan di bulan-bulan lain.

    Shalat tarawih yang dilakukan munfarid (sendirian) selama sebulan penuh, hendaknya mampu memberikan pengaruh komitmen diri agar dapat terus bertaqarrub, mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dimana dan kapan pun. Adapun shalat tarawih yang dilakukan secara berjamaah di masjid-masjid, seharusnya memberikan ruh untuk melazimkan shalat berjamaah di masjid dan mengaplikasikannya dalam kehidupan berjama’ah dan berimamah, tidak berpecah belah.

    kemudian tadarus dan tadabur al qur’an seyogianya memberikan pengaruh kepada diri untuk senantiasa berpijak diatas petunnjuk kebenaran. Hidup teratur dengan bimbingan wahyu Allah dan Sunnah Rasul-Nya.

    Demikian pula dengan adanya perintah zakat, memberikan tuntunan kepda muslimin agar peduli terhadap saudaranya sesama muslim. Sehingga tidak ada lagi yang terlantar dan kelaparan karena keegoisan si kaya.

    Adapun inti dari shaum Ramadhan adalah mampu mengendalikan diri dan mengarahkannya agar tetap dalam kebenaran al Islam.
    .
    Memaknai Idul Fitri

    Ungkapan tahmid, Alhamdulillah yang kita lantuntan, adalah wujud dari tawadhu kita kepada Allah yang maha terpuji. Karena hanya Allah llah yang paling pantas mendapatan pujian dan sanjungan. Ini semua kita lakukan, karena kita yakin, hanya Allah sang peguasa tunggal, dialah sang pencipta, pemberi rizki, pengatur dan pemelihara jagat raya ini. Detak jantung dan nadi kkita dalam genggaman-nya. Dengan puasa semestinya kita mamp meingkatkan derajat ketaqwaann di sisi Allah.

    Gema takbir, Allahu akbar yang kita kumandangkan penuh kekhusyuan, merupakan bukti ketidak berdayaan, kehinaan dan kecilnya kita di mata Allah, hanya Allah lah yang maha besar, perkasa dan bijaksana. Karena itu, dengan puasa kita mengikis sifat-sifat arogan, emosional destruktif dan mengendalikan diri sehingga mematangka nafsu muthmainnah. (QS. Al-Fajr :27-300

    Kalimat tahil, laa ilaaha illallah, adalah mengokohkan tauhid rububiyah dan uluhiyah, bahwasanya tiada yang atut disembah selain Allah. Tiada ang paut dimintai pertolongan selain Allah, maka dengan kalimat itu, motivasi pemikiran, pandangan dan seluruh aktifitas kita hanya Karen Allah dan hanya dipersembahkan kepada Allah semata. Tidak ada yang harus kita takuti selain Allah, dan tida ada yang harus lebih dicintai selain Allah

    Takhtim
    Pasca Ramadhan ini diharapkan nilai-nilai ketaqwaan kita semakin meningkat. Pendidikan dan gemblenggan yang diberikan bulan Ramadhan hendaknya mampu merubah iman dan takwa kita kepada tingkatan yang lebih baik yaitu takwa, sebagaimana tujuan dari shaum Ramadhan yang Allah perintahkan bagi orang-orang yang berimana adalah la allakum tattaqun, agar kalian menjadi lebih bertawa.      
     
    Wallahu A’lam bis Shawwab.

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism