Menyampaikan Isi Risalah Kenabian

Rabu, 28 Mei 2014

  • Menutupi Aib Sesama Muslim

    Islam adalah agama yang sangat indah. Ia mengajarkan umatnya untuk tidak membuka aib orang lain yang hanya akan membuat orang tersebut terhina. Islam memerintahkan umatnya untuk menutupi aib saudaranya sesama muslim. Dan bagi mereka yang mau menutupi aib saudaranya tersebut, akan memperoleh keutamaan dari Allah, sebagaimana termaktub di dalam hadits :

    Artinya : “Barangsiapa yang meringankan (menghilangkan) kesulitan seorang muslim kesulitan-kesulitan duniawi, maka Allah akan meringankan (menghilangkan) baginya kesulitan di akhirat kelak. Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi orang yang mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memudahkan baginya kemudahan (urusan) di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia, maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selalu ia menolong saudaranya.” (H.R. At-Tirmidzi)

    Sebaliknya, siapa yang mengumbar aib saudaranya, Allah akan membuka aibnya hingga aib rumah tangganya.

    Artinya : “Barang siapa yang menutupi aib saudaranya muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat, dan barang siapa mengumbar aib saudaranya muslim, maka Allah akan mengumbar aibnya hingga terbukalah kejelekannya walau ia di dalam rumahnya.” (H.R. Ibnu Majah).

    Juga, membuka aib saudara sesama muslim, menggunjingnya atau bahkan memfitnahnya, hanyalah akan menghilangkan pahala amal.

    Muslim Bagai Cermin

    Sesama muslim adalah saling bersaudara. Antara yang satu merupakan cermin bagi yang lainnya. Jika kita perhatikan ketika kita melihat cermin, lalu melihat ada sesuatu yang kotor pada tubuh kita di cermin tersebut. Maka, tentu kita akan berusaha membersihkannya, bukan malah menambah mengotorinya, atau mencelanya. Sebab itu sama juga dengan mengotori dan mencela dirinya sendiri.

    Seperti disebutkan di dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu:

    Artinya : “Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya. Jika dia melihat suatu aib pada diri saudaranya, maka dia memperbaikinya.” (H.R. Bukhari).

    Begitulah, karena tidak ada manusia yang sempurna dalam segala hal. Selalu saja ia memiliki kekurangan dan keterbatasan. Justru mungkin kekurangan, aib dan kejelekan kita jauh lebih banyak dari saudara kita yang kita hina dan kita bicarakan keburukannya itu.

    Ibarat pepatah “Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak”. Atau seperti menunjuk orang lain dengan satu jari telunjuk. Sementara empat jari lainnya, sesungguhnya menunjuk diri kita sendiri. Begitulah, seolah semua aib orang lain, sekecil kuman saja, bahkan jauh, tampak jelas terlihat. Sementara aib diri kita yang sebesar gajah, menempel di pelupuk mata, seolah tidak terlihat.

    Lalu, karena perasaan suka membuka aib itu, tumbuhlah rasa iri dengki berlebihan di dalam nafsunya. Sehingga kelak kalau dirinya punya kesempatan atau kedudukan yang cukup. Maka, ia gunakan kesempatan itu untuk menghajar saudaranya itu. Ia tidak dapat berlaku adil atas kelebihan dan keutamaan orang lain, di balik kekurangan dan aibnya itu.  Allah mengingatkan di dalam firman-Nya :
    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
    Artinya : “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Maidah [5] : 8).

    Justru sesama mukmin adalah saling bersaudara, dan menjadi kewajiban untuk saling memperbaiki.

    Seperti firman Allah mengingatkan :
    إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
    Artinya : ”Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. (Q.S. Al-Hujurat [49] : 10).

    Karena itu, orang yang gemar membicarakan aib orang lain, sebenarnya tanpa ia sadari ia sedang memperlihatkan jati dirinya yang asli. Yaitu, tidak bisa memegang rahasia, lemah kesetiakawanannya, penggosip, penyebar berita bohong. Semakin banyak aib yang ia sebarkan, maka semakin jelas keburukan diri si penyebar itu.

    Allah mengingatkan dengan nada keras di dalam firman-Nya :
    إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
    Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat … (Q.S. An-Nuur [24] : 19).

    Juga firman-Nya dalam ayat yang lain :
    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
    Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”(Q.S. Al-Hujurat [49] :12).

    Penutup

    Cara terbaik adalah marilah kita saling menjaga kehormatan sesama saudara kita satu Islam dan satu iman kepada Allah. Sehingga Allah pun berkenan menjaga kehormatan kita kelak di akhirat.

    Sebagaimana hadits mengingatkan kita :
    Artinya : ”Barangsiapa yang membela kehormatan saudaranya sesama muslim, maka Allah SWT akan membelanya dari neraka kelak di hari Kiamat.” (H.R. At-Tirmidzi dan Ahmad).

    Marilah buang jauh-jauh menggunjing, memfitnah dan membuka aib sesama, yang hanya akan menghabiskan pahala kita. Sementara amal kita saja belum banyak. Lebih baik kita perbanyak istighfar, “Astaghfirullaahal ‘adziim”.

    Wallahu A’lam bis Shawwab.

  • Kamis, 22 Mei 2014

  • Deklarasi Selangor Untuk Al-Aqsa

    Para delegasi dari delapan negara Muslim menyimpulkan dalam penutupan Konferensi Internasional untuk Pembebasan Masjid Al-Aqsha dan Pembelaan Kaum Tertindas di Selangor, Malaysia, Ahad (18/5), dengan mengeluarkan deklarasi bersama untuk mempertahankan Al-Aqsha dan memperjuangkan nasib bangsa Palestina secara keseluruhan serta kaum tertindas lainnya.

    Konferensi yang digelar Sekretariat Himpunan Ulama Wilayah Asia (SHURA), Persatuan Ulama Malaysia (PUM), dan Majelis Perundingan Organisasi Islam Malaysia (MAPIM) melibatkan sekitar 250 peserta yang mencakup pembicara, anggota delegasi serta awak media dari negara tuan rumah Malaysia dan negara-negara Islam lainnya termasuk Indonesia, Palestina, Turki, Mesir, Yordania, Iran, Pakistan, dan negara-negara lain.

    Menurut Dudin Shobaruddin, panitia konferensi, acara ini menekankan  ke arah penyatuan umat Islam dalam upaya pembebasan Masjid Al-Aqsha dan pengembalian hak rakyat Palestina dan kelompok yang tertindas, dan diharapkan konferensi ini dapat menyatukan seluruh potensi umat Islam dengan berbagai pengalaman masing-masing bagi  pembebasan Al-Aqsha dan kaum tertindas.

    Konferensi tersebut terfokus untuk merumuskan peta aksi bersama mempertahankan Al-Quds, lokasi masjid Al-Aqsha, dan upaya memperjuangkan nasib bangsa Palestina secara keseluruhan serta kaum tertindaslainnya.

    Selain itu, hasil konferensi juga akan menyusun rencana bekerja dalam memberdayakan penyatuan umat dari ancaman dan fitnah berasal dari Barat yang menyebabkan konflik dan perpecahan umat serta memberdayakan usaha menyatu dan memperkuat umat dari berbagai paham dan mazhab demi menegakkan ajaran Islam.

    Sementara sekretaris konferensi, Haji Azmi Abdul Hamid, mengatakan, konferensi itu digelar atas kekhawatiran para ulama dan NGO Islam pada tindakan-tindakan  rezim Zionist Israel yang terus melakukan yahudisasi di Masjid Al-Aqsha.

    Bahkan, baru-baru ini rezim Zionist menghambat pelaksanaan shalat di kompleks masjid Al-Aqsha, mendorong para ekstrimis Yahudi menerobos dan menyerang kompleks masjid untuk melakukan ritual ibadah provokatif mereka.

    Aksi jahat itu telah  memicu kekhawatiran umat Islam seluruh dunia tentang dekatnya usaha mereka untuk merubah dan meyahudikan wilayah Al-Quds tersebut secara total dan menyeluruh.

    Karenanya, konferensi yang dianggap  penting tersebut digelar.

    Hadir pada konferensi tesebut tokoh pergerakan Malaysia juga Wakil Perdana Menteri Malaysia periode 1993-1998, Datuk Seri Anwar Ibrahim yang menjadi pembicara kunci konferensi itu menyampaikan pidatonya berjudul "Peran Persatuan Politik Kawasan untuk Pembebasan Al-Aqsha," mendesak semua pihak, baik para pemimpin negara-negara Muslim dan umat Islam untuk bersatu dan berjuang mendukung pembebasan Masjid Al-Aqsha dan kemerdekaan Palestina.

    Pembicara dari Indonesia termasuk Ketua Umum Aqsa Working Group (AWG) International Secretariate, Agus Sudarmaji, menyampaikan makalahnya berjudul "Peran Gerakan Politik Islam untuk membebaskan Al-Aqsha".

    Sementara KH. Yakhsyallah Mansur MA., Pimpinan Mahad Al-Fatah Indonesia menyampaikan makalahnya berjudul "Peran Gerakan Islam Indonesia untuk Strategi Pembebasan Al-Aqsha dan Palestina, Mensinergikan Gerakan Islam untuk membela Al-Aqsha.”

    Beberapa pembicara terjadwal hadir antara lain Dato’ Seri Abdul Hadi bin Awang (Presiden Parti Islam Se-Malaysia/PAS), tokoh pergerakan Malaysia Anwar Ibrahim, Prof. Dr. Muhsin sholeh (Utusan Persatuan Ulama Islam Sedunia, Qatar), Ketua SHURA Ustaz Haji Abdul Ghani Syamsudin,
    dan  Prof. Dr. Rajab Abu Mulih (Palestina). Serta pera pembicara lainnya.

    Deklarasi Untuk Pembebasan Al-Aqsa
    Setelah berdirinya secara sepihak negara haram Zionis Israel di Palestina yang diumumkan pada 14 Mei 1948 yang langsung diakui oleh Amerika Serikat (AS) (peristiwa Nakbah), berakibat pada meluasnya wilayah jajahan Israel yang mencapai 85 % dari keseluruhan wilayah Al-Quds, terutama sejak rezim Zionis menguasai Al-Quds pada 7 Juni 1967 disebut sebagai Hari Kemunduran (Hari Naksah).

    Hingga kini, rezim Zionis dan ekstrimis Yahudi terus meningkatkan penyerangan terhadap Masjid Al-Aqsha, dengan merampas hak-hak sebagian besar rakyat Palestina untuk melakukan shalat di dalamnya, dan adanya usaha untuk membaginya secara waktu dan ibadah bagi Islam dan Yahudi,  melancarkan penggalian untuk merusak pondasinya; serta kejahatan berulang kali yang dilakukan tentara pendudukan terhadap Palestina dan warganya, dan kelalaian para pemimpin untuk
    menyelamatkan Masjid Al-Aqsha dan membebaskan Palestina dan rakyatnya.

    Seiring dengan itu maka seluruh gerakan Islam, persatuan ulama Muslim sedunia sudah selayaknya tampil menyerukan seluruh umat Islam bangkit dan menentang rencana jahat Zionis dan kelompok-kelompok yang bersekongkol dengan rencana mereka.

    Maka Konferensi Internasional untuk Pembebasan Masjid Al-Aqsha dan Pembelaan Kaum Tertindas tersebut diselengarakan.

    Teks lengkap “Deklarasi Selangor untuk Pembebasan Masjid Al-Aqsha dan Pembelaan Kaum Tertindas” yang dibacakan dalam penutupan Konferensi Internasional yang diselenggarakan di Malaysia dari 17 - 18 Mei 2014 -pada Rajab, bulan Isra' Mi'raj, sebuah peristiwa penting bagi kaum Muslimin.

    Terdapat 20 poin “Deklarasi Selangor untuk Pembebasan Masjid Al-Aqsha dan Pembelaan Kaum Tertindas” diantaranya :

    1. Konferensi ini menegaskan kembali sikap masyarakat internasional dalam mewujudkan perdamaian serta stabilitas di Asia Barat bahwa tindakan pendudukan di Palestina adalah ilegal dan rakyat Palestina harus diberikan hak menentukan nasib sendiri untuk perdamaian abadi di kawasan tersebut.
    2. Penyebaran informasi yang terus berlanjut mengenai permasalahan yang sebenarnya harus menjadi prioritas utama mendidik masyarakat pada konteks sejarah dari isu Palestina dan memastikan bahwa setiap generasi akan terus menuntut pembebasan Al-Quds dan Palestina.
    3. Untuk mencapai tujuan di atas, negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) harus bekerja dengan semua organisasi dan lembaga yang berkomitmen untuk pembebasan Palestina.
    4. Solusi dari permasalahan Palestina itu bukan melalui “Solusi Dua Negara”, yang hal itu pasti tidak akan terwujud. Kami mengusulkan “Solusi Satu Negara” dengan pembubaran negara ilegal Israel sehingga rakyat Palestina dan kaum Yahudi dapat hidup dalam sebuah negara bersatu secara berdampingan.
    5. Otoritas Palestina menjadi saksi penandatanganan Perjanjian Roma yang mengacu pada Pengadilan Kriminal Internasional untuk menyelidiki dan menuntut para pemimpin dan pejabat Israel yang bertanggung jawab atas kejahatan internasional.
    6. Sejak Israel menjadi negara apartheid, maka kampanye anti apartheid internasional harus diluncurkan sebagaimana kampanye melawan apartheid di Afrika Selatan yang menyebabkan jatuhnya negara rasis kulit putih.
    7. Menekankan peran penting media untuk secara agresif mempromosikan persatuan semua golongan yang berbeda pemikiran dalam Islam didasarkan pada Deklarasi Amman.
    8. Membentuk front terdepan dari para ulama dan da'i yang terdiri atas ulama dan da'i peduli pembebasan Palestina. Front ini memiliki sejumlah perwakilan yang akan dikerahkan untuk mengatasi masalah Palestina.
    9. Mendirikan lembaga pendidikan untuk menyebarkan isu-isu Palestina dan mempersiapkan bahan sosialisasi bagi masyarakat serta memproduksi bahan yang dapat digunakan dalam silabus pendidikan untuk menyadarkan generasi muda mengenai masalah Palestina. Lembaga ini juga melatih untuk menjadi juru bicara tentang isu-isu Palestina di daerah masing-masing.
    10. Mendorong masjid dan musollah untuk memasang papan informasi khusus tentang Palestina sehingga masyarakat umum dapat memperoleh informasi terkini perkembangan di Palestina. Bahan-bahan akan disediakan oleh lembaga pendidikan Palestina yang dibentuk.
    11. Mendeklarasikan Jumat terakhir bulan Rajab sebagai Hari Al-Aqsha (Al-Aqsa Day) untuk melaksanakan program-program pembebasan Al-Aqsha.
    12. Mengkhususkan satu hari (Jumat) dalam setiap untuk membaca Qunut Nazilah bagi pembebasan  Al-Quds dan Palestina.
    13. Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mengadakan pertemuan rutin negara-negara anggota dan NGO setiap dua tahun sekali untuk meninjau kemajuan dalam perjuangan membebaskan Al-Quds dan Palestina.

    Peran Media Islam
    Wakil Pemimpin Redaksi Mi'raj Islamic News Agency (MINA), Syarif Hidayat dalam konferensi mengajukan makalahnya berjudul: "Kekuatan Media Islam untuk Mendukung Pembebasan Al-Aqsha dan Palestina."

    Dalam makalah tersebut MINA mengusulkan penyelenggaraan konferensi media Islam untuk melancarkan kampanye mendukung pembebasan Masjid Al-Aqsha dan Palestina dari penjajahan Zionis

    Usulan itu segera disambut Datuk Seri Anwar Ibrahim dan bersedia hadir sebagai pembicara utama. Direncanakan konferensi media untuk pembebasan al-aqsa akan diselenggarakan di indonesia.
    Mi'raj Islamic News Agency (MINA)

  • Kamis, 15 Mei 2014

  • Mendidik Anak Dengan Al-Qur’an

    Islam adalah agama yang sempurna dan sangat memperhatikan pertumbuhan generasi mendatang. Untuk itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memerintahkan kita mewujudkan keluarga shalih-shalihah, penuh kasih sayang karena Allah, penuh dengan dinamika ibadah.

    Ilustrasi, Anak Membaca Al-Qur'an
    Sehingga diharapkan dari rumah tangga seperti itu  akan terlahir anak-anak yang shalih-shalihah, kokoh dalam aqidah, tekun dalam ibadah, memiliki wawasan keilmuan dan penuh persaudaraan. Maka, insyaallah secara keseluruhan Islam akan tumbuh kuat serta membawa rahmat bagi semesta alam. Sesuai dengan fungsi Islam itu sendiri sebagai rahmatan lil ‘alamin.

    Karena itu, kedua orang tua memiliki peran yang dominan dalam membangun pondasi dan mencetak generasi, karena dialah yang akan mendidik anak-anak dalam ketaatan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

    Allah menyebutkan tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga tersebut di dalam firman-firman-Nya, diantaranya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu...” (QS At-Tahrim [61] : 6).
    Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS An-Nisa [4] : 9).

    Pada beberapa hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan :

    Artinya : ”Setiap yang terlahir, ia dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Bukhari).

    Artinya : “Apabila manusia telah meninggal, maka semua amalnya akan terputus kecuali tiga perkara. (Yaitu: ) shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya”. (H.R. Muslim).

    Perkataan Para Sahabat tentang Pendidikan
    Berbicara tentang pendidikan anak, berikut ada beberapa perkataan dari orang-orang shalih terdahulu, baik dari kalangan sahabat maupun generasi sesudahnya.

    Antara lain, Ali bin Abu Thalib pernah berkata, “Ajari dan didik anak-anakmu pendidikan yang baik.”

    Imam Hasan Al-Bashri berkata, “Suruhlah mereka taat kepada Allah dan didiklah mereka ajaran kebaikan.”

    Imam Al-Ghazali menyatakan, “Anak adalah amanah di tangan ibu-bapaknya. Hatinya masih suci ibarat permata yang mahal harganya. Apabila ia dibiasakan pada suatu yang baik dan dididik, niscaya ia akan tumbuh besar dengan sifat-sifat baik dan akan bahagia di dunia akhirat. Sebaliknya, bila ia dibiasakan dengan tradisi-tradisi buruk, tidak dipedulikan seperti halnya hewan, niscaya ia akan hancur dan binasa.”

    Begitulah, anak tak ubahnya selembar kertas putih. Apa yang pertama kali ditorehkan di sana, maka itulah yang akan membentuk karakter dirinya. Bila yang pertama ditanamkan adalah warna agama dan keluhuran budi pekerti, maka akan terbentuk antibodi (zat kebal) awal pada anak akan pengaruh negatif, seperti rajin ibadah, berbakti pada orang tua, dan sebagainya. Sebaliknya, bila pertama tidak ditanamkan warna agama dan keluhuran budi pekerti, maka yang akan muncul adalah antibodi terhadap pengaruh positif, seperti malas beribadah, enggan belajar, suka membantah, dsb. Jika hal demikian dibiarkan, maka setelah dewasa sukarlah untuk meluruskannya.

    POLA PENDIDIKAN ANAK
    Pertama, Ajarkan shalat
    Allah berfirman : “Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah jika enggan melakukannya bila telah berusia sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur di antara mereka.” (H.R. Abu Daud).

    Kedua, Mendidik dengan Kisah
    Berkisah tentang kehidupan nabi, keluarga nabi dan sahabat-sahabat beliau, dapat menumbuhkan kecintaan generasi kepada beliau.

    Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan di dalam haditsnya, yang artinya, “Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara : mencintai Nabimu, mencintai keluarganya, dan membaca Al-Qur’an”. (H.R Ath-Thabrani).

    Ketiga, mengajarkan Al-Quran
    Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Sesungguhnya Al Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia”.  (QS Al-Waqi’ah [56] : 77).

    Ayat tersebut menyebutkan bahwa Al-Quranul Karim adalah bacaan yang paling mulia, karena ia merupakan kalam Allah Yang Maha Mulia, dibawa oleh malaikat yang mulia Jibril Alaihis Salam, diterima oleh Rasul-Nya yang mulia Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wasallam, awal mula diturunkan pun pada bulan paling mulia yakni bulan suci Ramadhan. Diimani dan diikuti oleh umatnya yang mulia, yakni umat Islam.

    Orang yang mengetahui kemuliaan Al-Quran, ia pasti akan mencintanya, membacanya, menghayati kandungan isinya, berusaha menghafal ayat demi ayat-Nya, dan yang paling pokok adalah berusaha mengamalkannya secara keseluruhan kaaffaah (totalitas) dalam kehidupan sehari-hari.

    Karena Al-Quran sebagai bacaan yang mulia itulah, maka seorang muslim yang membacanya pun akan mendapatkan pahala dari huruf demi huruf yang dibacanya.

    Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,  yang artinya, "Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu huruf; lam satu huruf dan mim satu huruf." (H.R. At-Tirmidzi).

    Membaca Al-Quran, bukan saja tugas dai/muballigh/ustadz/kyai saja. Tetapi kewajiban kita semua, kebutuhan kita semua selaku hamba-hamba-Nya yang bergelimang dosa, hamba-hamba-Nya yang telah banyak menikmati karunia Allah. Adapun dai/muballigh/ustadz/kyai memang punya peran ganda, untuk dirinya sama dengan yang lain, dan tugas menyampaikan kepada orang lain. Bukan karena pintar, tetapi karena lebi dulu tahu, lebih dahulu Allah beri tahu. Maka kewajiban yang tahu, sampaikan kepada yang lain yang belum mengetahui.

    Al-Quran sebagai Petunjuk
    Kandungan Al-Quran merupakan petunjuk bagi manusia, dan pembeda antara yang haq dan yang batil. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

    Artinya : “…..Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil)…..”. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 185).

    Imam Al-Qurthubi di dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa Al-Quran sebagai petunjuk maknanya, Al-Quran secara keseluruhan jika dikaji dan diteliti secara mendalam, akan menghasilkan hukum halal dan haram, nasihat-nasihat, serta hukum-hukum yang penuh hikmah.

    Imam As-Suyuthi juga menjelaskan, bahwa Al-Quran mengandung petunjuk yang dapat menghindarkan seseorang dari kesesatan, ayat-ayatnya sangat jelas serta berisi hukum-hukum yang menunjukkan seseorang kepada jalan yang benar.

    Keempat, selalu iringi dan kawal pendidikan anak dengan doa
    Doa dari orang tua setelah shalat, setelah membaca Al-Quran, setelah bershadaqah, setelah beristighfar, jangan lupakan doakan anak-anak menjadi anak sholih-sholihah, sebut nama-nama anak-anak kita, doakan mereka, bila perlu dengan keharuan dan tetesan air mata, seperti doa dan harapan keluarga Imran di dalam ayat :
    Artinya : (Ingatlah), ketika isteri `Imran berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (QS Ali Imran [3] : 35).

    Juga doa-doa pada ayat lain yang dapat kita baca dan hafal, Artinya : "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati [kami], dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. Al-Furqan [25] : 74).

    Waallahu a’lam bis showab

  • Kamis, 08 Mei 2014

  • Jangan Abaikan Peringatan Allah

    Firman Allah Subhanahu Wa Ta’la : Artinya : "Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS Thaha [20] : 124).

    Setiap manusia pasti ingin bahagia dan sukses. Sementara pemilik kebahagiaan dan kesuksesan adalah Allah SWT. Maka, dapatkah seseorang merengkuh kebahagiaan sejati dengan menjauh dan berpaling dari Allah rabbu'l 'alamin?

    Ayat di atas menjelaskan betapa menderitanya kehidupan  manusia yang jauh dari dzikrullah (mengingat Allah) dan berpaling dari ajaran-Nya.

    Makna Berpaling dari dzikrullah (mengingat Allah), dalam ayat di atas, Allah mengancam orang-orang yang berpaling dari mengingat-Nya dengan kesengsaraan di dunia dan akhirat.

    Berpaling dari dzikrullah memiliki banyak makna. Menurut Ibnu Katsir, maksud ayat tersebut adalah orang yang menentang perintah Allah dan menentang apa yang Allah turunkan kepada Rasu-Nya. Yaitu berpaling dari-Nya, berpura-pura lupa kepada-Nya dan mengambil selain petunjuk-Nya.

    Termasuk juga, berpaling dan menentang ajaran Allah dan Rasul-Nya yang terkandung dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Meragukan validitas ajaran Allah dan Rasul-Nya, tidak mengimani universalitas dan integralitas agama Islam dan keberadaannya yang relevan untuk semua zaman dan  tempat.

    Bermakna juga orang yang mengimani sebagian isi Al-Qur'an dan mengkufuri sebagian yang lain, menentang, melawan dan memerangi orang-orang yang berjuang dan berdakwah untuk tegaknya ajaran Allah dan Rasul-Nya, dan lain-lain.

    Semua perbuatan, perilaku dan sikap tersebut dapat masuk dalam kategori 'berpaling dari dzikrullah' dan semua itu membawa pelakunya pada kehidupan yang sempit, nestapa dan sengsara di dunia dan akhirat.

    Ancaman bagi Orang yang Berpaling dari Allah

    Ada dua ancaman yang ditimpakan kepada manusia yang berpaling dari Allah, sebagaimana diterangkan dalam ayat di atas.

    Pertama, penghidupan yang sempit
    Para ulama tafsir menjelaskan berbagai makna ‘ma’isyatan dhanka’ (penghidupan sempit) dalam ayat tersebut.
    Menurut Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu, maksud 'penghidupan yang sempit' adalah kehidupan yang sengsara. Bahwasetiap kali Allah menganugerahkan sesuatu kepada seorang hamba, sedikit atau banyak, tapi tidak digunakan untuk takwa kepada-Nya, maka tidak akan pernah ada kebaikan di dalamnya, dan inilah maksud kesempitan dalam hidup.

    Sementara menurut Imam Adh-Dhahhaak, Ikrimah dan Malik bin Dinar, yang dimaksud dengan 'penghidupan yang sempit' adalah perbuatan buruk dan rezeki yang busuk.

    Kedua, Dihimpunkan pada hari kiamat dalam keadaan buta
    Imam Mujahid, berpendapat, maksudnya adalah
    ia dihimpun pada hari kiamat tanpa memiliki hujjah (argumentasi, ketika diminta pertanggungjawaban).

    Menurut Ikrimah, maksudnya ia dibutakan atas segala sesuatu kecuali jahannam. Bisa juga bermakna ia dibutakan dari jalan ke surga dan keselamatan. Kemungkinan lain, maksud ayat tersebut adalah sesungguhnya ia akan dibangkitkan atau digiring ke neraka dalam keadaan buta mata dan buta hati. Ibnu Abbas Radhiallaahu ‘Anhu berkata, “Allah telah menjamin orang yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkan ajarannya tidak akan sesat di dunia dan tidak akan sengsara di akhirat”.

    Untuk itu marilah raih kebahagiaan dengan taqwa insya Allah berkah dan jauh dari kesempitan dunia dan kesengsaraan akhirat.

    Sebagaimana firman Allah : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatan mereka sendiri”. (Al-A’raf [7] : 96). (Afta)
    Wallahu a’lam bishawab.

  • Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism