Rabu, 17 Juli 2013

  • Puasa dan Do’a


    Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman yang artinya, ; “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 186)

    Menurut Ibnu Abi Hatim, ayat ini (Q.S. Al-Baqarah [2]: 186) turun berkenaan dengan datangnya seorang Arab Badui kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang bertanya, “Apakah Tuhan kita itu dekat, sehingga kami cukup berbisik kepada-Nya atau jauh sehingga kami harus menyeru-Nya?” Beliau terdiam, sehingga turunlah ayat di atas sebagai jawaban atas pertanyaan itu.

    Ayat yang satu ini terletak di tengah-tengah rangkaian ayat yang membicarakan tentang puasa dan hukum-hukumnya. Hal ini menunjukkan betapa eratnya hubungan puasa dengan doa.

    Doa dalam pengertian syari’at adalah permohonan kepada Allah dengan jalan merendahkan diri.

    Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjelaskan dalam beberapa hadits, bahwa doa dan puasa itu memiliki hubungan yang erat antara lain; Tiga orang yang tidak ditolak doa mereka: Pemimpin yang adil, orang yang berpuasa hingga dia berbuka dan doa orang yang dizalimi, diangkat oleh Allah di atas awan pada hari qiamat dan dibuka baginya pintu-pintu langit dan Allah berfirman, Demi kemuliaan-Ku pasti Aku menolong engkau walaupun hanya menunggu masa sahaja. (H.R. Ibn Majah)

    Abu Dawud Ath-Thayalisi dalam Musnadnya yang bersumber dari Abdullah bin Amr, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

    Bagi orang yang berpuasa ketika dia berbuka doanya mustajab (terkabul)

    Maka Abdullah bin Amr ketika berbuka dia panggil keluarganya dan anaknya kemudian berdoa.

    At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Ahmad meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

    “Tiga yang menjadi hak Allah untuk tidak menolak doa mereka, orang berpuasa sehingga berbuka, orang yang dizalimi sehingga dibantu, dan orang bermusafir sehinggalah ia pulang" (Riwayat Al-Bazaar)

    Pada ayat di atas, Allah menjelaskan beberapa prinsip dalam berdoa.

    Pertama, Allah itu dekat, maka dalam berdoa tidak perlu menggunakan perantara (wasilah) dan tidak perlu dengan suara keras.

    Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

    “Hai manusia, bertasbihlah dirimu. Karena kamu tidak berseru kepada yang tuli dan yang ghaib di tempat jauh. Sesungguhnya kamu menyeru kepada yang selalu mendengar, dekat dan Dia selalu besertamu.”

    Kedua, semua doa pasti dikabulkan. Tidak ada doa yang tidak didengar dan tidak dipedulikan.

    Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
    “Tiada setiap muslim berdoa dengan suatu doa, dalam doa itu tidak ada unsur dosa dan memutus tali silaturahim, kecuali Allah pasti memberikan kepadanya salah satu dari tiga hal; adakalanya disegerakan doanya baginya, adakalanya disimpan untunya diakhirat kelak, dan adakalanya dirinya dihindarkan dari keburukan.” Para sahabat bertanya: “Jika kami memperbanyak doa?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Allah lebih banyak (mengabulkan doa).”

    Ketiga, supaya permohonan itu mendapat perhatian dari Allah, hendaknya orang yang memohon itu menyambut seruan Allah.

    Keempat, hendaknya orang yang berdoa benar-benar beriman (percaya) kepada Allah.

    Kelima, dengan menyambut seruan/tuntunan Allah dan percaya penuh kepada-Nya, orang yang berdoa akan diberi petunjuk oleh Allah jalan yang akan ditempuh untuk merealisasikan doanya hingga tidak akan salah jalan dan tidak putus asa bila doanya belum dikabulkan.

    Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

    "Akan dikabulkan doa seseorang jika tidak buru-buru berkata saya telah berdoa tapi belum dikabulkan juga." (H.R. Bukhori)

    Perlu diketahui, berdoa bukanlah mendikte Allah dengan menentukan apa yang kita minta. Karena kalau kita menentukan sendiri apa yang kita minta kalau tidak diberi kita akan kecewa.

    Cara Nabi Ayub Alaihi Salam dalam berdoa patut ditiru. Ketika sudah demikian besar malapetaka menimpa dirinya, doa beliau hanya demikian:

    ... "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang". Q.S. Al-Anbiya [21]: 83.

    Seorang bertanya kepada Ibrahim bin Adhan, kenapa doanya tidak dikabulkan Allah, padahal Allah berfirman:

    …"Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu…”  Q.S. Ghafir [40]: 60.

    Beliau menjawab, “Karena hatimu telah mati.”

    Adapun yang mematikan hati, ada 8 perkara:

    1. Mengerti hak Allah tetapi tidak menunaikannya.
    2. Membaca Al-Qur’an tetapi tidak mengamalkan isinya.
    3. Mengaku mencintai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tetapi tidak mengamalkan sunnahnya.
    4. Berkata takut mati tetapi tidak menyiapkan bekalnya.
    5. Mengikuti ajakan setan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (Q.S. Fathir [35]: 6), tetapi berkumpul dengannya untuk melakukan dosa.
    6. Berkata takut neraka tetapi menganiaya diri.
    7. Senang surga tetapi tidak beramal untuknya.
    8. Bangun tidur melemparkan kesalahan sendiri di balik panggung tetapi kesalahan sendiri di balik panggung tetapi kesalahan orang lain dibentangkan di mukanya.

    Wallahu A’lam bis Shawwab.

    Oleh: KH. Yakhsyallah Mansur, MA.
    *Pimpinan Ma’had Al-Fatah Indonesia

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism