Rabu, 14 Agustus 2013

  • Kembali Ke Fitrah, Hidup Berjama’ah


    Ramadhan telah berlalu, hendaklah kita tetap bertawakkal dan bersyukur kepada Allah Ta’ala karena telah memberikan hidayah-Nya berupa akidah dan ketetapan iman yang benar, dengannya semoga kita tetap mampu mengaplikasikan nilai-nilai Ramadhan menuju peningkatan iman pada sebelas bulan kemudian.

    Bulan Ramadhan adalah bulan yang Allah khususkan bagi pembinaan ibadah umat. Amalan sebulan Ramadhan lalu hendaknya benar-benar menghasilkan pribadi-pribadi yang bertakwa, semakin bertakwa. Shaum dan ibadah kita akan menjadi gagal manakala selepas ramadhan tidak ada perubahan positif pada nilai iman dan takwa kita.

    Perwujudan takwa kita dalam menatap ke depan adalah istiqomah dalam melaksanakan syariat-syariat Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk memelihara fitrah kita sebagai sosok manusia yang Allah muliakan. Keluar dari Islam, menolak syariatnya berarti menolak tata nilai kebenaran dan perwujudan fitrah manusia yang benar.

    Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada dein ini. Itulah fitrah Allah dimana fitrah manusia di atasnya.” (QS. Ar-Ruum : 30)

    Ketika hewan saling memangsa dan membunuh, maka Islam mengajarkan manusia saling kasih saying dan tolong-menolong. Ketika hewan makan tanpa peduli sesamanya, maka Islam mengajarkan peduli sesama, karenanya ada perintah zakat, infaq dan shodaqoh. Ketika hewan tidak peduli makan apa dan milik siapa, maka islam mengajarkan kebersihan dan kehalalan. Maka terorisme, keberingasan, kekejaman, penipuan, korupsi dan segala bentuk kejahatan bukanlah ajaran Islam.

    Islam membentuk manusia mulia, manusia yang saleh karena amal perbuatannya berkualitas, penuh tanggung jawab, jujur, amanah, adil serta segala perbuatan yang membawa kebaikan diri dan lingkungannya. Dan nilai-nilai Ramadhan telah membentuk manusia yang bertaqwa tersebut. Maka manusia macam apa yang menolak syariat Islam? Potensi Manusia

    Tidak dipungkiri, manusia memendam potensi baik maupun potensi buruk, fa’al hamahaa fujuuroha wa taqwaahaa, dengan potensi tersebut sebagian manusia menyadari, mau memahami dan mengikuti jalan hidup yang Allah berikan, dan sebagian lagi ingkar dan memaksiati Allah sehingga berada pada jurang kejahatan dan kehinaan, Allah telah menyatakan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya kami telah menunjuki kepada jalan yang lurus, maka ada yang bersyukur dan ada yang kufur.” (QS. Al-Insan : 3)

    Munculnya manusia-manusia jahat yang terjerat dengan potensi buruknya karena mengingkari hukum-hukum Allah telah menimbulkan kerusakan di muka bumi ini, baik kerusakan fisik maupun moral. Allah mengingatkan, “Telah nyata kerusakan di darat dan di laut karena ulah perbuatan manusia sendiri.” (QS. Ar-Ruum : 41)

    Fakta yang dapat kita saksikan hari ini, sumber daya alam habis oleh tangan-tangan rakus manusia tak beriman tanpa mempedulikan kepentingan dan kebutuhan umat manusia lainnya, kemiskinan dan kesulitan hidup semakin subur karena korupsi yang merajalela disetiap sektor pembangunan. Sumberdaya rusak, moral pun semakin rusak. Pergaulan bebas, huru hara dan maksiat lainnya semakin marak di mana-mana. Allah mengingatkan.

    Maka datanglah sesudah mereka, penganti (yang buruk) yang menyia-nyiakan sholat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal sholeh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun.” (QS. Maryam : 59-60)

    Yang lebih parah lagi adalah penindasan dan penjajahan manusia atas manusia yang terjadi di abad modern ini, abad IPTEK, HAM, dan peradaban tinggi. Namun ironisnya perampasan, penindasan dan pembunuhan atas saudara-saudara kita masih terjadi, di Palestina, Afganistan dan Rohingya di Myanmar, serta di negeri-negeri muslim lainnya oleh Zionis Israel dan jaringan antek-anteknya hingga hari ini.

    Parahnya, populisai 1,5 Milyar di dunia ini ternyata tidak mampu melawan musuh-musuh Islam dan Muslimin tersebut. Kenapa? Karena muslimin terpecah belah secara politik, mazhab, aliran pemahaman serta kotak-kotak social lainnya. maka musuh-musuh Islam begitu mudahnya menghancurkan muslimin satu demi satu di seluruh dunia. Muslimin laksana hidangan di atas meja yang siap disantap lahap musuh-musuh islam, kekuatannya tercerai berai bagai buih di lautan. Lantas seperti apa solusinya? Allah dan Rasul-Nya telah mengajarkan:

    1. Amalkan Islam secara Kaffah
    Wahai orang-orang yang berimana, masuklah ke dalam Islam secara Kaffah, dan janganlah mengikuti langkah-langkah syaitan. Sungguh ia musuh yang nyata bagi kamu.” (QS. Al-Baqarah: 108)

    Perintah Allah dan Sunnah Rasul-Nya adalah satu paket amalan kehidupan yang lengkap dan tidak boleh dipisah-pisahkan. Utuh satu paket, akidah, akhlaq, amalan-amalan syariah merupakan satu paket pembentukan karakter sesuai fitrah manusia. Islam adalah sebuah system kehidupan yang mencakup tata aturan hidup pribadi, keluarga hingga masyarakat. Dari zikir, shalat, hingga jual beli bahkan jihad mempertahankan akidah dan keselamatan umat, dari keseluruhan amalan-amalan tersebut Allah ajarkan untuk memelihara dinamika kehidupan sesuai fitrah manusia itu sendiri.

    Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul-Nya, ketika ia menyeru kamu, untuk menghidupkan kamu.”(QS. Al-Anfal: 24)

    Sungguh memprihatinkan ketika sebagian besar muslimin hanya merasa cukup dengan keislamannya dengan zikir dan sholat semata, sementara urusan muamalah, pergaulan, apalagi perjuangan membela yang lemah, amar ma’ruf nahi munkar dilupakan, jihad fii sabilillah tidak di kenal, apalagi menjadi bagian amalan hidup sehari-hari. Pantaslah jika sesama saudara semuslim ada yang terdholimi, terusir dari negerinya, kita tidak dapat membantu, hanya sanggup menyaksikan saja. Ini bukan Islam yang Kaffah! Rasulullah dan para sahabat beliau justru berhasil membanguna peradaban Islam yang rahmatan lil alamin karena mereka totalitas memenuhi syariah Islam yang kaffah. Tidak memilah-milih yang sesuai dengan hawa nafsunya semata.

    Dan tidaklah patut bagi mukmin dan mukminah apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu hokum bagi mereka, ada bagi mereka hak untuk memilih dalam urusan mereka…” (QS. Al-Ahzab: 36)

    2. Amalkan Islam secara berjama’ah
    Manusia adalah makhluk social, tidak mampu hidup sendiri. Naluri manusia mendorong untuk hidup bersama saling mengisi kebutuhan dan kekurangan masing-masing. Maka Islam datang mengajarkan kebiakan dan memerintahkan muslimin tidak hidup berpecah-belah, melainkan hidup dalam satu jama’ah (QS. Ali Imran: 103). Sebuah wadah bagi mereka yang ingin bersama-sama mengamalkan Islam secara kaffah, karena amalan-amalan Islam memang memerlukan dan mengharuskan sistem kebersamaan--bagai satu tubuh, kalbunyaanun yasyuddu ba’duhu ba’dhon. Islam mengajarkan saling nasihat menasihati, saling tolong menolong, saling menanggung, maka jelas Islam menolak sikap egois, parsial, berfirqoh-firqoh dalam menegakkan hidup dan kehidupan dalam Islam.

    Keterpurukan umat Islam sekali lagi karena terpecahnya muslimin dalam berbagai mazhab, aliran, ashobiyah hingga politik, tidak mau hidup berjama’ah, bersatu, terpimpin oleh seorang imam atau khalifah. Karena itu Allah berfirman dalam QS. Ash-Shof : 4, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan seperti bangunan yang tersusun kokoh.

    Karena terpecah belah, sehingga mudah diadudomba dan dihancurkan musuh, satu samalain saling mengkafirkan, melecehkan dan tidak menjaga kehormatan saudaranya semuslim, demikinalah Zionis Yahudi telah berperan penting melemahkan kekuatan muslimin. Dengan demikian kesatuan umat dalam Jama’ah Muslimin merupakan solusi teramalkannya pola hidup Islam, berjamaah sesuai tuntunan Allah dan Sunnah Rasulullah serta para khulafaur rasyidin almahdiyin.

    3. Tegakkan kepemimpinan umat Islam
    Kepemimpinan dalam kehidupan manusia merupakan keharusan yang tidak bisa dielakkan, bahkan masyarakat tradisional sekalipun memiliki ketua yang memimpin kehidupan mereka, guna mempertahankan kelompoknya dari serangan kelompok lain dan menjaga tata nilai yang telah disepakatinya. Masyarakat modern pun memerlukan dan mengangkat pemimpin-pemimpin politik mereka. Tentu disadari, tanpa pemimpin maka masyarakat akan kacau karena masing-masing bergerak atas kemauannya sendiri tanpa ketertiban. Maka Allah Ta’ala yang Maha Mengetahui telah mewajibkan umat Islam mengangkat pemimpin dan mentaatinya selain Allah dan Rasul-Nya, yaitu Ulil Amri.

    Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah, dan taatlah kepada Rasul dan Ulil Amri diantara kalian.” (QS. An-Nisa : 59)

    Ulil Amri diantara orang-orang beriman bukanlah jabatan politis melainkan sebagai penerus kepemimpinan Nabi yang memimpin umat Islam sedunia dalam beribadah kepada Allah. Mengajak umat dalam menegakkan syariah. Misi mulia yang hanya terwujud bagi orang-orang yang beriman yang ingin menegakkan syariah islam secara kaffah.

    Maka fitrah manusia akan terpelihara dan sisitem kehidupan yang rahmah akan tercapai jika muslimin mengamalkan Islam secara Kaffah, hidup berjama’ah dan terpimpin oleh seorang imam. Maka tegaknya khilafah alaa minhajin nubuwwah sebagai wadah kesatuan umat sedunia adalah kewajiban muslimin dimanapun berada (Tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Baqarah : 30). Maka janganlah kita menunda untuk menggapainya.

    (Ust. Agus Priono MS./khutbah Idul Fitri 1434H)

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism