Selasa, 24 Desember 2013

  • Kedudukan Wanita Dalam Islam

    Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
    فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنكُم مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ بَعْضُكُم مِّن بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ثَوَابًا مِّنْ عِندِ اللَّهِ وَاللَّهُ عِندَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ
    “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik". (Q.S. Ali Imran [3]: 195)

    Asbabun Nuzul

    Dalam sebuah riwayat bahwa Umu Salamah berkata, “Wahai Rasulullah, Saya tidak mendengar Allah menyebut khusus kaum wanita dalam Al-Qur’an mengenai peristiwa hijrah.” Maka Allah menurunkan ayat ini. (H.R. Tirmidzi, Al-Hakim, dan Ibnu Abi Hatim).

    Melalui ayat ini Allah menjelaskan bahwa dunia ini tidak didominasi oleh orang laki-laki. Kaum wanita pun memiliki peran yang sangat penting. “Sebagian kalian adalah sebagian yang lain.” Artinya semua pekerjaan dalam masyarakat adalah perpaduan antara kerja laki-laki dan wanita. Laki-laki berasal dari laki-laki dan wanita dan demikian pula wanita berasal dari laki-laki dan wanita. Amal mereka semua akan diterima oleh Allah dan tidak akan disia-siakan. Laki-laki dan wanita di hadapan Allah kedudukannya sama, tidak ada kelebihan yang satu dari yang lain tentang penilaian iman dan amalnya.

    Inilah pandangan Islam terhadap kaum wanita. Sebelum Islam datang, kaum wanita dalam keadaan teraniaya, tidak berharga, dihina dan diperbudak. Ini terjadi pada semua bangsa di dunia. Dan hal itu dibenarkan oleh hukum dan undang-undang bangsa tersebut, bahkan menurut agama Yahudi dan Nasrani sekalipun.

    Allah menggambarkan bagaimana reaksi orang arab ketika isterinya melahirkan bayi wanita, sangat marah, mengurung diri, merasa terhina bahkan berupaya menguburkan bayinya (Q.S. An-Nahl [16]: 58-59). Tetapi Allah jelaskan, pada akhir ayatnya “Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.”

    Kondisi kaum wanita seperti ini terus berlangsung hingga Islam datang memperbaiki dan mengangkat kedudukan mereka. Dalam rangka memperbaiki dan mengangkat kedudukan kaum wanita, Islam menggariskan pokok-pokok ajaran antara lain:

    Menetapkan wanita adalah manusia

    يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
    “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. Al Hujurat [49]: 13)

    Pada ayat yang lain Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
    يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا 
    “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; ...(Q.S. An Nisaa [4]: 1)

    Pada saat itu di beberapa negara kaum pria berselisih mengenai status wanita. Apakah wanita termasuk manusia yang mempunyai jiwa dan roh seperti pria atau tidak? Apakah wanita boleh diajari agama atau tidak. Kalau boleh, sahkah atau diterimakah ibadahnya atau tidak? Untuk menyelesaikan pendapat-pendapat soal status wanita, maka sebuah konferensi yang diselenggarakan di Roma menetapkan bahwa wanita adalah binatang najis, tidak mempunyai roh dan tidak bisa hidup kekal, akan tetapi mereka diwajibkan beribadah dan menjadi pelayan kemudian mulutnya harus diberangus seperti unta dan anjing galak agar tidak bisa tertawa dan berbicara, sebab mereka itu perangkap setan.

    Memerintahkan wanita menutup aurat

    Allah Ta’ala berfirman:
    يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
    “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al Ahzab [33]: 59)

    Jilbab adalah pakaian yang menutup seluruh tubuh. Pakaian islami yang diwajibkan atas wanita adalah semua pakaian yang tidak membentuk lekuk tubuh, tidak transparan dan tidak menyerupai laki-laki.
    Di samping itu kaum wanita diwajibkan memakai kerudung. Sebagaimana firman-Nya: Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya… (Q.S. An Nur [24]: 31)

    Khimar adalah kain penutup kepala sedang al-jaib bagian pakaian yang terbuka di atas dada.

    Adapun soal cadar, para ulama berselisih pendapat tentang pemakaiannya. Jumhur ulama tidak mewajibkan wanita memakai cadar. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya… (Q.S. An Nur [24]: 31)

    Jumhur ulama di kalangan sahabat menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘apa yang biasa tampak’ adalah wajah dan telapak tangan. Penafsiran ini diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas dan Anas bin Malik, Aisyah Radhiyallahu ‘Anhum.

    Di lain pihak ada sebagian ulama yang berpendapat, seorang wanita muslimah wajib mengenakan cadar dengan alasan hadis di atas adalah dhaif. Di samping itu mereka berpegang pada hadis dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, ‘Rombongan-rombongan haji melintasi kami yang sedang dalam keadaan ihram bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Jika salah satu rombongan itu sejajar dengan kami, maka setiap kami akan menurunkan jilbabnya dari arah kepalanya untuk menutup wajahnya. Bila mereka telah menjauh dari kami, maka kami membuka wajah kami kembali. (H.R. Abu Daud dan Ibnu Majah)

    Al-Qur’an tidak menentukan bentuk pakaian wanita secara detail. Yang ditekankan adalah menutup aurat. Maka bentuk (mode) pakaian dapat sesuai dengan waktu dan tempat.

    Memberikan warisan kepada wanita

    Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. (Q.S. An Nisaa : 7)

    Ayat ini adalah kunci dalam masalah waris. Ia merupakan ayat pertama yang berbicara tentang implementasi waris secara prinsip sesuai dengan urutannya dalam Al-Qur’an. Intinya masing-masing pihak yang memiliki pertalian nasab berhak mendapatkan bagian dari harta pusaka, besar maupun kecil sesuai dengan ketentuan yang dijabarkan secara detail di dua ayat sesudahnya yaitu ayat 11 dan 12. Imam Al-Qurthubi dalam Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, mengemukakan bahwa tiga ayat ini (7, 11 dan 12) merupakan salah satu rukun Ad-Din (pilar agama), penguat hukum, dan induk ayat-ayat Al-Qur’an.

    Membatasi jumlah isteri

    Allah berfirman: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. An Nisaa [4]: 3)

    Sebelum ayat ini turun, pria Arab, Yahudi, dan bangsa-bangsa lain mengambil wanita sebagai isteri sekehendak hati, jumlahnya tidak terbatas dan sama sekali tidak disyaratkan adil terhadap isteri-isterinya. Maka datanglah ayat di atas, menentukan batas, pria tidak boleh beristeri lebih dari empat orang dan bagi pria yang ragu dirinya tidak dapat berlaku adil terhadap isteri-isterinya, diwajibkan agar beristeri satu saja.

    Menghormati kaum ibu

    Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa:

    “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (Q.S. Al Ahqaf : 15)

    Imam Bukhari meriwayatkan, bahwa Rasulullah menyatakan ibu disebut sebanyak tiga kali dibanding bapak yang hanya satu kali untuk di pergauli dengan baik oleh anaknya.

    Ketika menyebutkan hadis ini, Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan, “Ibnu Bathal berkata, “Hadis tersebut menunjukkan bahwa hendaknya seorang ibu mendapatkan tiga kali lipat dari pada seorang ayah dalam hal berbakti. Hal ini dikarenakan seorang ibu mengalami kesulitan saat mengandung, melahirkan, dan meyusui. Ketiga hal ini merupakan bagian yang hanya dirasakan oleh ibu. Sedangkan ayah hanya terlibat dalam mendidik anak.” Hal inilah yang diisyaratkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam firman-Nya: (Q.S. Luqman [31]: 14)

    Ayat dan hadis di atas adalah sebagian dalil yang menunjukkan bahwa syariat Islam sangat menghargai dan memuliakan seorang ibu.

    Wallahu A’lam bis Shawwab.

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism