Rabu, 15 Januari 2014

  • Menta’ati Allah dan Rasul-Nya

    Ilustrasi Taat 
    Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
    مَّن يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَن تَوَلَّىٰ فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
    yang artinya:  “Barang siapa yang metha’ati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah mentha’ati Allah. Dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketha’atan itu), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara bagi mereka." (QS An-Nisa [4] : 80).

    Pengaturan yang baik dalam mengelola umat perlu menetapkan peraturan yang baik dan ditha’ati oleh ummatnya. Bahwa ajaran Islam Allah turunkan kepada manusia bukan hanya untuk mengatur masalah pribadi manusia. Akan tetapi juga mengatur masalah sosial kemasyarakatan. Mulai dari tatacara berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat hingga bersosialiasi ke masyarakat dunia. Dan semuanya saling kait-mengait, ikat-mengikat, bagai rantaiyang tak terputuskan.

    Perkara shalat umpamanya, walaupun itu ibadah fardhu ‘ain, wajib bagi tiap-tiap pribadi muslim. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, diatur dengan shalat berjama’ah. Penetapan ibadah shaum Ramadhan dan hari raya, tidak masing-masing melaksanakan sendiri-sendiri. Tetapi ada manajemen kepemimpinan yang mengaturnya. Demikian halnya zakat sampai masalah terbesar yakni jihad fi sabilillah, semuanya teratur dan terpimpin, tertib dan sentral kepemimpinan kaum muslimin. Di bawah kepemimpinan dan ketha’atan kepada Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi  Wasallam. Yang kemudian sepeninggal beliau, dilanjutkan dengan ketha’atan kepada Khalifah atau Amirul Mukminin atau Imaamul Muslimin.

    Artinya : “Barangsiapa yang tha’at kepadaku maka sungguh ia telah tha’at kepada Allah. Dan Barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah, dan barangsiapa tha’at kepada amir berarti ia tha’at kepadaku dan barangsiapa bermaksiat kepada amir berarti ia bermaksiat kepadaku”. (HR Bukhari dan Muslim).

    Ketha’atan selama haq dan dengan penuh keikhlasan.

    Kemudian Allah melanjutkan pada ayat berikutnya,
    وَيَقُولُونَ طَاعَةٌ فَإِذَا بَرَزُوا مِنْ عِندِكَ بَيَّتَ طَائِفَةٌ مِّنْهُمْ غَيْرَ الَّذِي تَقُولُ وَاللَّهُ يَكْتُبُ مَا يُبَيِّتُونَ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ وَكِيلً
    Artinya : “ Dan mereka mengatakan, "(Kami siap) tha’at." Tetapi, apabila mereka telah pergi dari sisimu (Muhammad), sebagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah mencatat siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah dari mereka dan bertawakalah kepada Allah. Cukuplah Allah yang menjadi Pelindung."  (QS An-Nisa [4] : 81).

    Ayat ini memberikan peringatan akan bahaya orang-orang  yang acapkali membuat keputusan sendiri di luar keputusan yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah. Di antara mereka terdapat kelompok yang lemah imannya yang pada lahiriyahnya bersama kaum muslimin yang sama-sama bermubaya’ah kepada Rasulullah Shallalalhu ‘Alaihi Wasallam.

    Karena dalam pertemuan rahasia di malam hari mereka mengambil keputusan lain dan berupaya melakukan konspirasi terhadap ketha’atan kepada Rasulullah Shallalalhu ‘Alaihi Wasallam. Bagaimana cara menghadapi mereka yang bersyahadah di hadapan beliau? Rasulullah sangat mengenali mereka dan tidak merasa cemas terhadap konspirasi mereka. Karena Allah memantau ucapan dan keputusan mereka dan pasti dapat dipatahkan tepat pada waktunya. Karena Islam ini, wadah Jama’ah ini milik Allah. Maka Allah-lah yang berhak membuat keputusan-Nya.

    Lanjutan ayatnya :
    أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
    Artinya : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS An-Nisa [4] : 82).

    Pada prinsipnya, salah satu dari mukjizat al-Quran adalah kekuatan dan nilai-nilai  agung yang terkandung di dalam setiap ayat-ayatnya. Membacanya berpahala, menghafalkannya menambah kebaikan, mengahayati mentadabburinya menambah keimanan, dan mengamalkannya memperkokoh ketha’atan.

    Allah pun menjaga keagungan Al-Quran antara lain dengan terlahirnya para hufadz penghafal Al-Quran di setiap waktu dan tempat. Sejak jaman nabi, sahabat, tabi;in hingga kini. Di tempat damai, di medan perang, selalu hadir para penghafal Al-Quran. Karena itu sudah menjadi ketentuan-Nya.
    إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
    Artinya : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”(QS Al-Hijr [15] : 9).

    Bagaimana menjaga kesolidan dan ketha’atan?

    Dengan mengembalikan permaslahan kepada Ulil Amri di antara kaum mukminin. Seperti ayat berikutnya :
    وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَىٰ أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا
    Artinya : “Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka langsung menyiarkannya. Padahal apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri). Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu)." (QS An-Nisa [4] : 83).

    Sabar dan nasihat, tetapi tidak lari dari ketha’atan.

    “Barangsiapa melihat pada amirnya suatu yang ia benci, hendaklah ia shabar, karena barangsiapa yang memisahkan diri sejengkal dari Al-Jama’ah dan ia mati, maka matinya adalah mati jahiliyah. (HR Bukhari dan Muslim).

    “Sebaik-baik pimpinan bagi kalian adalah : Pemimpin yang kalian cintai dan merekapun mencintai kalian. Kalian mendoakan mereka dan merekapun mendoakan kalian. Dan sejelek-jelek pemimpin bagi kalian adalah pemimpin yang kalian benci dan merekapun membenci kalian, kalian melaknat mereka dan merekapun melaknat kalian. Kami bertanya : Wahai Rasulullah apakah kita tidak mengangkat pedang (memberontak) saja pada saat demikian ? Beliau bersabda : jangan memberontak, selama mereka mendirikan shalat bersama kalian. Ketahuilah, barangsiapa yang dipimpin pemimpin dan ia melihatnya bermaksiat kepada Allah, maka hendaklah Ia membenci maksiat yang dilakukannya, akan tetapi jangan sekali-kali mencabut tangan dari mentha'atinya”. (HR Muslim). -

    Karena itu, dengan semangat bulan Rabiul Awwal, hendaknya kecintaan kita terhadap Allah dan Rasul-Nya, Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bukan semata seremonial belaka dengan acara-acara yang jauh dari tuntunan-Nya. Melaksanakan semua perintah Allah yang telah Rasulullah SAW ajarkan dan contohkan menjadi sebuah keniscayan pembuktian cinta dan ketaatan kita kepada keduanya.

    Wallahu A’lam bis Shawwab.

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism