Rabu, 11 Desember 2013

  • Syariat Bai'at dalam Islam

    Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman yang artinya,  “Bahwasanya orang-orang yang ber-bai’at (berjanji setia) kepadamu, sesungguhnya mereka ber-bai’at kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka. Maka barang siapa yang melanggar bai’at-nya, niscaya akibat pelanggaran itu akan menimpa pada dirinya sendiri. Dan barang siapa yang menepati bai’at-nya kepada Allah, maka Allah memberinya pahala yang besar (surga).” (QS. Al-Fath (48): 10).
    Ilustrasi Bai'at

    Ayat ini adalah salah satu ayat yang mengabarkan tentang syariat “bai’at”, yaitu jual beli atau janji setia kepada Allah melalui perantara khalifah/imarah/pemimpin.

    Tidak seperti syariat shalat, semua Muslim mengenal dan tahu apa itu shalat dan bagaimana tata cara pelaksanaannya. Namun syariat bai’at, masih banyak yang belum mengetahui.

    Bahkan, sebagian dari yang mengetahui, lebih memilih menjauhi orang-orang yang melaksanakan syariat bai’at, karena telah tercitra bahwa bai’at adalah syariat yang berhubungan atau identik dengan kelompok-kelompok garis keras yang menebar teror dengan aksi-aksi peledakan. Ini anggapan yang salah dan harus diluruskan.

    Bai’at adalah syariat sumpah setia kepada Allah (QS. Al-Fath (48): 10). Bai’at adalah syariat untuk mentaati Allah Subhana Wa Ta’ala, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan ulil amri (QS. An-Nisaa’ (4): 59). Bai’at adalah transaksi jual beli dengan Allah (QS. At-Taubah (9): 111). Bai’at adalah syariat yang tidak bisa dipisahkan dari syariat jama’ah imamah (sistem kepemimpinan kaum muslimin) sebagaimana atsar Umar bin khaththab radhiyallahu ‘anhu. Bai’at adalah ciri khas seorang Muslim (al-Hadits).

    Pemahaman yang mengatakan bahwa syariat bai’at hanya berlaku pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, adalah pemahaman yang keliru dan harus dikaji ulang. Karena setelah Rasulullah wafat, syariat bai’at tetap dilaksanakan oleh para sahabat.

    Dari Az Zuhri, telah mengkabarkan kepada kami Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ia mendengar khutbahnya Umar yang akhir ketika ia duduk di atas mimbar. Waktu itu pagi hari ketika wafatnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Kata Umar: “Sesungguhnya Abu Bakar telah diangkat menjadi pimpinanmu, maka berdirilah kamu semua dan ber-bai’at-lah kepadanya.” (HR. Bukhari).

    Para ahli ilmu setidaknya membagi bai’at menjadi 3 macam, yaitu:

    Bai’at masuk Islam. 
    Dari Mujasyi bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ia dan anak saudaranya datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hendak berbai’at untuk hijrah. Maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Janganlah (berbai’at untuk hijrah), akan tetapi berbai’atlah untuk Islam, karena sesungguhnya tidak ada hijrah sesudah Fathu Makkah (Pembebasan Makkah), dan mengikutinya dengan kebaikan.” (Shahih Ahmad).

    Bai’at imarah (imam/khalifah/pemimpin). 
    Bai’at untuk mengangkat seorang khalifah/imaam. Dari Abdurrahman bin Abdu Rabbil Ka’bah dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Barang siapa membai’at seorang imam, lalu ia memberikan telapak tangan dan buah hatinya, maka berikanlah kepadanya apa yang ia mampu. Maka jika datang yang lainnya untuk merebut, maka pukullah batang lehernya.” (HR. Abu Dawud – Muslim).

    Bai’at duniawi. 
    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ”Tiga golongan manusia yang tidak akan berbicara Allah kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan membersihkannya dan bagi mereka siksa yang pedih, yaitu: 

    (1) seseorang yang kelebihan air di tengah jalan, tidak diberikan ke ibnu sabil. (2) Seseorang yang berbai’at kepada imam, tidaklah ia berbai’at kecuali karena dunia, jika diberinya apa yang diingininya, ia sempurnakan bai’atnya dan jika tidak diberinya, ia tidak menepatinya. (3) Seseorang yang berjualan dengan barang jualannya sesudah Ashar, kemudia bersumpah atas nama Allah, sungguh akan diberikannya sekian dan sekian lalu dibenarkannya, kemudian diambil tapi tidak diberikannya.” (HR. Bukhari – Ahmad).

    Syariat bai’at adalah syariat Islam yang juga harus dilaksanakan secara wajar dan terbuka, sebagaimana melaksanakan syariat yang lain. Bai’at adalah bagian dari sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabat.  Maka itu Rasulullah memberi kabar gembira bagi mereka yang melaksanakan sunnahnya.

    Dari Sa’id al-khudry radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  pernah bersabda, “Barang siapa makan (makanan) yang baik, dan beramal di dalam sunnah, dan selamat manusia dari kejahatannya, masuk surga.” (HR. Ad Daruquthny, sahih Al Hakim).

    Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Enam (macam orang) yang mengutuk saya kepada mereka dan Allah mengutuk mereka (juga), padahal tiap-tiap Nabi itu diperkenankan (permohonannya), yaitu: 

    (1) orang yang menambahi kitab Allah, (2) orang yang mendustakan ketentuan Allah, (3) orang yang mengalah kepada pemerintahan yang sombong (kejam), (4) lalu dengan itu ia memuliakan orang yang direndahkan Allah dan merendahkan orang yang dimuliakan Allah, (5) orang yang menghalalkan dari pada keturunan saya yang telah Allah haramkan, dan (6) orang yang meninggalkan sunnah saya.” (HR. At-Tirmidzi, Al-Hakim, hadits sahih).

    Namun alhamudulillah, syariat bai’at ini masih dipraktekkan oleh sebagian umat Islam, sehingga syariat yang begitu menguntungkan ini tidak hilang sama sekali. 

    Wallahu A’lam bis Shawwab.

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism