Kamis, 15 September 2016

  • Fungsi Zakat dalam Menyejahterakan Umat (bagian 1)

    Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutu-kan-Nya, (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.” (Qs. Fushilat [41]: 6-7)

    Surat Fushilat adalah rangkaian kedua dari tujuh surat yang dinamai Surat Hawamim yaitu surat-surat yang dimulai dengan Fawatihus Suwar Haa-Miim: 1. Al-Mu’min (Ghafir), 2. Fushilat, 3. Asy-Syura, 4. Az-Zukhruf, 5. Ad-Dukhan, 6. Al-Jatsiyah, 7. Al-Ahqaf.

    Al-Qurthuby meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Hawamin adalah perhiasan Al-Qur’an”

    Abdullah bin Abbas berkata: “Sesungguhnya segala sesuatu memiliki inti dan sesungguhnya inti Al-Qur’an adalah “alu hamim”.”

    Pada dua ayat di atas mengancam orang-orang yang tidak membayar zakat dengan kata wail yang artinya “kebinasaan” dan “kesengsaraan” yang menimpa akibat pelanggaran dan kedurhakaan. Ada juga ulama yang mengartikannya sebagai lembah di dasar Neraka Jahannam. Ada juga yang memahaminya dalam arti ancaman kecelakaan tanpa menetapkan waktu dan tempatnya. Ini berarti bahwa kecelakaan itu dapat menimpa pendurhaka di dunia atau di akhirat.

    Dengan demikian, dua ayat di atas merupakan ancaman bagi orang yang tidak membayar zakat bahwa mereka akan mendapat kesengsaraan di dunia dan di akhirat dan mereka dikategorikan sebagai orang musyrik. Menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi korelasi antara orang yang tidak mau membayar zakat dan orang musyrik karena mereka sama, tidak memercayai adanya hari kebangkitan dan hari pembalasan. Ketika menafsirkan ayat ini beliau mengambil kesimpulan:

    “Kehancuran dan kerusakan bagi orang yang menyekutukan Tuhannya dan tidak membersihkan jiwanya dari noda-noda kehinaan yang penyebab utamanya adalah kebakhilan terhadap harta dan membiarkan fakir miskin lapar serta mengingkari hari kebangkitan dan pembalasan.”

    Para ulama berbeda pendapat tentang makna zakat pada ayat ini. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang dimaksud zakat pada ayat ini adalah zakat harta. As-Suddy mengatakan, yang dimaksud dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala -yang artinya-: “Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya, (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.” (Qs. Fushilat [41]: 6-7), yaitu orang yang tidak menunaikan zakat hartanya.

    Pendapat ini juga diikuti oleh Qotadah dan Ibnu Jarir. Sebagian ulama berpendapat, yang dimaksud zakat pada ayat ini adalah kesucian jiwa dari akhlak yang tercela dan yang terpenting adalah membersihkan jiwa dari kemusyrikan karena zakat harta baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah sedang kedua ayat di atas adalah Makiyyah (ayat yang turun sebelum hijrah).

    Pengertian zakat seperti ini semakna dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :

    “Maka katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan).” (Qs. An-Nazi’at [79]: 18)

    Demikianlah menurut pendapat Ikrimah, Ali bin Abu Thalhah dalam riwayat yang berasal dari Abdullah bin Abbas.

    Ada juga pendapat yang mengompromikan dua pendapat di atas, benar bahwa ayat di atas adalah Makiyyah tetapi tidak mustahil bila hukum asal zakat telah disyariatkan di Makkah sedang mengenai nisab dan takarannya baru ditetapkan di Madinah.

    HIKMAH ZAKAT
    Terlepas dari perbedaan pandangan para ulama tentang pengertian zakat pada ayat ini, yang jelas zakat memiliki hikmah yang penting dalam syariat Islam, antara lain sebagai berikut.

    Pertama, Berzakat Merupakan Wujud dari Keimanan kepada Allah akan Kebenaran Ajaran-Nya

    Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Jika mereka bertaubat, mendirikan solat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (Qs. At-Taubah [9]: 11)

    Kedua, Zakat Membersihkan, Menyucikan dan Menenteramkan Jiwa Orang yang Melakukannya

    Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. At-Taubah [9]: 103)

    Menurut Ibnu Katsir yang dimaksud dengan “berdoa” pada ayat ini adalah mendoakan agar orang yang berzakat mendapat kebaikan dan dosa-dosanya diampuni oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

    Ketiga, Zakat akan Menambah dan Mengembangkan Harta

    Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Tidaklah seseorang bersedekah dengan suatu sedekah dari hasil usaha yang halal dan baik, sedang Allah tidak menerima kecuali yang baik. Melainkan sedekah itu disambut oleh Allah Yang Maha Pengasih dengan Tangan Kanan-Nya walaupun hanya sebiji kurma maka ia akan tumbuh berkembang di Telapak Tangan Allah Yang Maha Pengasih, sehingga akan lebih besar dari sebuah gunung sebagaimana seseorang kalian menernakkan anak kudanya atau anak untanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

    Keempat, Zakat Mendorong Umat Islam Bekerja Keras

    Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu...” (Qs. At-Taubah [9]: 105)

    Setelah Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyari’atkan zakat (Qs. At-Taubah [9]: 103), pada ayat ini Allah memerintahkan umat Islam untuk bekerja. Ayat ini mengisyaratkan agar umat Islam bekerja keras sehingga dapat mengeluarkan hasil sehingga mereka dapat menunaikan zakat.

    Wallahu a’lam bishshowwab Nasehat Imamul Muslimin Ust. Yaksyallah Mansur.

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism