Menyampaikan Isi Risalah Kenabian

Rabu, 24 April 2013

  • Taqwa, Pondasi Rumah Tangga


    Innalhamdalillah nahmaduhu wanasta’inuhu wanastaghfiruhu wana’udzubillah min syururi anfusina wa min sayyiati a’malinaa......

    Muqaddimah di atas adalah Khutbah Nikah yang dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Abdullah bin Mas’ud, demikian menurut riwayat Ashab as-Sunan dengan lafadz Ibnu Majah.

    Pada Khutbah Nikah tersebut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membacakan empat ayat Al-Qur’an dari surat yang berbeda yaitu Surat Ali Imran, 102; Surat An-Nisa, 1; dan Surat Al-Ahzab, 70-71; yang semuanya mengandung anjuran taqwa. Taqwa sebagaimana pengertian umum yang telah kita ketahui yaitu melaksanakan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Khutbah ini menunjukkan bahwa taqwa merupakan pondasi utama dalam rumah tangga. Inilah yang difahami oleh cucu beliau Hasan bin Ali Radhiyallahu ‘Anhuma.

    Menurut Al-Ghazali ada seorang laki-laki datang kepada Hasan bin Ali Radhiyallahu ‘Anhuma dan berkata, “Anak perempuan saya dipinang oleh banyak orang, kepada siapakah harus saya berikan?” Hasan menjawab, “Nikahkanlah puterimu dengan orang yang bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau dia menyenangi puterimu maka dia akan menghormatinya dan kalau dia sedang tidak senang, dia tidak akan mendzaliminya.”

    Demikianlah pentingnya taqwa bagi kehidupan berumah tangga. Bagaimana sikap orang bertaqwa itu? Mari kita renungkan rangkaian ayat yang dibaca oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di atas.

    Takwa yang Benar

    (Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. – Q.S. Ali Imran [3]: 102).

    Pada ayat pertama (Q.S. Ali Imran, 102), Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengingatkan kepada kita semua, khususnya mempelai berdua untuk bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benarnya taqwa. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan bahwa taqwa dengan sebenar-benarnya adalah, “Mentha’ati Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak memaksiati-Nya, mensyukuri-Nya dan tidak mengkufuri-Nya, selalu mengingat-Nya dan tidak melupakan-Nya.” (H.R. Ibnu Mardawaih).

    Oleh karena itu, tha’atilah Allah Subhanahu wa Ta’ala, jangan memaksiati-Nya, syukurilah semua nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala walau sekecil apapun adanya, jangan diingkari dan ingatlah selalu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, jangan melupakan-Nya, insya Allah rumah tangga akan berbahagia.

    Menurut Ibnu Abbas, “Taqwa dengan sebenar-benarnya” adalah berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala secara maksimal dan tidak takut terhadap celaan manusia dalam menegakkan kalimat Allah Subhanahu wa Ta’ala serta berani bersikap jujur walau terhadap diri sendiri dan keluarga sendiri.

    Oleh karena itu, jadikanlah rumah tangga tempat penyemaian benih-benih mujahid yang tidak takut terhadap celaan manusia dalam menegakkan kalimat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berani bersikap jujur walau terhadap diri sendiri dan keluarga, sebagaimana hal ini diterapkan oleh orang tua anda terhadap anda selama ini.

    Apabila nilai-nilai ini dapat dipelihara maka orang tua akan mantap dan tenang melepaskan bahtera rumah tangga Anda ke tengah lautan hidup yang luas tidak bertepi dan dalam tidak terduga ini.

    Taqwa dan Kesatuan

    (Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. – Q.S. An-Nisa : 1).

    Selanjutnya pada ayat kedua (Q.S. An-Nisa, 1), setelah mengingatkan tentang pentingnya taqwa, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengingatkan bahwa semua manusia, di bagian bumi manapun mereka berada adalah satu . Tuhan mereka satu, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berasal nenek moyang yang satu, yaitu Adam Alaihis Salam dan dari Adam Alaihis Salam ini diciptakan pasangannya yaitu Hawa. Dari Adam dan Hawa kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memperkembangkan laki-laki dan perempuan yang banyak.

    Dengan demikian laki-laki dan perempuan pada dasarnya adalah satu. Sama-sama menginginkan yang baik dan tidak menyenangi yang buruk, sama-sama menyenangi yang indah dan membenci yang jelek. Sama-sama menginginkan ketenteraman bukan kegaduhan. Karena laki-laki dan perempuan itu pada dasarnya satu, hendaknya suami memperlakukan isteri seperti memperlakukan diri sendiri begitu juga sebaliknya. Maka ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bicara tentang kewajiban suami terhadap isterinya beliau menjawab:

    (Engkau beri makan dia seperti engkau makan, engkau beri pakaian dia ketika engkau berpakaian, jangan kau pukul mukanya, jangan engkau jelek-jelekan dan jangan engkau diamkan kecuali di dalam rumah)

    Sedang ketika menjelaskan ciri-ciri isteri yang baik, beliau bersabda:(Isteri yang baik adalah perempuan yang menyenangkan ketika engkau melihatnya, yang tha’at ketika engkau memerintahkannya dan apabila engkau tidak di sampingnya dia memelihara harga dirimu dan hartamu).

    Kesatuan rumah tangga adalah gambaran kesatuan masyarakat Islam yang dalam syariat Islam disebut Al-Jama’ah yang merupakan bagian sangat fundamental bagi terealisasinya seluruh ajaran Islam.

    Oleh karena itu jadikanlah rumah tangga sebagai miniatur kehidupan berjama’ah yang akan membawa rahmat bagi semesta alam, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: (Al-Jama’ah adalah rahmat dan berpecah belah adalah adzab. – H.R. Ahmad)

    Taqwa dan Berkata Benar

    (Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. – Q.S. Al-Ahzab : 70-71).

    Pada ayat yang selanjutnya (Q.S. Al-Ahzab, 70-71) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengingatkan bahwa di antara sikap hidup orang bertaqwa adalah selalu berkata benar, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: (…dan katakanlah dengan perkataan yang benar...)

    Dalam kata yang benar itu terkandung kata yang tepat, tidak berbelit-belit, tidak berbeda antara ucapan dengan hati nurani. Apabila kata yang dikeluarkan dari mulut sesuai dengan apa yang tersimpan dalam hati, tidaklah akan timbul kata yang menyakitkan hati.

    Perkataan yang benar, tepat, dan jujur disamping tidak akan menyakitkan hati juga merupakan kekayaan pribadi yang tidak ternilai harganya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

    (Empat perkara yang jika engkau miliki, kayalah engkau walaupun banyak kemegahan dunia yang tidak engkau capai: 1). Memelihara amanat, 2). Berbicara jujur, 3) Perangai yang baik, 4). Dapat mengendalikan selera makan. – H.R. Ahmad).

    Oleh karena itu berbicaralah yang jujur, benar dan tepat kepada isteri. Begitu juga si isteri berbicaralah yang jujur, benar dan tepat kepada suami.

    Pada ayat terakhir (Q.S. Al-Ahzab, 71) Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan faedah berbicara benar, yaitu; pertama, dengan bicara yang benar maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memperbaiki amal kita. Kedua, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuni dosa kita

    Susunan kata dalam ayat ini menunjukkan bahwa memilih kata yang benar dan tepat serta jelas artinya adalah suatu latihan menuju hidup yang jujur dan lurus. Memang hal ini membutuhkan latihan keras terutama kepada diri sendiri. Namun kalau sudah terlatih, amalan-amalan akan bertambah baik materinya dari pada yang dahulu sehingga dosa-dosa akibat kesalahan amal yang terdahulu akan dihapus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana firman-Nya:

    (Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu akan menghapus (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk – (Q.S. Hud: 114)

    Taqwa dan Kemenangan

    Akhirnya ayat ini ditutup dengan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa “Barangsiapa mentha’ati Allah Subhanahu wa Ta’ala maka dia akan memperoleh kemenangan yang besar.”

    Inilah kunci kebahagiaan hidup, khususnya dalam kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu apabila ingin beruntung dan berbahagia dalam berumah tangga jalan satu-satunya adalah bertakwa kepada Allah. Laksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dengan ikhlas tanpa terpaksa maka rumah tanggamu pasti akan berbahagia.

    Akhirnya kami lepas bahtera rumah tangga dengan firman Allah: (Dan Nuh berkata: "Naiklah kalian ke dalam bahtera ini dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya". Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. – Q.S. Hud [11]: 41).

    Teriring doa, (Semoga Allah memberkahi anda dan menetapkan berkah pada anda dan menghimpun anda berdua dalam kebaikan), amin.

    Wallahu A’lam bis Shawwab.
    Oleh : KH. Yakhsyallah Mansur, MA

  • Rabu, 17 April 2013

  • Menjadi Manusia Berprestasi


    Wirianingsih dan Mutamimul Ula, seorang tokoh nasional yang ke-10 anaknya menjadi penghafal Al-Qur’an dan terpotret dalam sebuah buku berjudul “10 Bersaudara Bintang Al-Qur’an” mengatakan bahwa yang dimaksud prestasi itu adalah hasil capaian atas usaha yang telah dilakukan seseorang. Prestasi menggambarkan dinamika perjalanan hidup seseorang atau suatu bangsa. Bagi Umat Islam, prestasi adalah suatu keniscayaan. Tanpa prestasi, umat Islam tidak akan pernah mendapatkan kehormatan (izzah) di mata umat lain. Umat Islam pernah mencapai prestasi gemilang pada masa Khulafa’ur Rasyidin, Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah dimana ketika itu Baghdad menjadi pusat kebudayaan Islam dan peradaban dunia.

    Kekhilafahan Turki Usmani juga menempatkan Istambul sebagai pusat kekuatan militer dunia. Ummat Islam pernah mencapai prestasi gemilang di bidang ilmu pengetahuan pada masa Cordova dan Al-Hambra di Spanyol di bawah kekuasaan Islam. Ketika itu Eropa (barat) masih berada pada masa kegelapan.

    MENGAPA HARUS BERPRESTASI

    Mengapa kita harus berprestasi? Allah SWT telah mengkaruniakan pada kita semua akal yang luar biasa. Bahkan Allah SWT ciptakan hidup dan mati untuk menguji sejauh mana kualitas amal kita (Surah Al Mulk : 2)

    Dalam QS. At-Tin ayat 4 Allah berfirman bahwa kita, manusia, diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kita adalah makhluk terbaik! Berarti kita lebih baik dari malaikat, jin dan syaitan. Betapa berdosanya kita bila kita menyia-nyiakan segala potensi yang telah diberikanNya dan menyerah begitu saja oleh kemalasan.

    Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menyiratkan bahwa kita harus menjadi pribadi yang berprestasi, pribadi yang berusaha untuk terus mendapatkan yang terbaik di dunia dan akhirat. Bahkan Allah menyebut kita sebagai umat yang terbaik sepanjang jaman, seperti firman Allah SWT surah Ali Imran, ayat 110;

    “Kamu adalah umat yang terbaik yang ditampilkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh berbuat yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.

    KARAKTERISTIK MANUSIA BERPRESTASI

    Taufiqurrahman, seorang master dari Omdurman University, Sudan, menyatakan ada beberapa karakteristik yang harus dipenuhi seseorang sehingga ia dapat disebut sebagai pribadi yang berprestasi, yaitu;

    Aqidah yang lurus

    Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada ALLAH SWT, dan tidak akan menyimpang dari jalan serta ketentuan-ketentuanNya. Dengan kelurusan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada ALLAH berfirman dalam Al Qur’an,surah Al-An’aam :162 “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam”.

    Ibadah yang benar

    Selain akidah yang lurus, ibadah yang benar merupakan salah satu pilar utama manusia berprestasi. Manusia yang ingin meraih kesuksesan yang hakiki, harus memiliki pemahaman tentang konsep akidah sesuai dengan tuntunan yang diberikan oleh agamanya.

    Maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk/mengikuti sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh melenceng dari tata cara yang telah diajarkannya.

    Akhlak yang Mulia

    Akhlak yang mulia merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap manusia, baik dalam hubungannya kepada Allah, tuhannya maupun dengan makhluk-makhluk ciptaanNya.

    Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat.

    Wawasan yang Luas

    Wawasan yang luas wajib dipunyai oleh pribadi muslim. Karena itu salah satu sifat Rasulullah SAW adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir. Untuk mencapai wawasan yg luas maka manusia dituntut untuk mencari/menuntut ilmu agar tidak tersesat dalam pengamalannya.

    Fisik yang kuat

    Seorang muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.

    Disiplin Waktu

    Displin menggunakan waktu merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.

    Karena itu setiap muslim amat dituntut untuk disiplin mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.

    Professional

    Professional artinya suatu pekerjaan dilakukan dengan maksimal, sesuai prosedur yang benar dan ditangani oleh ahlinya.

    Teratur dalam suatu urusan termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Dimana segala suatu urusan mesti dikerjakan secara professional dan tepat waktu.

    Apapun yang dikerjakan, profesionalisme harus selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat, berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian secara serius dalam penyelesaian tugas-tugas.

    Mandiri

    Mandiri merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Karenanya pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik.

    Bermanfaat bagi orang lain

    Manfaat yang dimaksud disini adalah manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.Ini berarti setiap muslim itu harus selalu mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya.

    Untuk meraih kriteria Pribadi Muslim yang berprestasi di atas membutuhkan mujahadah dan mulazamah atau kesungguhan dan kesinambungan. Allah Ta’ala berjanji akan memudahkan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh meraih keridloan-Nya.

    Wallahu A’lam bis Shawwab

    Oleh: Widi Kusnadi
    Www.mirajnews.com

  • Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism