Kamis, 20 Februari 2014

  • Hikmah Ujian Sakit

    ilustrasi
    Setiap manusia yang tercipta pasti pernah mengalami sakit dan musibah walau hanya sekali selama hidupnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. Al-Baqaroh : 155-157).

    Sakit dan musibah yang menimpa seorang mukmin mengandung hikmah dan merupakan rahmat dari Allah Ta’ala. Imam Ibnul Qayyim berkata, “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah. Namun akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari. Dan inipun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran ini.” (Syifa-ul Alil fi Masail Qadha wal Qadar wa Hikmah wa Ta’lil hal 452).

    Dalam menyikapi sakit dan musibah tersebut, ada beberapa prinsip yang mesti menjadi pedoman seorang Muslim, antara lain:

    Pertama, sakit dan musibah adalah takdir Allah Azza wa Jalla. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Qs. Al-Hadid : 22).
    Dalam ayat lain Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya, “Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang melainkan dengan izin Allah.” (Qs. At-Taghaabun : 11).

    Kedua, sakit dan musibah adalah penghapus dosa. Ini adalah hikmah terpenting dari diturunkannya sakit dan musibah. Namun, sedikit sekali manusia yang bisa mengambil hikmah dibalik sakit dan musibah termasuk bagi si penerima sakit dan musibah itu sendiri. Ada sebagian orang saat menderita sakit dan menerima musibah justeru dengan mencaci maki, berkeluh kesah, dan putus asa hingga tak sedikit yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, na’uzubillah.

    Padahal Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam banyak ber sabda, antara lain;

     “Tidaklah seorang Muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya.” (HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571).

    “Tidaklah seorang Muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, gundah-gulana hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya.” (HR. Bukhari no. 5641).

    Itulah janji Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada hamba-Nya yang ditimpa keletihan karena bekerja, penyakit, kesusahan hidup, kesedihan akibat ujian yang mendera, gangguan, dan gundah gulana hingga duri yang menusuknya pun akan menjadi wasilah untuk menghapuskannya dari berbagai kesalahan.

     “Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, melainkan ditetapkan baginya dengan sebab itu satu derajat dan dihapuskan pula satu kesalahan darinya.” (HR. Muslim ).
    Ketiga, wajib bersabar dan ikhlas bila ditimpa sakit dan musibah. Apabila sakit dan musibah telah menimpa, maka seorang mukmin haruslah sabar dan ridho terhadap takdir Allah Azza wa Jalla, dan harapkanlah pahala serta dihapuskannya dosa-dosanya sebagai ganjaran dari musibah yang menimpanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

    “Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. Al-Baqaroh : 155-157).

    Dalam beberapa hadis Qudsi Allah Azza wa Jalla berfirman, “Wahai anak Adam, jika engkau sabar dan mencari keridhoan pada saat musibah yang pertama, maka Aku tidak meridhoi pahalamu melainkan surga.” (HR. Ibnu Majah no.1597, dihasankan oleh Syeikh Albani dalam Shohih Ibnu Majah : I/266).

    Maksud hadis diatas yakni apabila seorang hamba ridho dengan musibah yang menimpanya maka Allah ridho memberikan pahala kepadanya dengan surga.

    Hikmah lainnya dari sakit dan musibah adalah menyadarkan seorang hamba yang tadinya lalai dan jauh dari mengingat Allah -karena tertipu oleh kesehatan badan dan sibuk mengurus harta yang melalaikan ibadah- untuk kembali mengingat Rabb-nya. Karena jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit atau musibah barulah ia merasakan kehinaan, kelemahan, teringat akan dosa-dosa, dan ketidakmampuannya di hadapan Allah Ta’ala, sehingga ia kembali kepada Allah dengan penyesalan, kepasrahan, memohon ampunan dan berdoa kepada-Nya, Qs. Al-An’aam : 42.

    Ikhtiar
    Walaupun demikian, apabila seorang mukmin ditimpa suatu penyakit tidaklah meniadakan usaha (ikhtiar) untuk berobat. Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallam bersabda, “Allah tidak menurunkan penyakit melainkan pasti menurunkan obatnya.” (HR. Bukhari no. 5678).

    Dan yang perlu diperhatikan dalam berobat ini adalah menghindarkan dari cara-cara yang dilarang agama seperti mendatangi dukun, paranormal, ‘orang pintar’, dan sebangsanya yang acapkali dikemas dengan label ‘pengobatan alternatif’. Selain itu dalam berobat juga tidak diperbolehkan memakai benda-benda yang haram seperti darah, khamr, bangkai dan sebagainya karena telah ada larangannya dari Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallamyang bersabda :

    “Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah dan janganlah berobat dengan yang haram”. (HR. Ad Daulabi dalam al-Kuna, dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash- Shohihah no. 1633).

    “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada apa-apa yang haram”. (HR. Abu Ya’la dan Ibnu Hibban no. 1397. Dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitabMawaaridizh Zham-aan no. 1172).

    Takhtim
    Sakit dan musibah merupakan pintu yang akan membukakan kesadaran seorang hamba bahwasanya ia sangat membutuhkan Allah Azza wa Jalla. Tidak sesaatpun melainkan ia butuh kepada-Nya, sehingga ia akan selalu tergantung kepada Robb-nya. Dan pada akhirnya ia akan senantiasa mengikhlaskan dan menyerahkan segala bentuk ibadah, doa, hidup dan matinya, hanyalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.

    Wallahu A’lam bis Shawwab.

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism