Kamis, 13 Maret 2014

  • Urgensi Long Life Education Kisah Musa dan Khidir ‘Alaihima Salam

    Allah Subhananhu Wa Ta'ala berfirman :
    فَوَجَدَا عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِّنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا عِلْمًا
    "Lalu keduanya bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. " (QS. Al-Kahfi: 65)

    Menurut Jumhurul Mufassirin (mayoritas ahli tafsir) sejak dari Ibnu Abbas, al-Thabari, al-Qurthubi, Ibnu Katsir sampai penafsir kontemporer Ahmad Musthafa al-Maraghi bahwa yang dimaksud keduanya pada ayat ini adalah Nabi Musa 'Alaihi Salam dan anak muda pengiringnya (pembantunya) Yusya' bin Nun. Sementara yang dimaksud seorang di antara hamba-hamba Kami adalah Nabi Khidhr 'Alaihi Salam. Tetapi penafsir kontemporer yang lain yaitu al-Syahid Sayid Quthb, penyusun Tafsir Fi Dzilalil Qur'an tidak menyebut nama Khidhr ketika menafsirkan ayat ini. Dia hanya menyebut al-abdush shalih (hamba yang shalih) saja. Dia berpendirian demikian sebab di dalam ayat-ayat yang berhubungan dengan kisah ini (QS. Al-Kahfi: 65-82) tidak pernah disebut nama Khidhr. Oleh karena itu, dia merasa lebih baik membiarkan sosok ini tetap rahasia seperti yang termaktub dalam al-Qur'an.

    Siapakah Khidir?

    Sosok Khidhr 'Alaihi Salam yang menurut Jumhurul Mufasirin sebagai nabi yang dijadikan oleh Nabi Musa 'Alaihi Salam sebagai gurunya, telah menimbulkan kontroversi di kalangan ulama sejak dahulu sampai sekarang. Khidhr atau Khadhir atau Khidhir berasal dari bahasa Arab yang berarti hijau. Menurut riwayat Mujahid apabila dia shalat rumput-rumput kering yang di sekelilingnya menjadi hijau. Oleh karena itu, dia disebut Khidhir (hijau). Segolongan orang terutama dari kalangan kaum Shufi mengatakan bahwa dia masih hidup sampai sekarang. Banyak cerita lainnya, tetapi kebanyakan cerita tersebut bearasal dari kisah-kisah israiliyat. Dan tentang beliau masih hidup sampai sekarang, bertentangan dengan frman Allah;

    "Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati..." (QS. Al-Anbiya': 34-35).

    Imam Bukhari dan beberapa perawi hadis yang lain menegaskan Nabi Khidhr 'Alaihi Salam telah meninggal.

    Perjalanan Nabi Musa 'Alaihi Salam Menuntut Ilmu

    Salah satu etika mencari ilmu dalam al-Qur'an adalah bahwa ilmu harus dicari dari sumbernya. Ia harus didatangi walaupun jauh tempatnya dan susah jalannya. Al-Qur'an menceritakan tentang seorang yang bersusah payah menempuh jarak yang sangat jauh, melewati hamparan padang pasir di bawah terik matahari yang membakar dan memakan waktu yang cukup lama untuk menemui orang yang memiliki ilmu yang tidak dimilikinya.

    Orang yang menempuh perjalanan yang sangat sulit itu adalah Nabi Musa bin Imran 'Alaihi Salam, salah seorang nabi pilihan (Ulul Azmi). Nabi yang pernah diajak bercakap-cakap langsung oleh Allah (Kalimullah) serta diturunkan kepadanya Kitab Taurat. Nabi yang berhasil memimpin Bani Israil, bangsa yang sangat degil dan culas, berkat kesabaran dan keteguhan hatinya. Dialah satu-satunya Nabi yang namanya disebut 300 kali lebih dalam al-Qur'an. Dalam pada itu, dia mempunyai sifat-sifat kelemahan sebagai manusia, yaitu lekas penaik darah.

    Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa pada suatu hari, Musa 'Alaihi Salam berpidato di hadapan Bani Israil, tiba-tiba dilontarkan pertanyaan, "Siapakah manusia yang terpandai?" Musa menjawab, "Saya." Allah menegurnya karena perkataan itu, sebab dia tidak mengembalikan ilmu kepada Allah. Lalu Allah berkata kepadanya, "Sesungguhnya ada hamba-Ku di tempat pertemuan dua samudera lebih pandai darimu.”

    Dalam riwayat lain disebutkan, Musa 'Alaihi Salam bertanya kepada Allah, "Seandainya ada di antara hamba-Mu yang lebih pandai dariku, tunjukkanlah kepadaku siapakah dia." Allah menjawab, "Ya, diantara hamba-Ku ada yang lebih pandai darimu." Kemudian Allah menunjukkan tempatnya dan Musa 'Alaihi Salam diizinkan untuk bertemu dengannya.

    Maka berangkatlah Nabi Musa 'Alaihi Salam menuju tempat itu dengan ditemani pembantunya yang masih remaja bernama Yusya ' bin Nun. Orang Yahudi tidak mengakui cerita ini dan mengatakan bahwa Nabi Musa 'Alaihi Salam tidak pernah belajar kepada Nabi yang lain, sekalipun mereka mengakui keberadaan Nabi Khidhr 'Alaihi Salam. Tetapi mereka menolak bahwa Nabi Musa 'Alaihi Salam belajar kepada orang lain karena menurut mereka Nabi Musa 'Alaihi Salam lebih tinggi pangkat, derajat, dan kedudukannya sehingga tidak pantas belajar lagi.

    Kisah antara Nabi Musa dan Nabi Khidhr 'Alaihima Salam ini mengandung banyak sekali hikmah yang dapat diterapkan dalam bidang pendidikan.

    Kisah ini mengisyaratkan bahwa manusia diwajibkan belajar kepada siapa saja yang mempunyai ilmu, dan bermanfaat bagi dirinya sekalipun orang itu lebih muda umurnya dan lebih rendah statusnya. Seperti Nabi Musa 'Alaihi Salam yang memiliki kedudukan yang sangat tinggi rela belajar dengan Nabi Khidhr 'Alaihi Salam sosok yang tidak dikenal di tengah-tengah masyarakat yang statusnya lebih rendah bahkan diperselisihkan kenabiannya.

    Kisah ini juga menunjukkan pentingnya aktif bepergian untuk mencari ilmu. Sejarah tidak pernah mencatat umat manapun selain umat Islam yang demikian aktif mengadakan rihlah (bepergian) untuk mencari ilmu. Imam Bukhari dalam Shahihnya membuat bab khusus yang diberi nama "al-Khuruj fil Thalabil Ilmi." Allamah Khatib al-Baghdadi telah mengarang kitab khusus tentang kisah perjalanan para pencari hadis yang diberi nama "Rihlah fi Thalabil Hadits." Di dalamnya disebutkan keutamaan-keutamaan mencari ilmu dan perjalanan antar para sahabat sendiri untuk saling bertukar pikiran di antara mereka.

    Di antara kisah itu, adalah sebagaimana yang diriwayatkan Jabir bin Abdullah bahwa dia pernah pergi ke Syam, melaksanakan perjalanan sebulan lamanya untuk menanyakan sebuah hadis yang belum pernah dia dengar, dia berkata, "Saya membeli seekor unta untuk menempuh perjalanan jauh. Kutelusuri perjalanan selama sebulan dan sampailah aku di Syam. Kutemui Abdullah bin Unais al-Anshari, dan aku beritahu kepada penjaganya bahwa Jabir bin Abdullah meminta izin untuk bertemu. Kemudian orang itu kembali dan bertanya, "Betul anda Jabir bin Abdullah?" Aku jawab, "Ya, betul." Ia kembali ke dalam dan Abdullah bin Unais keluar langsung memelukku. Aku bertanya, "Aku mendengar bahwa anda mendengar hadis tentang mazhalim (penganiayaan) yang belum pernah aku dengar, aku takut ajal menjemputku sebelum aku mendengar hadis tersebut." Kemudian diucapkan hadis itu." (HR. Bukhari, Ahmad, dan Abu Ya'la)

    Abu Daud meriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah bahwa ada seorang sahabat pergi ke Mesir untuk menanyakan sebuah hadis kepada Fadhalal bin Ubaid.

    Pada suatu hari Ahmad bin Hanbal ditanya oleh seseorang, "Manakah yang lebih baik seorang alim mengajariku atau aku pergi mencari ilmu?" Imam Ahmad menjawab, "Pergi mencari ilmu ke penjuru negeri itu lebih baik sehingga dia dapat langsung bertemu dengan ulama yang ahli.”

    Sementara itu, al-Sya'bi menegaskan, "Bagiku tidak sia-sia perjalanan seseorang dari sudut Syam sampai ke ujung negeri Yaman walau hanya untuk mendengarkan satu kalimat hikmah.”

    Ungkapan yang sangat terkenal di kalangan umat Islam, "Carilah ilmu walaupun sampai di negeri Cina," bahkan ada yang mengatakannya sebagai hadis Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, padahal hanya ucapan para ulama, menggambarkan semangat umat Islam untuk merantau dalam mencari ilmu. Adapun mengapa disebut Cina, karena pada saat itu negeri ini dikenal orang Arab sebagai negeri terjauh yang memiliki peradaban tinggi.

    Kisah di atas juga mengajarkan bahwa mencari ilmu itu tidak mengenal status, kedudukan, dan usia. Kisah ini adalah untuk perbandingan bagi para pemimpin dan orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap orang lain agar tidak berhenti belajar. Nabi Musa 'Alaihi Salam, sebagai seorang telah memiliki kedudukan  sangat tinggi dan usia yang tidak muda lagi tetap memiliki semangat belajar yang tinggi.

    Pernah ditanyakan kepada Amr bin Al'ala', sampai usia berapakah sebaiknya orang belajar? Maka ia menjawab, "Selama hayat di kandung badan, adalah baik untuk belajar." Al-Zarnuji meriwayatkan bahwa orang yang sehat badan dan akalnya sama sekali tidak mempunyai alasan untuk tidak belajar, betapapun usianya sudah lanjut." Ibnu Qutaibah pun meriwayatkan, "Seseorang tetap berilmu selagi ia masih mempunyai kemauan untuk belajar. Tetapi apabila ia telah mengira bahwa ia sudah pandai maka ia telah menjadi orang bodoh." Pada bagian lain, al-Zarnuji meriwayatkan bahwa seorang ulama besar murid Abu Hanifah yang bernama Hasan bin Ziyad memulai belajar ketika usianya telah mencapai 80 tahun.

    Adab Menuntu Ilmu

    Imam Fakhrur Razi mengatakan, “Ketahuilah, ayat ini (Q.S. al-Kahfi: 66) menunjukkan bahwa Nabi Musa memperhatikan adab serta tata cara yang cukup banyak dan lunak ketika ingin belajar dari Nabi Khidir. Tata cara tersebut antara lain:

    Menjadikan dirinya sebagai pengikut Nabi Khidir karena ia mengatakan “Bolehkah aku mengikutimu?”

    Minta izin untuk mengikutinya ketika ia mengatakan, “Apakah engkau mengizinkan agar aku mengikutimu.” Kalimat ini sangat halus untuk sebuah penghormatan.

    Ia mengatakan “Supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar. “ ini membuktikan pengakuan akan kebodohan dirinya di hadapan sang guru. Dan beberapa adab lainnya.

    Dalam satu riwayat Nabi Khidir telah diberitahukan bahwa Musa adalah Nabi Bani Israel yang diturunkan kepadanya kitab Taurat dan yang pernah berkata-kata dengan Allah secara langsung. Dengan kemuliaannya ini, ia meminta agar Khidir mengajarinya ilmu. Kita bisa pahami bahwa Musa saat itu benar-benar orang yang mempunyai kepribadian luhur serta tawadlu. Hal ini sangat sesuai dengan dirinya yang mempunyai banyak ilmu pengetahuan, sehingga dengan ilmunya itu, dia mengerti tata cara yang tinggi dan halus dalam menghormati ahli ilmu.

    Wallahu A’lam bis Shawwab.

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism