Kamis, 05 Februari 2015

  • Bersahabat Dengan Al-Qur’an

    Anak Sahabat Al-Qur'an
    Hidup merupakan Ibadah, perjuangan, jihad dan amal sholeh. Hidup bagaikan menempuh perjalanan, atau bagai mengarungi aliran sungai. Dalam menjalani hidup tidak selamanya mudah dan ringan, terkadang dihadapkan dengan kesulitan. Terkadang kita harus menempuh hutan rimba, jalan berliku, hamparan duri, atau kerikil-kerikil tajam. Apapun kehidupan yang sedang dijalani, sesulit apapun yang harus kita tempuh dan seberat apapun perjuangan yang sedang dihadapi, akan terasa lebih ringan dan damai jika ada sahabat yang selalu setia menyertai, membantu, menghibur dan memberi jalan keluar dalam menghadapi kehidupan ini.

    Sahabat yang sejati yang diturunkan Allah lewat malaikat jibril kepada nabi Muhammad untuk segenap manusia itulah al-Qur’an. Dikarenakan dalam Al-Qur’an kita dapat menemukan panduan hidup yang benar. Sebaliknya apabila kita jauh dari Al-Qur’an dan tidak menjadikannya sahabat kita, maka hidup kita akan mudah diperdaya oleh rayuan dan bujukan setan untuk dijadikan sahabatnya.

    Hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam firman Allah:
    وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
    “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Qur’an), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS. Az-Zukhruf [43] : 36).

    Intinya, dalam kehidupan kita memiliki dua pilihan untuk dijadikan sahabat, Al-Qur’an atau setan. Manakala kita bersahabat dengan Al-Qur’an maka kita akan selamat di jalan Allah. Sebaliknya bersahabat dengan setan kita akan merugi dan jatuh ke lembah kehancuran dan kesesatan. Agar kita terhindar dari persahabatan dengan setan, Al-Qur’an telah memberikan tips yaitu sering-sering membaca ta’awwudz yaitu ungkapan A’udzubillahi minasy-syaithonir rajim. “Aku memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl 98).

    Kita harus bisa bersahabat dengan Al-Qur’an, karena Al-Qur’an adalah mukjizat khalidah (mukjizat abadi). Untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai sahabat karib, tentu kita harus memposisikan dan memperlakukannya seperti kita memperlakukan sahabat. Yakni menjadikannya sebagai teman curhat, mendengar nasehatnya, mengikuti petuahnya dan ingin selalu dekat di sisinya.  Dalam hal ini, bersahabat dengan Al Qur’an dengan selalu mengimani, membaca, menghafal, memahami, mengamalkan dan mengajarkan kembali.  Dengan begitu kita akan memperoleh kebahagiaan hakiki dunia-akhirat.

    Rasulullah Saw menjanjikan, bahwa setiap orang beriman yang bersahabat akrab dengan Al Qur’an, dijamin akan mendapat syafa’at dari Al-Qur’an: “Bacalah Al-Qur’an, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat menjadi pemberi syafa’at bagi orang-orang yang bersahabat dengannya”. (HR. Muslim) Rasulullah Saw bersabda “Bacalah Al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafa‘at bagi pembacanya.” (HR. Muslim dari Abu Umamah).)

    Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS. Al-Ma’idah: 15-16)

    Sungguh pantas, kiranya setiap kaum muslim menjadikan Al Qur’an sebagai sahabat karibnya, yaitu dengan berakhlak sebagaimana akhlak Al Qur’an, menerapkan manajemen hidup yang Qur’ani, cara bergaul ala Al Qur’an. Misalnya tentang perlunya menjaga tali persaudaraan, saling tolong menolong, tidak boleh bercerai-berai, bermusuhan, berkelahi, bunuh-membunuh, caci-mencaci, ghibah. Dan setiap orang selalu berusaha untuk hidup rukun dan damai dengan orang lain.

    Wahai diri… tidakkah kamu malu kepada Allah Swt ? Mengaku cinta kepada-Nya, tetapi tidak merasa senang berinteraksi dengan kalam-Nya. Bukankah ketika manusia cinta dengan manusia lain, dia menjadi senang membaca surat atau sms nya, bahkan berulang-ulang ? Andaikan kamu mengaku mencintai Allah, mengapa kamu begitu berat dan enggan hidup dengan wahyu Allah Swt ? Adakah jaminan bahwa kamu mendapat pahala gratis tanpa beramal shalih ? Infaq cuma sedikit, jihad belum siap, kalau tidak dengan Al Qur’an, lalu dengan apa lagi ? Mulai sekarang, mari kita jadikan Al Qur’an, kalamullah sebagai sahabat terbaik dalam kehidupan kita agar bahagia dunia dan akhirat bertemu dengan Allah Swt.

    SIKAP RASULULLAH SAW DAN PARA SAHABAT TERHADAP AL-QUR’AN

    Di dalam kitab Mabahits fi Ulumil Qur’an Ustadz Dr. Manna Khalil al-Qaththan menggambarkan sikap Nabi Muhammad SAW dan kecintaan beliau kepada Al-Qur’an sebagai berikut : Adalah Rasulullah SAW itu sangat mencintai wahyu, beliau senantiasa menunggu-nunggu datangnya ayat-ayat Allah SWT dengan penuh kerinduan. Sehingga jika turun suatu ayat, maka tidak terasa bibirnya yang mulia itu segera bergerak-gerak menirukan ucapan Jibril as sebelum wahyu itu selesai dibacakan. Sehingga Allah SWT menurunkan ayat yang menjamin Nabi SAW akan hafal seluruh al-Qur’an dan memerintahkan beliau SAW agar sabar mendengarkan dulu sampai ayat tersebut selesai dibacakan baru kemudian mengikutinya (QS al-Qiyamah, 17-18).

    Hal ini begitu membekas dan mempengaruhi para sahabat ra dan para salafus shalih, sehingga mereka mencurahkan perhatian yang sangat besar terhadap ayat-ayat al-Qur’an, dan menjadikannya perintah harian dari Rabb-nya, sebagaimana perkataan salah seorang sahabat mulia Ibnu Mas’ud ra : “Demi Dzat yang tidak ada Ilah kecuali Dia, tidak ada satupun surah al-Qur’an yang turun kecuali aku mengetahui di mana surah itu turun, di musim panas atau di musim dingin, dan tidaklah satu ayatpun dari Kitabullah yang diturunkan kecuali aku mengetahui tentang apa ayat itu turun dan bila ayat itu turun.”

    Perhatian para sahabat dan salafus shalih yang luar biasa besar ini kepada al-Qur’an bukanlah disebabkan karena pada waktu itu tidak ada peradaban lain yang maju dan modern (kerana pada waktu itu dunia telah dikuasai oleh dua super power dengan segala khazanah peradabannya, iaitu Byzantium di Barat dan Kisra di Timur), tetapi focusing tersebut sengaja dilakukan oleh Rasulullah SAW  agar membersihkan jiwa, pola pikir dan kehidupan para sahabat ra, kerana proses kebangkitan sebuah generasi akan sangat tergantung pada apa yang menjadi dasar kebangkitan tersebut. Demikian pentingnya pembersihan mindframe ini sehingga beliau menegur Umar ra, ketika ia membaca al-Qur’an dan Taurat secara berganti-ganti untuk memperbandingkan, kata beliau SAW pada sahabatnya itu : “Buanglah itu! Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada ditangan-Nya, seandainya Musa as masih hidup sekarang, maka tidak halal baginya kecuali harus mengikutiku, akulah penghulu para nabi dan akulah penutup para nabi.”

    Para sahabat adalah generasi yang tumbuh dengan Al-Qur’an, hidup di bawah naungannya, menikmati ayat-ayatnya, berinteraksi dengan nash-nashnya, memahami petunjuk-petunjuknya. Mereka disinari oleh cahaya Al-Qur’an, sehingga mereka menjadi generasi Qur’ani yang unik. Menelaah bagaimana mereka merealisasikan Al-Qur’an dalam kehidupannya membantu kita untuk dapat meneladani mereka dan menempuh jalan yang pernah mereka tempuh. lbnu Mas’ud RA berkata: "Kami sulit menghapal lafadh Al-Qur’an tapi mudah mengamalkannya sedang orang sesudah kami mudah untuk menghapal tapi sulit mengamalkannya."

    Ibnu Umar RA berkata: "Kami melalui masa yang panjang, seseorang diantara kami diberi iman sebelum Al-Qur’an, sehingga surat-surat turun kepada Nabi Muhammad, maka iapun mempelajari halal dan haram, perintah dan larangan dan bagaimana ia harus bersikap. Lalu saya melihat orang yang diturunkan Al-Qur’an sebelum iman, maka ia membaca surat al-Fatihah sampai khatam, tetapi ia tidak tahu apa yang dilarang dan bagaimana harus bersikap, ia membaca Al-Qur’an dan menganggapnya sama dengan buku-buku murahan."

    Beberapa pelajaran yang perlu kita ambil dari sikap – sikap para Sahabat Nabi SAW yang mulia dari interaksi mereka terhadap Al-Qur’an dan selalu dikenang oleh seluruh Umat Muslim dibelahan dunia manapun, diantaranya:

    1.    Membaca dengan benar, mengimani ayat2nya dan mentadabburkannya. Allah Swt berfirman : “Apakah mereka tidak mentadabburkan al-Qur’an? Ataukah dalam hati mereka ada kunci?” (QS Muhammad : 24).

    2. Mencurahkan perhatian yg besar untuk membaca dan mempelajari kandungan al-Qur’an.
    Yang sangat jauh berbeda dengan generasi kaum muslimin saat ini yang demikian jauh dari petunjuk Pemilik dan Penciptanya, yang jangankan memahaminya, membacanya pun seolah tak ada waktu. Maha Benar Allah dengan firman-Nya : “Pada hari di mana berkatalah Rasul : Wahai Rabb-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur’an ini sebagai sesuatu yang ditinggalkan. Dan demikianlah Kami jadikan bagi setiap nabi, musuh-musuh dari orang-orang yang berdosa, dan cukuplah Rabb-mu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.” (QS al-Furqan : 30-31).
    Berkata al-hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya : Yang dimaksud meninggalkan al-Qur’an dalam ayat ini yaitu mencakup : Mengutamakan hal-hal lain daripada al-Qur’an, tidak beriman pada ayat-ayatnya, tidak mentadabburkannya, tidak memahami apa yang ia baca, tidak mengamalkan ayat-ayat yang dibaca, disibukkan oleh syair-syair, pendapat-pendapat dan lagu-lagu. (Tafsir Ibnu Katsir, juz III hal 317)

    3. Menjadikan al-Qur’an sebagai standard kehidupan dan sumber pengambilan hukum dalam tiap aspek kehidupan mereka.

    Wallahu A’lam

    .............................................
    AYO BERPARTISIPASI MEMBANGUN MASJID AN-NUBUWWAH

    Bank Mandiri  :  11400-1075397-1
    Bank Muamalat  : 4760002575
    Bank BRI : 06600-1000-271-302
    Bank BNI Nomor : 03558-74883
    Atas nama Panitia Pembangunan
    CP  Ir. Novirzal S,Pd.  0812 7983342

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism