Kamis, 29 Januari 2015

  • Masyarakat Bertabur Rahmat

    Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
    وَأَعِدُّوا لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
    “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya: sedang Allah mengetahuinya, apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)” (QS. Al-Anfal [8]:60)

    Cita-cita hidup kita di dunia adalah membangun masyarakat muslim yang bertabur rahmat, berwibawa, kuat, kokoh, yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Tetapi juga ditakuti musuh-musuh Allah yang ingin membuat keonaran (dzolim). Masyarakat yang sanggup menegakkan syariat Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk diri, keluarga dan masyarakatnya sebagai bukti kecintaannya kepada Allah dan Rasulnya. Dinamika kehidupannya siang dan malam bersungguh-sungguh untuk membumikan Islam sebagai rahmat Allah, jihad fisabilillah. Dengan harapan Allah berkenan mencintai dan ridha kepadanya.

    Persaudaraan Muslimin
    Hubungan persaudaraan di antara muslimin bagaikan bangunan yang kokoh, dimana satu sama lain saling kuat menguatkan dan terpimpin menurut manhaj Rasullulah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Khilafah. Hal ini yang menjadi ciri khas dan sangat fundamental. Karena masyarakat sekuat apa pun jika tidak terpimpin berdasarkan manhaj Rasulullah sering dimisalkan dengan berbagai ibroh.

    Al Quran mengibaratkan seperti rumah laba-laba, sangat rapuh. Ada yang mengibaratkan sebagai anak ayam yang kehilangan induknya, kebingungan tak ada perlindungan dari berbagai ancaman yang membahayakan.

    Almarhum mantan Menteri Agama, Alamsyah Ratu Prawira Negara pernah memisalkan Muslimin saat ini seperti ayam. Apa pun pestanya, ayam yang disembelih. Ada yang mengibaratkan bagikan gunung pasir, setiap saat bisa berantakan bahkan lenyap hanya oleh angin atau badai.

    Kondisi ini oleh muslimin di seluruh dunia belum disadari. Sehingga walaupun jumlahnya cukup besar kaum muslimin tanpa pimpinan berdasarkan syariat (manhaj nubuwwah), keadaannya terombang-ambing kesana kemari tanpa tujuan yang benar. Bahkan menjadi obyek permainan kafir dan musuh Allah lainnya, mayat-mayatnya bergelimpangan terinjak-injak hina oleh musuh diberbagi belahan dunia.

    Lalu persiapan apa yang harus disiapkan kaum muslimin agar kokoh, kuat seperti bangunan yang saling mengutkan itu? Ada 3 hal yang harus dipersiapkan yaitu: 

    Pertama, persiapan membangun dirinya sendiri. Setiap mukmin harus memiliki rencana yang jelas, apa yang akan dilakukannya dan semua yang dilakukan itu tidak lepas dari ibadah kepada Allah SWT.

    Kedua, persiapan membangun keluarga. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun tarbiyah, baik di rumah maupun di sekolah-sekolah dengan tarbiyah yang diajarkan Rasullullah SAW. Kemudian secara kemasyarakatan dibangun dengan taklim-taklim baik yang dilakukan di rumah-rumah maupun di masjid

    Ketiga, kekuatan ‘kuda perang’. Mencermati ayat dalam surat Al Anfal ayat 60 tersebut, maka seorang muslim secara perorangan maupun secara jama’i wajib terus berusaha secara maksimal mempersiapkan diri menghadapi musuh berupa kekuatan pisik, alat-alat berupa kendaraan, maupun persenjataan termasuk ekonomi. Allah SWT menutup ayat tersebut dengan apa yang engkau infaqkan di jalan Allah pasti akan memenuhi pahalanya tak sedikitpun dikurangi.

    Mempersiapkan diri, keluarga, masyarakat dalam kekuatan guna menggetarkan musuh sangat strategis. Usaha musuh melemahkan muslimin terus tak disadari, seperti hidup santai, bermewah, pesta, bermaksiat dibungkus hiburan, narkoba, permainan laghow (main-main) masih banyak contoh lain.

    Obyek Persenjataan Musuh
    Dari dahulu sampai kapan pun musuh-musuh Allah berusaha mengalahkan mukminin dengan segala kekuatan. Jika muslimin kuat, musuh tak akan dapat mengalahkan, tetapi jika muslimin lemah maka akan terjadi berbagai kehinaan menimpa muslimin karena dikalahkan musuh. Sebagaimana kita lihat kondisi muslimin pada saat ini, kondisi muslimin lemah, tak ada satu imam yang ditaati karena Allah, ukhuwah islamiyah sangat rapuh, mudah dipecah-belah oleh musuh, diadu domba bahkan diciptakan peperangan antara sesama. Tanpa menyadari dijadikan sasaran perdagangan senjata sekaligus muslimin dijadikan obyek uji coba kekuatan senjata musuh. Seperti yang terjadi di Suriah, Palestina, Afghanistan, Iraq dan negeri-negeri muslim lainnya.

    Perlunya Pembakaran
    Aktivitas yang berat, peristiwa demi peristiwa yang merupakan resiko dakwah, tersebarnya kemaksiatan, menjadi tantangan dalam mempersiapkan kekuatan. Ibarat dalam membangun sebuah bangunan, bahan-bahan yang sangat pokok seperti batu, batubata, besi, semen, pasir dll. Semuanya ini ada dan menjadi ada setelah mengalami pembakaran yang sangat tinggi; besi bisa di bentuk karena dipanaskan sehingga dapat di bentuk sesuai dengan kebutuhan manusia. Semen juga dihasilkan dari pembakaran yang sangat tinggi, begitu juga batu bata yang dibentuk sedemikian rupa kemudian dibakar dengan suhu yang tinggi begitu juga dengan yang lainnya. Semua kekuatan dibangun dengan pembakaran.

    Permisalan apa ini…? Seperti halnya Rasullulah mendidik para sahabat ketika diawal-awal Islam tegak, sahabat Nabi Bilal bin Rabah yang di lempar batu di atas padang pasir yang panas oleh tuanya, dipukuli, disiksa, hal ini untuk membuktikan keimannya kepada Allah Ta’ala. Itulah bentuk pembakaran akidah yang di alami dari para sahabat. Ayah ibunya Ammar, yang menjadi syahid justeru menjadi pembakar semangat bagi sahabat yang lain. Bagaimana dengan kita pada saat ini sudaraku…?

    Maka mari kita bentuk diri dan keluarga ini dengan memperbanyak ibadah kepada Allah Ta’ala, memperbanyak latihan mental maupun fisik, berdakwah tentang khilafah dsb sebagai usaha pembakaran agar menjadi manusia yang bertakwa dan dinamis dengan dinamika jihad dalam membumikan rahmat. Dengan demikian masyarakat yang bertabur rahmat dunia akhirat semakin dekat.

    Kesimpulan
    Pertama, cita-cita kita harus tetap hidup dan senantiasa menyala di dalam hati. Cita-cita itu jangan melenceng, sehingga niat untuk membangun masyarakat bertabur rahmat menjadi mustahil.

    Kedua, semuanya membutuhkan persiapan; melalui tarbiyah, ta’lim, infak 5% dari pendapatan kotor, diluar zakat, dan tathowu serta lainnya dengan ruhul jihad menebar rahmat.

    Ketiga, perlunya pelatihan walaupun bersusah payah. Selain itu, harus sanggup menghadapi tantangan dakwah walau berat, karena hal itu hakikatnya adalah pembakaran untuk meningkatkan kualitas iman dan takwa.

    Bismillah, insya Allah dengan izin Allah, kita bisa menjadi Hizbullah sejati.

    Wallahu A’lam

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism