Kamis, 03 Desember 2015

  • Meningkatkan Kualitas Amal Shalih

    Allah Subahanhu Wa Ta’ala berfirman :
    تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
    الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
    Artinya, “Maha Suci Allah yang di tangan-Nya-lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk [67]: 1-2)

    Dua ayat dari surat Al-Mulk di atas adalah peringatan yang sangat mendalam dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala tentang kekuasaan dan kematian.

    Pada ayat pertama, Allah Ta’ala mengingatkan kekuasaan yang sebenarnya hanyalah ada di tangan Allah. Kekuasaan di muka bumi ini, bagaimanapun manusia mengejarnya atau bagaimanapun dia mempertahankanya, bukanlah di yang benar-benar berkuasa. Bagaimanapun raja/presiden memerintah dengan segenap kekuatan bahkan kadang kala dengan kesewenang-wenangan, namun kekuasaan itu hanyalah pinjaman Allah semata-mata. Tidak kekal dan tidak mungkin dipegang seterusnya. Belanda yang menjajah Indonesia selama 350 tahun dan mereka lukiskan kekuasaanya dalam uang yang beredar di negaranya dengan selogan "JE MAINTENDRAI" yang berarti ‘tidak akan aku lepaskan lagi,’ setelah Jepang datang, kekuasaan yang diagung-agungkan selama ratusan tahun tersebut tidak sampai tujuh hari mereka menyerahkan kekuasaanya kepada Jepang dengan tanpa syarat.

    Inilah kekuasaan manusia yang sebenarnya sangat rapuh karena naiknya seseorang menjadi penguasa hanyalah karena pengakuan atau pengangkatan orang lain. Apabila orang tidak mau mengangkat atau tidak mengakui lagi kekuasaanya maka hilanglah kekuasaan itu.

    Dan tidak menjadi satu ambisi bagi umat Islam untuk merebut kekuasaan. Karena kita beramal bukan untuk mencari kekuasaan. Kekuasaan akan diberikan oleh Allah kepada yang mendapat amanah untuk memikulnya. Dan bumi Allah ini telah diwariskan kepada hamba-hamba-Nya yang Sholih. (QS. Al Anbiya [21]: 105)

    Berbeda dengan kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dia berkuasa bukan karena diangkat. Dia berkuasa karena memang berhak berkuasa. Oleh karena itu, orang yang menentang kekuasaan Allah, yang akan jatuh bukan Allah, melainkan yang menentang kekuasan Allah itu.

    Sehingga diyakini bahwa kekuasaan itu mutlak milik Allah, dan akan diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, kepada muslimin, jika mereka melaksanakan syariat Allah dengan sungguh-sungguh. (QS. Ali Imran [3]: 26)

    Pada ayat yang kedua, Allah mengingatkan tentang kematian dan kehidupan, Allah mendampingkan kematian dan kehidupan pada ayat yang sama tetapi Dia menyebutkan kematian lebih dahulu dari kehidupan. Ini adalah peringatan kepada manusia bahwa hidup tidak berhenti hanya di dunia saja tetapi akan berlanjut setelah kematian.

    Tidak seperti orang-orang di luar Islam memandang, bahwa kehidupan hanya sebatas di dunia saja, adapun setelah kematian mereka mengingkari. Inilah pemahaman yang lahir dari isme-isme yang di tebarkan oleh Zionis Yahudi, dengan sekulerisme, ateisme, komunisme dan isme-isme lainnya, Yahudi memotong tali hubungan manusia dengan Allah, sehingga mereka melupakan kehidupan akhirat. Padahal pada hakekatnya dinullah itulah yang hubungan manusia dengan Allah. Sehingga mereka ingat kampung akhirat, banyak beramal tidak melupakanya.

    Pada kenyataanya banyak manusia yang lupa akan mati karena terbuai dengan kenikmatan hidup. Berkenaan dengan hal ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaih Wasallam bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya Allah menghinakan anak Adam dengan mati, dan Allah menjadikan dunia ini negeri untuk hidup, kemudian negeri untuk mati, dan Dia jadikan negeri akhirat untuk meneriman ganjaran dan negeri yang kekal.” (HR. Ibn Abi Hatim)

    Hidup ini akan lebih bermakna manakala kita selalu ingat akan mati. Joel Kover dalam “History and Spirit” menulis, “Hidup yang bermakna adalah kehidupan yang telah menerima orang lain dan mempersiapkan diri untuk mati. Sungguh kesadaran akan adanya kematian, visi tentang bayangan maut, tidak lain daripada menjadikan kehidupan sebagai titik pandang utama.

    Memperbanyak mengingat mati dapat mencegah dari berbuat maksiat dan dapat meluluhkan hati yang keras. Ad-Daqqaq mengatakan, “Siapa yang banyak mengingat kematian, niscaya dia dimuliakan dengan tiga hal; penyegeraan tobat, kepuasan hati, dan ketekunan beribadah. Siapa melupakan kematian, tidak ridho dengan rezki yang cukup, dan kemalasan beribadah".

    Dengan mengingat mati, orang akan selalu berusaha mencari bekal secara maksimal untuk menghadapi kematian. Bekal itu tidak lain adalah amal yang baik atau pada aya ini disebut ahsanu amalan. Hal ini menunjukan bahwa amal akan di nilai oleh Allah Ta’ala apabila amal itu berkualitas biarpun amal itu sedikit bukan amal yang banyak tetapi tidak berkualitas.

    Oleh karena itu, mari kita tingkatkan kualitas amal kita untuk mengisi kehidupan dalam rangka menyongsong kematian. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,

    Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya di antara amal kebaikan orang beriman yang akan mengalir kepadanyasetelah kematiannya adalah : ilmu yang disebarluaskannya, anak shalih yang ditinggalkannya, mushaf Al-Qur’an yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah singgah yang dibanggunnya untuk ibnu sabil, sungai yang dialirkannya, sedekah yang dikeluarkannya semasa sehatnya. Semua itu akan mengalir baginya setelah kematinnya. (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah)

    Inilah diantara amal yang perlu diperhatikan untuk bekal kita menghadapi keamatian karena ketujuh amal ini akan terus mengalir dan berkembang walau pelakunya telah meniggal. Akhirnya marilah kita renungkan pesan para ahli himah, “Di waktu anda lahir, anda menangis, padahal semua orang di sekitar anda tertawa bahagia. Berkhidmatlah kepada manusia, sehingga ketika anda meniggal dunia, semua orang di sekitar anda menangis sedih, padahal anda sendiri tertawa bahagia.”

    Wallahu a’lam bishawab.
    Nasihat Imamul Muslimin Yakhsyallah Mansur












































































  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism