Sabtu, 29 Juni 2013

  • Memurnikan Tauhid


    Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
    قُلۡ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ (١) ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ (٢) لَمۡ يَلِدۡ وَلَمۡ يُولَدۡ (٣) وَلَمۡ يَكُن لَّهُ ۥ ڪُفُوًا أَحَدٌ (٤)/ الإخلاص [١١٢]: ١-٤.

    (Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, (1) Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (2)Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, (3) dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". (4) – Q.S. Al-Ikhlash [112]: 1-4)

    Asbabun Nuzul
    Ada beberapa versi tentang sebab-sebab turunnya surat ini. Tirmidzi, Hakim dan Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab bahwa kaum musyrikin meminta penjelasan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berkata, “Jelaskan kepada kami sifat-sifat Tuhanmu.” Maka turunlah surat ini.Berdasar riwayat ini, sebagian ulama menyatakan bahwa surat ini Makiyah.

    Sementara itu Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa tokoh-tokoh Yahudi di antaranya Kaab bin Al-Asyraf dan Huyai bin Akhtab datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan berkata, “Hai Muhammad, jelaskan kepada kami sifat Tuhanmu yang mengutusmu.” Maka turunlah surat ini. Berdasar riwayat ini, sebagian ulama menyatakan bahwa surat ini Madaniyah. Sebagian ulama yang lain menyatakan bahwa surat ini turun dua kali, sekali di Makkah dan sekali di Madinah.

    Surat ini dinamai Al-Ikhlash yang berarti suci atau murni karena kandungan ayat-ayatnya mensucikan dan memurnikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dari segala sifat yang tidak layak bagi Allah.
    قُلۡ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ / الإخلاص [١١٢]: ١.

    (Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, – Q.S. Al-Ikhlash [112]: 1)
    Ayat pertama menyatakan, “Katakanlah wahai Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa Dia, Tuhan yang wajib ada-Nya dan yang berhak disembah adalah Allah, Tuhan yang Satu (Esa).”

    Kata “Allah” adalah isim ‘alam (nama diri), khusus ditujukan kepada yang wajib disembah secara benar. Nama ini tidak boleh digunakan untuk selain Allah. Orang-orang Arab Jahiliyah jika ditanya mengenai siapakah yang menciptakan langit dan bumi, mereka memberikan jawaban Allah. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
    وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۚ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ/ لقمان [٣١]: ٢٥.

    (Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah: "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. – Q.S. Luqman [31]: 25).

    Begitu juga, jika mereka ditanya siapa yang menciptakan diri mereka, mereka menjawab Allah, Sebagaimana firman-Nya:
    وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۖ فَأَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ/ الزخرف [٤٣]: ٨٧.

    (Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)? – Q.S. Az-Zukhruf [43]: 87)

    Kata “ahad” menurut sebagian ulama berbeda dengan “wahid”. Kata “ahad” tidak dapat menerima penambahan dan tidak termasuk dalam rentetan bilangan. Sedang kata “wahid” dapat menjadi dua, tiga dan seterusnya. Jadi walau arti ahad dan wahid dalam bahasa Indonesia adalah satu, tapi satunya kata ahad dengan kata wahid berbeda. Satu pada kata ahad tidak terdiri dari beberapa unsur sedang satu pada kata wahid dapat terdiri dari beberapa unsur.

    Namun menurut al-Baghawi tidak ada perbedaan antara kata ahad dan wahid karena Ibnu Mas’ud membaca ayat di atas dengan قُلۡ هُوَ ٱللَّهُ الواحِد
    ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ / الإخلاص [١١٢]:٢.

    (Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. – Q.S. Al-Ikhlash [112]: 2)
    Ayat yang kedua menjelaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah tempat bergantung semua makhluk (ٱلصَّمَدُ).

    Sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala pada ayat ini berbentuk ma’rifat (definite) yakni dihiasi dengan alif dan lam berbeda dengan ahad yang berbentuk nakirah (indefinite). Menurut Ibnu Taimiyah kata ahad dalam kedudukannya sebagai sifat tidak digunakan kecuali terhadap Allah berbeda dengan ash-shamad yang digunakan terhadap Allah ataupun yang lain. Hanya saja sebagai tempat bergantung, antara Allah dengan makhluk-Nya memiliki perbedaan yang sangat mendasar. 1) Allah menjadi tempat bergantungnya makhluk tanpa batas (unlimited), 2) Allah tidak memerlukan apa dan siapapun sebagai sandaran.
    لَمۡ يَلِدۡ وَلَمۡ يُولَدۡ / الإخلاص [١١٢]:٣.

    (Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, – Q.S. Al-Ikhlash [112]: 3)
    Ayat yang ketiga adalah untuk membantah kepercayaan orang bahwa Tuhan beranak dan diperanakkan.
    وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَٰنُ وَلَدًا(٨٨)  لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا (٨٩) تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (٩٠) أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَٰنِ وَلَدًا (٩١) وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَٰنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا (٩٢)/ مريم [١٩]: ٨٨-٩٢.

    (Dan mereka berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak" (88) Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, (89) Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, (90) Karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. (91) Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. (92) – Q.S. Maryam [19]: 88-92)

    Orang musyrik Arab mengatakan bahwa malaikat adalah putri-putri Allah, orang Yahudi mengatakan Uzair putra Allah dan orang Nasrani mengatakan Isa putra Allah.

    Kata “yalid” dan “yulad” terambil dari kata “walada” yang digunakan Al-Qur’an untuk menggambarkan hubungan keturunan sehingga kata “walid” (والِد) berarti ayah kandung berbeda dengan “ab” (أب) yang bisa berarti ayah kandung atau ayah angkat.

    Kepercayaan tentang Tuhan beranak dan diperanakkan adalah doktrin buatan manusia bukan berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

    Dalam agama Kristen kepercayaan ini diciptakan Paulus (10-67 M) yang berasal dari “kebingungan” Tuhan menghadapi kesalahan Nabi Adam Alaihi Salam. Dalam kitab Injil bab Kejadian fasal 6:6 disebutkan bahwa ketika Nabi Adam Alaihi Salam memakan buah terlarang di Surga, Tuhan “bingung” di antara sifat adil-Nya dengan menghukum Adam Alaihi Salam dan sifat kasih sayang-Nya dengan memaafkan Adam Alaihi Salam.

    Bahkan Tuhan menyesal sebab telah menjadikan manusia di bumi. Akhirnya setelah berlalu beribu-ribu tahun didapatkan keputusan bahwa Dia sendiri akan menebus dosa Adam Alaihi Salam dan dosa semua manusia yang mereka warisi dari dosa Adam Alaihi Salam dengan datang ke dunia tetapi dalam penjelmaan sebagai anak-Nya yang bernama Isa melalui jalan masuk rahim seorang perempuan suci keturunan Adam Alaihi Salam yang bernama Maryam. Dia berkorban dengan mati di tiang salib. Ini dijelaskan dalam Injil Yahya (Yohanes) yang berbunyi, “Ialah menjadi korban perdamaian karena segala dosa kita, bukannya dosa-dosa kita saja, melainkan karena dosa seisi dunia ini juga (Yohannes I, 2:2)

    Ayat keempat menjelaskan bahwa tidak ada satupun yang setara dengan Allah dan tidak ada satupun yang menyerupai-Nya. Ayat ini merupakan penegasan dari ayat-ayat sebelumnya bahwa apabila Allah memiliki sifat-sifat yang disebut sebelumnya berarti tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah.

    Surat Al-Ikhlash ini menurut beberapa hadis memiliki beberapa keistimewaan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
    قل هو الله أحد تعدل ثلاث القرآن/ احمد.

    (Qul huwallah ahad itu sama nilainya dengan sepertiga Al-Qur’an – H.R. Ahmad)
    Hal ini menurut Al-Ghazali karena urgensi Al-Qur’an adalah untuk ma’rifat kepada Allah, hari akhirat dan shiratal mustakim. Sedang surat Al-Ikhlash mengandung salah satu dari tiga ma’rifat tersebut.

    Pada hadis yang lain disebutkan:
    ثلاث من جاء بهن مع الإيمان دخل من اي أبواب الجنة شاء وزوج من الحور العين حيث شاء: من عفا قاتله وأدى دينا خفيا وقرأ في دبر كل صلاة مكتوبة عشر مرات (قل هو الله أحد) قال فقال أبو بكر أو إحدا هن يا رسول الله؟ قال أو إحدا هن/ أبو يعلى.

    (Tiga hal barang siapa melakukannya dengan iman, ia akan masuk surga lewat pintu mana saja dia berkehendak dan dinikahkan dengan bidadari yang dia kehendaki yaitu: memaafkan pembunuhnya, membayar hutang yang diragukan dan membaca (qul huwa Allah ahad) sepuluh kali setiap selesai shalat wajib. Perawi berkata, “Abu Bakar berkata, apa dengan salah satunya ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya dengan salah satunya”. – H.R. Abu Ya’la).

    Wallahu A’lam bis Shawwab.

    KH. Drs. Yakhsyallah Mansur, M.A.*
    *Pimpinan Ma’had Al-Fatah Indonesia

  • 1 komentar:

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism