Kamis, 06 Oktober 2016

  • Hijrah Rasulullah SAW. Dan Rekonstuksi Peradaban

    Selama + 13 tahun lamanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikan risalah kerasulan kepada penduduk Makkah tetapi yang didapatkan adalah sikap yang tidak simpati dari masyarakat Quraisy bahkan bersikap memusuhi sehingga sampai kepada puncak permusuhan mereka, membunuh Nabi.

    Makan turunlah perintah hijrah kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam dan kaum muslimin untuk menyelematkan akidah Islam mereka.

    Hijrah bukan sekedar berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain, tetapi di kemudian hari terbukti bahwa hijrah memiliki nilai strategis yang menandai berakhirnya masa pra Islam yang disebut masa jahiliyah. Dan sekaligus merupakan titik balik bagi kemenagan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam dan babak baru dalam sejarah perkembangan Islam dengan berdirinya sebuah tatanan masyarakat baru yang berlandaskan wahyu (Islam) di Madinah. Dari sanalah cahaya Islam bersinar menembus kegelapan peradaban manusia di seluruh penjuru dunia.

    Pada situasi umat Islam di awal abad ini dihadapkan dengan berbagai tantangan konspirasi global internasional. Dengan sikap yang kurang simpati bahkan sikap permusuhan dari kelompok Islamo phobi. Maka perlu mengkaji kembali nilai dan semangat hujrah untuk dijadikan strategi juang dan penataan umat dalam rangka mewujudkan kembali masyarakat Islam yang kompak dan bersatu dalam kepemimpinan kekhilafahan yang mengikuti jejak kenabian.

    Infasi Pemikiran
    Al-Qur’an telah mengkhabarkan bahwa mereka orang kafir mau memadamkan cahaya Allah di muka bumi tetapi Allah yang akan menghidupkan dan menyempurnakan cahaya-Nya (Islam) walaupun orang-orang kafir membencinya.

    Firman Allah SWT “Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya"(QS. 61: 8)

    Kejengkelan orang-orang kafir dituangkan dalam berbagai konsep permusuhan yang tidak simpatik, teroris, garis keras atau sebutan yang lainnya yang pada intinya tidak ingin Islam tumbuh berkembang. Tetapi kenyataan membuktikan perkembangan Islam tidak bisa dibendung bahkan tumbuh berkembang di Amerika, Inggris, Prancis, Belanda, Jerman dan Eropa pada umumya.

    Kini strategi untuk melawan Islam mereka menggunakan invasi pemikiran, perang mental dan budaya. Lahir filsafat-filsafat sekuler yang unreligius, seperti hedonistic society, permissive society gaya hidup serba instan, serba mudah, serba nikmat dan serba boleh dan liberal individualis yang meterialistik.

    Pada gilirannya syariat Islam akan dianggap sebagai belenggu yang menghalangi kebebasannya maka sedikit demi sedikit Islam akan ditingalkan. Penghayatan Islam menyudut hanya sampai pada batas ritual tanpa aktual.

    “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.” Q.S Ali Imran (3) ;100.

    Bahkan mengkristal menjadi gundukan manusia idividu-individu yang berserakan dan mudah dipermainkan oleh idiologi dan filsafat-filsafat yang menyesatkan.

    Aplikasi Nilai Hijrah dalam Penataan Umat
    Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hijrah, sampai di Madinah ada beberapa langkah yang beliau lakukan sebagai langkah strategis dalam penataan dan pembangunan masyarakat Islam, antara lain:

    1. Membangun Masjid Quba
    Bukan istana kerajaan, bukan pula benteng pertahanan militer, tetapi yang beliau bangun adalah masjid. Hal ini menunjukan ciri khas bahwa misi kerasulan adalah misi kenabian bukan misi militerisme dan bukan pula kerajaan, dengan cirri khasnya adalah masyarakat robbaniyah yang berarti:

    A. Beliau hanya membawa dan menyampaikan agama yang bersumber dari Robbul ’alamin bukan ideologi dan gagasan pemikiran beliau.

    B. Bahwa masyarakat yang dibangun adalah bukan masyarakat Theokrasi, bukan pula demokrasi apalagi monarchi, tetapi masyarakat “Theocentrisme Humanisme” artinya masyarakat yang dibangun di atas pondasi akidah Laa Ilaha Illallah dan berbentuk Jama’i, beroreintasi pada pengabdian kepada Allah semata-mata yang bersifat Al-Insaniyah Al-Alamiyah (kemanusiaan dan universal) rahmatan lil ‘alamin, tidak bersifat lokal, kedaerahan, dan ashobiyah (kebangsaan) tetapi untuk seluruh umat manusia “Asy-Syumuliyah wat Takamuliyah” (lengkap dan mencakup seluruh aspek kehidupan) bukan sebuah gagasan pemikiran yang dituangkan dalam rumusan ideologi dari siapapun untuk melaksanakan syareat agamanya, karena didalamnya telah lengkap dan meliputi berbagai aspek yang hanya tinggal melaksanakannya. QS.Al An’am (6) ; 115 -116

    2. Membangun Ukhuwah Islamiyah
    Langkah selanjutnya adalah membangun ukhuwah Islamiyah , mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar, kaum Aus dan Hajrat yang sudah ratusan tahun mereka berseteru saling berperang, mensejajarkan antara Tuan dan budak yang selama ini dianggap tabu. Hal ini mengisyaratkan bahwa Islam ditegakkan dengan aqidah dan ukhuwah, ikatan iman Kaljasadil Wahid bukan dilatarbelakangi oleh “kepentingan” pribadi, golongan, ekonomi maupun kepentingan politik kekuasaan .

    3. Tegaknya shalat al maktubah biljama’ah
    Sesudah hijrah di Madinah maka pelaksaan shalat lima waktu disempurnakan dan ditetapkan oleh Rasulullah dengan shalat berjama’ah di Masjid yang sangat ditekankan (sunnah mu’akadah), secara simbolik sebenarnya inilah gambaran hidup atau miniature bentuk kemasyarakatan Islam di luar masjid. Didalam shalat berjama’ah ada persyaratan adanya Imam dan Makmum. Itu artinya bahwa muslimin bukan umat yang anarchis, tetapi dia adalah umat yang selalu hidup terpimpin, teratur. Berjama’ah dan terpimpin oleh kepemimpinan seorang Imaam/khalifah

    Ketika shalat Imam belum akan bertakbir sebelum Imam meluruskan dan merapatkan shaf makmumnya terlebih dahulu, ini artinya bahwa dalam kehidupan muslimin diluar masjid umat senantiasa berada pada satu barisan, rapat dalam persaudaraan dan saling bahu-membahu, solid dan kompak dalam membangun peradaban yang maju dan santun. Demikian pula dalam menghadapi berbagai kemungkinan baik dalam keadaan aman maupun terancam.

    Kehidupan ini tidak akan terwujud jika muslimin tidak mau hidup berjama’ah dan lebih menyukai perpecahan dan bergolong-golongan (QS. Ali Imran : 103)

    Adanya qorinah lafdziyah , yaitu WA LA TAFARROQU setelah kalimat JAMI’AN dalam QS 3 : 103, Imam Ibnu Katsir menyebutkan bahwa yang dimaksudkan adalah, “Allah memerintahkan mereka dengan berjama’ah dan melarang mereka berfirqoh-firqoh.” (Tafsir Ibnu Katsir I/189)

    4. Mengadakan perjanjian dengan pemuka-pemuka agama non muslim
    Ini juga berarti bahwa Rasulullah saw. telah memberi landasan berpijak bahwa umat Islam bisa hidup berdampingan dan bisa bekerja sama dengan siapapun sepanjang dilakukan demi kemaslahatan dan bukan untuk maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.

    5. Sentral dakwah dan penyiaran Islam
    Dari Madinatul Munawarah Rasulullah saw. mengirim mujahid-mujahid dakwah ke segala penjuru pelosok untuk mengajak manusia beriman dengan bijak dan pengajaran yang mulia dan disini pula Rasul menerima kabilah-kabilah yang ingin berdialog dan mendalami masalah islam. Sehingga madinah menjadi sentral kegiatan dunia baru islam, menerangi cahaya kegelapan jahiliyah menjadi terang dan sinarnya menembus seluruh pelosok benua hingga ke seantero jagad hingga saat ini.

    Wallahu a’alm bis shawabOleh: KH. Abul Hidayat S.

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism