Kamis, 13 Oktober 2016

  • Kasih Sayang Penyebab Datangnya Pertolongan Allah


    Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:“Dan jika mereka bermaksud menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin. Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al Anfal [8]: 62-63)

    Kedua ayat di atas memberi petunjuk bahwa pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala itu pasti akan diberikan kepada orang yang beriman.

    Pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala mencakup bermacam-macam bentuk, antara lain sebagai berikut:

    Pertama, pertolongan kadang-kadang berbentuk kemenangan langsung yang dibuktikan dengan takluknya musuh, seperti yang dialami oleh Nabi Musa Alaihi Salam. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “...Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir'aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka.” (Q.S. Al-A’raf [7]: 137)

    Hal ini juga dialami oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dengan mengalahkan musuh-musuhnya di berbagai medan pertempuran sehingga syariat Islam berkibar di Jazirah Arab. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

    Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata,” (Q.S. Al-Fath : 1)

    Kedua, kemenangan kadang-kadang berupa balasan Allah kepada musuh setelah penegak kebenaran wafat. Imam Ath-Thabari ketika menafsirkan Q.S. Al-Mu’min/Ghafir [40]: 51.

    Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat),” (Q.S. Ghafir [40]: 51)

    Beliau mengatakan bahwa ayat tersebut mengandung makna, “Allah telah memenangkan mereka atas orang-orang yang mendustakan-Nya, atau Allah telah membalas orang-orang mendustakan dalam kehidupan dunia setelah rasul-Nya wafat, seperti yang telah Allah lakukan ketika Dia menolong Sya’ya setelah kematiannya dengan memberi kekuasaan kepada orang untuk membalas pembunuhannya. Juga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan kemenangan kepada pengikut Nabi Yahya Alaihi Salam setelah dia terbunuh dan membinasakan bangsa Romawi yang hendak membunuh Nabi Isa Alaihi Salam.

    Ketiga, kemenangan dapat berwujud sesuatu yang kita anggap kekalahan karena terbunuh, dipenjara, diusir, atau dianiaya. Karena terbunuhnya penegak kebenaran merupakan kemenangan bagi dirinya berupa sebutan (nama) yang baik, keberlangsungan missinya dan syahadah yang merupakan bentuk kemenangan terbesar. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

    Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. ...” (Q.S. Ali Imran [3]: 169-170)

    Masih banyak lagi bentuk kemenangan lainnya yang Allah berikan, dengan demikian kita tidak dapat memaknai kemenangan dari sudut pandang manusia yang bersifat materi saja.

    Kemenangan adalah milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang akan diberikan hamba-hamba-Nya yang beriman. Oleh karena itu sebagai hamba yang beriman kita yakin dan mantap tanpa ragu sedikitpun bahwa pertolongan Allah pasti datang. Kita harus yakin bahwa terlambatnya pertolongan Allah merupakan ujian. Maha Benar Allah yang berfirman:

    Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.”(Q.S. Ar-Rum [30]: 47)

    Persaudaraan = Kemenangan
    Selanjutnya pada ayat 63 surat Al-Anfal di atas, Allah menyebutkan nikmat yang dilimpahkan kepada orang yang beriman yang akan mendatangkan pertolongan-Nya yaitu ulfah (persaudaraan) di antara orang yang beriman.

    Ketika menafsirkan ayat ini Ahmad Musthafa Al-Maraghi menyatakan: “Ayat ini mengisyaratkan bahwa pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta'ala itu diperoleh dengan berbagai faktor dan yang terpenting adalah kasih sayang dan persatuan.”

    Ar-Raghib Al-Asfihani mengatakan, ulfah secara bahasa berarti: Ijtimaa’un ma’at tuaami, “Berkumpul dengan serasi.”

    Dalam bahasa Indonesia kata "ulfah" dapat diartikan persaudaraan, persahabatan, persatuan, kesesuaian, lemah lembut, kasih sayang dan yang senada dengannya.

    Secara tekstual ayat ini menggambarkan persaudaraan dan kerukunan orang Anshar dari suka Aus dan suku Khazraj setelah mereka masuk Islam. Di masa Jahiliyah kedua suku ini dilanda permusuhan dan kebencian yang sangat dalam di mereka. Peperangan yang berkepanjangan, ratusan tahun terjadi di antara mereka, sehingga Allah Subhanahu Wa Ta'ala memadamkan pertikaian itu dengan cahaya iman, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam firman-Nya:

    Dan berpeganglah kamu kepada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”(Q.S. Ali Imran [3]: 103)

    Dalam Shahih Bukhari Muslim disebutkan bahwa ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam di hadapan para sahabat Anshar yang kurang puas dengan pembagian harta rampasan perang Hunain beliau bersabda, “Hai orang-orang Anshar, bukankah aku jumpai kalian dalam keadaan sesat lalu Allah memberi petunjuk kepada kalian melalui diriku; dan kalian dalam keadaan miskin lalu Allah memberikan kecukupan kepada kalian melalui diriku; dan kalian dalam keadaan berpecah-belah lalu Allah menjinakkan hati kalian melalui diriku.” Setiap kali beliau mengucapkan sesuatu, mereka menjawab, “Kami beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.”

    Imam Zamakhsyari di dalam Tafsirnya “Al-Kasysyaf”, sebagaimana yang dinukil oleh Prof. Dr. HAMKA dalam Tafsirnya “Al-Azhar” menulis, “Bersatu padunya hati orang-orang yang didatangi oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam itu adalah salah satu tanda Kebesaran Allah yang mengagumkan. Karena orang Arab terkenal sangat keras dalam mempertahankan kesukuan dan kebangsaan.Meskipun dalam perkara yang remeh mereka tidak mau mundur. Tersinggung sedikit segera muncul dendam dan dendamnya tidak habis sebelum malunya tertebus. Orang Arab tidak bisa bersatu, walaupun hanya di antara dua orang. Namun tiba-tiba mereka bersatu rapat di dalam mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam laksana sebusur anak panah yang dapat dipanahkan sekaligus.Hal ini disebabkan karena Al-Qur'an telah membimbing mereka, menyatukan kata-kata mereka sehingga timbul rasa cinta yang mendalam di antara mereka.Habis sirna rasa benci di antara mereka karena mereka disatukan oleh satu cinta, yaitu cinta karena Allah dan benci karena Allah. Tidaklah akan sanggup berbuat demikian kalau bukan karena Allah yang menguasai hati, yang membolak-balikkan hati menurut kehendak dan kemauan-Nya.”

    Ayat di atas walaupun secara tekstual turun berkenaan dengan persaudaraan orang Anshar dari suku Aus dan suku Khazraj tetapi maksudnya adalah umum.Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu pernah membaca firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala: “Walaupun kamu membelanjakan semua kekayaan yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka.” (Q.S. Al-Anfal [8]: 63) sampai akhir ayat. Kemudian beliau berkata, “Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang saling menyayangi karena Allah.”

    Ayat ini di samping menunjukkan bahwa kasih sayang di antara umat Islam merupakan salah satu penyebab datangnya pertolongan Allah, juga menunjukkan betapa tingginya nilai dan harga persaudaraan di antara umat Islam.

    Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu berkata, “Sesungguhnya shilaturrahim dapat terputus dan nikmat dapat diingkari. Sesungguhnya apabila Allah mendekatkan (melunakkan) hati yang tadinya bermusuh-musuhan maka tidak sesuatupun yang dapat menggoyahkan. Kemudian beliau membaca Q.S. Al-Anfal [8]: 63. Di atas”

    Sementara itu Umair bin Ishaq mengingatkan bahwa hal yang mula-mula dilenyapkan dari manusia adalah kerukunan.

    Dengan pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan persatuan kaum muslimin serta kasih sayang yang terjalin di antara mereka maka betapapun kesulitan dan bagaimanapun problema yang menimpa umat Islam pasti akan dapat diatasi.

    Hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ketika ditanya oleh Hudzaifah bin Yaman Radhiyallahu Anhu tentang bagaimana mengatasi problema umat Islam sepeninggal beliau, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menjawab:

    Engkau tetap dalam Jama'ah Muslimin dan Imaam mereka.” (H.R. Al-Bukhari)

    Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda dalam sebuah hadits :

    Sesungguhnya di antara kalian yang paling dicintai Allah adalah yang dapat menyesuaikan diri dan diikuti penyesuaian dirinya. Sedangkan di antara kalian yang paling dibenci Allah adalah yang berjalan dengan mengadu domba dan yang memecah belah di antara saudara.”(H.R. At-Thabrani)

    Wallahu a’alm bis shawab
    Nasehat Imamul Muslimin

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism