Kamis, 20 Oktober 2016

  • Kekuatan Hidup Berjama’ah



    Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: Artinya: “Barangsiapa yang mengikuti petunjuk–Ku maka dia tidak akan sesat dan tidak akan menderita dengan azab.” (QS Thaha [20]: 123).

    Agama Islam adalah agama yang agung. Pemeluknya tidak akan hina di dunia dan di akherat kelak. Dasar ajarannya, karakteristiknya dan kaidahnya yang paling penting adalah memerintahkan kepada umatnya supaya berada dalam kesatuan yang haq, bersatu hati mereka.

    Ini adalah nikmat besar yang Allah karuniakan kepada hamba-hamba-Nya. Seperti firman Allah: Artinya: “Dialah (Allah) yang menguatkanmu dengan pertolongan–Nya dan dengan orang-orang yang beriman. Dan Dia menyatukan antara hati mereka, sekiranya kamu korbankan apa yang ada di muka bumi ini semuanya niscaya tidak akan dapat menyatukan hati mereka. Akan tetapi Allah yang menyatukan antara mereka, sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Anfal [8]: 62-63).

    Dan orang-orang yang berjama’ah dalam satu kesatuan Islam yaitu orang yang mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah, mereka itulah orang mukmin yang sebenarnya. Walaupun yang menyelisihinya banyak dan lebih kuat.

    Para Rasul telah sepakat kepada seluruh umatnya agar besatu dalam kebenaran. Allah memerintahkan untuk menegakan Islam dan beristiqamah dengan memperkaya ilmu dan amal, akidah dan akhlak, bersatu atas dasar itu semua.

    Sebagaimana penegasan Allah di dalam ayat: Artinya: “Allah telah mensyariatkan kepadamu Ad-Dien sebagaimana telah mewasiatkan kepada Nuh, dan apa yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa agar menegakan Ad-Dien dan jangan perpecah-belah di dalamnya.” (QS Asy-Syura:13).

    Semua Nabi mereka menyeru pada kaumnya untuk bersatu dan tidak berpecah belah dalam beribadah kepada Allah, dan setiap Nabi berkata: Artinya: “Wahai kaumku beribadahlah kepada Allah dan bagi kalian tiada Tuhan selain-Nya” (QS Al-A’raf [7]: 59).

    Sistem Berjama’ah
    Allah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wasallam pada kaum yang berpecah belah, berselisih dalam urusan dunia mereka, dan setiap kelompok merasa bangga dengan kelompoknya. Maka Nabi melarang menyerupai mereka dan memerintahkan untuk bersatu, maka pasti akan tegaklah millah keagamaan dan lenyaplah kejahiliyahan, dan damailah keadaan manusia dengan bersatunya dalam Islam.

    Tidak akan sempurna kemaslahatan hamba, baik di dunia ataupun di akhirat, kecuali berada dalam satu kesatuan Islam yang khas yang di dalamnya saling menolong dan saling membantu. Ini adalah satu kewajiban dalam beragama, dan ini adalah asal-usul yang telah disetujui di antara seluruh risalah Kerasulan. Ini juga merupakan tujuan dalam seluruh syariat, juga kewajiban keduniaan di mana kehidupan tidak akan baik tanpanya dan tidak akan tegak kecuali dengannya.

    Tidak akan sempurna urusan di antara hamba, tidak akan tersistem kemaslahatan kecuali dengan berjama’ah. Berjama’ah adalah jalan menuju kemuliaan ummat, sumber kekuatan, jalan untuk memelihara kemasyarakatan, perkara terbaik untuk mendapatkan misi kaum Muslimin, serta penolak segala penyakit kemasyarakatan.

    Berjama’ah juga adalah pengikat kebenaran di antara kamu Muslimin, dan dengannya juga terpelihara cahaya Islam. Berjama’ah adalah wajib secara syariat kepada seluruh umat, sebagaimana firman Allah:

    Artinya: “Dan berpegang teguhlah kamu kepada tali Allah seraya berjama’ah dan janganlah kamu berpecah belah...” (QS Al-Imran [3]: 103).

    Ibnu Jarir Ath-Thabari berkata, ayat ini maksudnya adalah kaum Muslimin wajib berpegang teguh dengan agama Allah, dan Allah memerintahkan kita untuk bersatu, berjama’ah dalam kalimat yang haq.

    Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam amat menekankan perintah itu dengan memberikan penjelasan pada para sahabatnya supaya dicatat dalam pemikiran mereka dengan memberikan garis pada tanah supaya berkesan dalam pemikiran mereka.

    Ibnu Masud Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam memberikan garis pada kami, ini jalan Allah dengan memberi garis dari kanan ke kiri seraya bersabda: inilah jalan-jalan yang berbeda-beda, dan setiap jalan itu ada syaithan yang menyerunya, kemudian membaca:

    Artinya: “Dan sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah olehmu, dan jangan kamu ikuti dalan-jalan itu, niscaya kamu akan menjauhkan kamu dari jalan-Nya.” (QS Al-An’am [6]: 153). (HR Ahmad).

    Allah menyebutkan asas kesatuan umat yang agung ini di dalam firman-Nya: Artinya: “Sesungguhnya ini umatmu umat yang satu, dan aku adalah Rabmu, maka sembahlah Aku.” (Al-Anbiya [6] :92).

    Bersatu menurut petunjuk Allah akan mendaptkan kasih sayang, karena itu di antara sifat orang beriman adalah berkasih sayang antar sesamanya.

    Ini adalah nikmat yang Allah karuniakan kepada hamba-Nya, sebagaimana Allah berfirman:03 Artinya: “..…dan ingatlah akan nikmat Allah yang dikaruniakan ke atas kalian ketika kalian saling bermusuh-musuhan, kemudian Dia (Allah) satukan antara hati kalian dan jadilah kalian bersaudara…..” (QS Ali Imran [3]: 103).

    Begitu juga Allah memerintah orang-orang beriman untuk bersatu dan melarang berpecah berbelah melalui firman-Nya:

    Artinya: “Dan janganlah kalian termasuk dari golongan orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang memecah-belahkan agamanya menjadi bergolong-golongan.” (QS Ar-Ruum [30]: 31-32).

    Sesungguhnya kehancuran umat sebelum mereka adalah karena bermusuh-musuhan dalam agama Allah. Dengan firman-Nya: Artinya: “Dan janganlah ikut jalan-jalan itu niscaya kamu akan jauh berpisah dari jalan-Nya.”

    Beristiqamah dalam agama Allah dan bersatu ke atasnya merupakan jalan para Mursalin, maka barangsiapa yang mengikuti jejaknya maka selamatlah. Sebaliknya, jika menentangnya maka hancurlah. Sebagaimana Allah Azza wa Jalla berfirman: Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agamanya menjadi beberapa golongan, tidak terkait sedikitpun dengan urusan mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanya terserah kepada Allah. Kemudian Ia akan menerangkan kepada mereka, terhadap apa yang mereka telah lakukan.” (QS Al-An’am [6]: 159).

    Menetapi Jama’ah Muslimin
    Dalam menetapi Jama’ah Muslimin, supaya terjaga dan terselamat dari badai fitnah, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mewasiatkan umatnya supaya berada di dalamnya. Sahabat Hudzaifah bertanya kepada Nabi: “Apakah setelah kebaikan ada keburukan?”, Nabi menjawab: “Betul, yaitu seruan ke arah pintu jahannam, siapa ikut seruannya, maka terjerumuslah ke dalamnya”. Dia (Hudzaifah) bertanya lagi: “Ya Rasulullah, apa yang engkau perintahkan jika saya menjumpai hal itu?” Nabi bersabda: “Tetaplah kalian dalam Jama’ah Muslimin beserta Imaam mereka.” (HR Muslim).

    Dan di antara nasihat bagi umat Islam adalah menetapi Jama’ah Muslimin yang sesuai dengan kaidah yang benar, dan amal shalih serta bersegera untuk bersatu hati mereka. Dan sebersih-bersihnya hati umat Islam adalah mereka yang menetapi kebenaran dalam Jama’ah Muslimin.

    Di dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya: ”Ada tiga perkara yang dengannya tidak akan kotor hati seorang muslim, yakni penyebab sucinya hati seorang Muslim dari dengki dan khianat, yaitu: ikhlas beramal karena Allah, menasihati para pemimpin kaum Muslimin, dan menetapi Jama’ah Muslimin, karena dua mereka meliputi dari belakannya, yakni duanya mereka meliputi dan menjaganya dari tipudaya syaitan dari kesesatan”. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi.

    Dan ia merupakan penyebab ridhanya Allah pada hamba-Nya, dan hamba-Nya pun ridha akan dirinya apa yang Allah meridhainya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

    Artinya: “Sesunggunya Allah ridha atas kalian tiga perkara dan benci kepada kalian dengan tiga perkara juga. Allah ridha atas kalian agar kalian memperibadati-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan berpegang teguh dengan tali Allah seraya berjama’ah dan janganlah berpecah belah.” (HR Muslim).

    Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata: “Tidak akan menimpa kecacatan akan manusia baik dalam agama ataupun urusan dunianya kecuali dengan sebab cacatnya yang ti ga tersebut atau sebagiannya”.

    Berpegang teguh akan agama Islam dalam arti yang bersih, Al-Qur’an dan As-Sunnah, adalah kekal. Seperti Nabi bersabda:

    Artinya: “Akan ada sekelompok umatku berpegang pada kebenaran, mereka tidak akan terpengaruh oleh orang-orang yang menghinanya sedikitpun sampai datang keputusan Allah dan merekapun dalam kondisi seperti itu”. (HR Muslim).

    Mereka adalah orang yang paling bahagia dengan bersatu hatinya, saling kasih sayang di antara mereka. (QS At-Taubah [9]: 71).

    Manhaj mereka adalah washatiyah, tidak berhaluan kiri dan tidak kanan, tidak ekstrem, mereka terselamat dari kebodohan, kesesatan dan kefirqahan di dunia, mereka terselamat dari kehancuran dan siksa di akhirat kelak.

    Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Artinya: “Millah umat ini akan berpecah pada 73 golongan, 72 dalam neraka dan satu dalam surga, yaitu Al-Jama’ah”. (Riwayat Abu Daud).

    Dalam riwayat Hakim, disebutkan, “mana yang satu itu?” Nabi bersabda: “yang mengikuti jejakku hari ini dan jejak sahabatku”.

    Wahai Kaum Muslimin.
    Cukuplah kemuliaan itu dengan Al-Jama’ah, dan sesungguhnya kuasa Allah ada dalam Al-Jama’ah, dan Allah meridhainya. Di dalamnya ada kedamaian dan kebaikan. (Www.mirajnews.com)

    Wallahu a’alm bis shawab

    Syaikh Abdul Muhsin bin Muhammad Al-Qasim, Imam Masjid Nabawi

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism