Kamis, 16 Februari 2017

  • Pertolongan Allah

    Ilustrasi
    Upaya memelihara keimanan dan menyebarkan risalah Islam seringkali dihadapkan kepada berbagai rintangan dan kesulitan. Mukmin yang mendengki, munafik yang membenci, kafir yang memerangi, setan yang menyesatkan dan nafsu yang melawan. Rintangan dan kesulitan ini merupakan ketetapan Allah bagi umat Nabi Muhammad dan sesungguhnya hal ini tidaklah buruk. Sudah menjadi aksioma yang tidak dapat dipungkiri bahwa manusia akan dihadapkan kepada persoalan hidup dan kehidupannya. Baik persoalan itu diakibatkan oleh kesalahannya, namun persoalan hidup ini juga dapat terjadi karena sikap kokohnya dalam mempertahankan kebenaran.

    Allah menguji orang beriman dengan berbagai persoalan hidup dan cobaan agar diketahui kadar dan kebenaran keimanannya serta untuk diketahui siapa yang paling baik amalnya. Tentang persoalan hidup dan ujian ini Allah nyatakan dalam Al-Qur’an:

    ..... Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya..... (QS. Al-Mulk [67]: 1-2)

    Untuk menghadapi ujian, cobaan dan rintangan hingga mencapai kemenangan nyata, kaum muslimin tidak dapat mengandalkan kekuatan yang ada pada diri mereka semata. Mereka memerlukan pertolongan Allah swt. Pertolongan itu bukanlah anugerah gratis yang datang tiba-tiba tanpa sebab. Ia adalah karunia mahal yang memiliki syarat dan penyebab. Allah anugerahkan pertolongan ini kepada mereka yang telah memenuhi syarat dan ketentuan-Nya, namun tidak dijanjikan kepada para penganiaya dan pelaku kezhaliman.

    Belakangan ini, ditemukan dalam kehidupan di berbagai tempat, orang-orang yang telah mengucapkan dua kalimah syahadah, dalam Kartu Identitasnya pun tertulis sebagai muslim, rajin datang ke mesjid serta membaca Al-Qur’an, namun masih saja bergelimang maksiat, berjudi, meminum minuman keras dan tidak peduli kepada kondisi lingkungannya.

    Pertolongan sering digambarkan sebagai sesuatu untuk meringankan beban berat perjuangan dan penderitaan atau menghilangkan rintangan yang menghalangi kemenangan. Gambaran ini tidak salah seratus persen, karena diantara sekian bentuk pertolongan adalah seperti penjelasan itu.

    Sementara itu, dapat dilihat pula secara seksama bagaimana muslim Palestina masih saja dijajah. Sebagian mereka mempertahankan diri di kota Gaza, sebagian lagi harus melakukan eksodus ke negara-negara yang mau menerima mereka, diantaranya Syiria dan Mesir. Di dua negara ini pun, hingga awal 2017, masih terjadi pergolakan-pergolakan.

    Muslim etnis Rohingya harus menempuh luas dan ganasnya samudera serta meninggalkan tempat kelahirannya karena adanya gangguan dari pihak yang tidak menyukai mereka berada di negeri kelahirannya. Tidak sedikit diantara mereka mati dan harus dibuang ke laut saat melakukan perjalanan dengan tujuan yang tidak jelas demi menyelamatkan agamanya. Mereka yang berusaha bertahan di negerinya harus meningkatkan kesabaran karena untuk melaksanakan kewajiban agamanya kerap berbenturan dengan kebijakan rezim yang sedang berkuasa di negerinya. Akibatnya, ajaran-ajaran agamanya tidak dapat ditunaikan dengan semestinya.

    Begitu juga muslim di Suriah, Somalia dan Yaman, masih saja diterpa berbagai konflik yang berkepanjangan. Yang mengundang keheranan dan tidak habis pikir adalah, diantara konflik-konflik itu terjadi antara orang-orang muslim, yang sama-sama telah bersyahadat, pergi ke mesjid, berpuasa ramadhan, berhaji ke tanah haram, Makkah Al-Mukarramah.

    Muncul pertanyaan, mengapa mereka hidup dalam keadaan terpuruk seperti itu? Mengapa mereka terus menjadi maf’ul bih (objek penderita)? Dengan adanya fakta-fakta itu pula muncul pemahaman, mungkin Allah sudah tidak hendak menolong mereka. Tapi, bukankah Allah telah berfirman: ...Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang beriman. (QS. Ar-Rûm:47)

    “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisâ’[4]: 141).

    MACAM-MACAM PERTOLONGAN ALLAH
    Nasher bin Sulaiman Al-‘Umar menyatakan bahwa bentuk pertolongan banyak ragamnya. Diantaranya adalah pertama, takluknya musuh baik oleh kalangan para nabi maupun oleh orang biasa yang beriman. Kedua, kehancuran bagi orang-orang yang dusta dan keselamatan bagi para nabi, rasul dan orang-orang beriman lainnya. Ketiga, balasan dari Allah kepada musuh-musuh risalah setelah para nabi dan rasul wafat. Keempat, kematian bernilai syahadah. Kelima, sikap istiqamah. Keenam, kuatnya hujjah serta benarnya penjelasan, dan lain sebagainya.

    Pertolongan akan datang apabila umat Islam telah melaksanakan ajaran Islam dengan benar dan sungguh-sungguh. Tidak ada syari’at yang ditinggalkan umat Islam dan tidak ada ajaran yang diabaikan mereka. Pengakuan keimanan yang hanya diucapkan dalam syahadatain dan melestarikan sebagian syi’ar-syi’ar Islam belumlah dinilai sebagai orang beriman menurut Al-Qur’an, sehingga mereka tidak layak mendapatkan pertolongan. Karena Allah hanya berjanji menolong dan memenangkan orang-orang beriman. Allah menghendaki bahwa pertolongan-Nya terhadap orang-orang beriman dapat diwujudkan dengan usaha mereka. Hal ini diantaranya seperti dikemukakan dan disepakati oleh Yusuf Qardhawi.

    Jika ada orang yang diseru dengan nama iman pada jaman ini namun mereka tidak ditolong, maka kata Al-Marâghî, mereka berada dalam keimanan yang tidak benar; mereka para pengikut hawa nafsu; mereka jahil terhadap sunah-sunah penyebab datangnya pertolongan; karena Allah tidak akan menyelisihi janji-Nya dan tidak membatalkan sunnah-Nya, tapi Allah menolong orang-orang beriman yang menyetuji orang yang menuntut kebenaran dan keadilan dalam peperangannya, tidak zalim dan berlebihan dalam perangainya, dan orang yang bermaksud meninggikan kalimah Allah dan menolong agama-Nya.

    Para nabi yang terbunuh dan juga yang terusir dalam keadaan kokoh keimanannya kepada Allah, hakikatnya mereka ditolong Allah. Karena fakta bahwa ada orang yang diuji dengan kesempitan, kesulitan dan kekurangan ia mampu bersabar dan tetap menjaga agar menjadi hamba Allah yang taat beribadah dan berbuat baik. Kesempitan hidup, kekurangan sandang, pangan dan papan juga finansial tidak serta merta dimaknai bahwa orang tersebut tidak ditolong oleh Allah.

    Namun fakta lain menunjukkan, ketika Allah memberi kepada seseorang kemudahan, kelapangan dan kekayaan dalam hidupnya, tiba-tiba ia melupakan Allah dan melakukan berbagai maksiat serta hal yang dibenci Allah. Begitu juga ada diantara manusia yang taat saat diberi kelapangan hidup namun tiba-tiba menjadi orang yang melupakan kewajibannya kepada Allah saat dia diuji dengan kesempitan hidup. Sehingga dari dua fakta ini dapat disederhanakan bahwa, pertolongan Allah itu tidak diukur dengan parameter kesulitan hidup atau dengan kemudahannya, namun dengan ukuran apakah dia tetap taat kepada Allah ataukah dia berubah menjadi bermaksiat dan mengingkari-Nya.

    TAKHTIM

    Allah Subhanahu Wa Ta’ala. menjanjikan pertolongan-Nya, namun Dia pun mengemukakan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Ada dua pilar yang harus diperhatikan orang beriman. Dua pilar tempat tegaknya kaum muslimin yang dengan ini mereka dapat menunaikan peranannya yang berat dan besar. Apabila salah satunya roboh maka di sana sudah tidak ada lagi kaum muslimin, hingga peranannya tidak dapat ditunaikan.

    Pertama, pilar iman dan takwa hingga wafat menghadap Allah yang Mahaluhur. Takwa yang kekal dan sadar yang tak pernah terlupakan dan tak pernah loyo sedikit pun selama hidup hingga tiba ajalnya,

    Bertakwa kepada Allah karena memang sudah menjadi hak-Nya agar manusia bertakwa kepada-Nya. Takwa tidak terbatas waktunya hingga menimbulkan keinginan dalam waktu tertentu itu, sebagaimana yang digambarkan dan dibayangkan orang. Apabila hati sudah memasuki jalan takwa, maka akan terbukalah baginya cakrawala yang luas dan akan timbullah kerinduan-kerinduan. Semakin dekat seseorang dengan ketakwaannya kepada Allah, maka akan semakin kuatlah kerinduannya kepada kedudukan tertinggi yang dapat dicapainya dan ke tingkatan setelahnya. Maka, akan sampailah hatinya ke maqam (posisi) kesadaran hingga tidak tidur dan terlena lagi.

    Kematian adalah urusan gaib dimana manusia tidak mengetahuinya kapan terjadi pada dirinya. Barangsiapa yang ingin mati sebagai seorang muslim, maka jalannya ialah sejak awal ia harus menjadi muslim, dan setiap saat haruslah sebagai orang muslim. Disebutkannya Islam sesudah takwa mengandung makna yang luas. Yakni tunduk, menyerahkan diri kepada Allah, taat kepada-Nya, mengikuti manhaj-Nya dan berhukum kepada kitab-Nya. Inilah makna yang ditetapkan oleh surat ini secara keseluruhan dan pada semua tempatnya, sebagaimana yang telah dikemukakan.

    Inilah pilar pertama tempat tegaknya kaum muslimin untuk menyatakan eksistensi dan memainkan peranannya. Pilar kedua adalah ukhuwah (jama’ah dan persatuan- red), yang bersumber dari takwa dan Islam yang merupakan pilar pertama itu. Asasnya adalah berpegang teguh kepada tali Allah –janji, manhaj dan agama-Nya. Bukan semata-mata berkumpul atas ide yang lain atau untuk tujuan yang lain dan tidak pula dengan perantaraan tali lain dari tali-tali jahiliah yang banyak jumlahnya.

    Oleh sebab itu, persatuan yang solid dan kesatuan yang kokoh akan terwujud jika masing-masing individu muslim diikat dan mengikatkan diri kepada tali Allah dimanapun dan kapanpun.

    Menyatukan langkah dalam Jama’ah Muslimin dan menyatukan komando di bawah Imamul Muslimin merupakan sebuah keniscayaan dan aksioma yang tidak bisa dibantah untuk mendapatkan pertolongan Allah tersebut, karena itulah nidzhom, sebagaiman Ali bin Abi Tholib nyatakan, “kebenaran yang tidak ternidzhom (terorganisir/terikat satu sama lain) akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir.”

    Wallahu Azza wa Jalla 'Alam

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism