Kamis, 21 April 2016

  • Indahnya Persatuan

    Allah Subahanhu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Anfal [8]: 63).

    Secara tekstual ayat ini menggambarkan persatuan Arab, antara suku Aus dan Khazraj yang sangat sulit disatukan sebelum masuk Islam karena orang Arab terkenal sangat keras mempertahankan suku dan tidak bisa bersatu walaupun diantara dua orang, demikian menurut az-Zamakhsyari.

    Namun setelah masuk Islam, mereka menjadi bersatu rapat dalam mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Kesatuan ini terwujud karena mereka konsisten mengikuti tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga Allah menyatukan hati mereka dalam ikatan satu cinta, yaitu cinta karena Allah dan benci karena Allah.

    Namun secara kontekstual ayat tersebut berlaku umum. Pada ayat ini disebutkan, mempersatukan hati manusia bukanlah perkara yang gampang, walaupun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri misalnya membelanjakan seluruh harta benda yang ada di bumi untuk mempersatukan hati manusia, usaha itu tidak akan berhasil. Hanya Allah yang dapat mempersatukan hati manusia melalui ajaran Islam. Dari sini, kita mengetahui betapa tingginya nilai persatuan dalam kehidupan, melebihi seluruh harta yang ada di dunia ini.

    Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa Abdah bin Abu Lubabah bertemu dengan Mujahid, lalu Mujahid menjabat tangannya dan berkata, “Jika dua orang mencintai karena Allah berjumpa, lalu salah seorang diantara mereka menjabat tangan dan tersenyum kepadanya, maka dosa-dosanya berguguran seperti gugurnya dedaunan dari atas pohon.” Abdah berkata,”Perbuatan itu (berjabat tangan dan tersenyum) terlalu ringan.” Mujahid menjawab, “Jangan berkata seperti itu, sesungguhnya Allah berfirman:

    "Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka,"

    Ketika mendengar jawaban ini, Abdah berkata, “Tahulah aku, ia lebih mengerti dariku.”

    Persatuan yang dilandasi iman kepada Allah adalah tali pengikat ajaran Islam yang paling kokoh. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Artinya: “Tali Islam yang paling kuat adalah wala’ (loyal) karena Allah, memusuhi karena Allah, cinta karena Allah, dan benci karena Allah azza wa jalla.” (HR. Thabrani)

    Oleh karena itu, ikatan persaudaraan dan persatuan antara sesama umat Islam adalah model persaudaraan yang terbaik dalam kehidupan umat manusia karena persaudaraan hanya berdasarkan ridha Allah, bukan berdasar kepentingan (blangen). Sebagaimana firman Allah: Artinya: “Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al-Hasyr: 9).

    Persatuan dan persaudaraan seperti inilah yang dibina oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersama para sahabatnya. Persatuan dan persaudaraan adalah hal yang paling urgen dalam masyarakat Isalm. Persatuan dan persaudaraan tidak mungkin terbina apabila hanya dilakukan seorang diri, namun harus dilakukan secara berjamaah (bersama-sama), sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:

    Artinya: “Dan berpeganglah kamu kepada tali (agama) Allah seraya berjamaah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 103).

    Di sinilah arti penting teman/ikhwan. Para ulama mengajarkan kepada kita agar dalam kehidupan ini, kita harus selalu memperbanyak teman. Sesungguhnya teman yang baik adalah pengingat ketika senang dan pendamping di kala duka, penyadar ketika salah, pendukung ketika benar. Salah seorang diantara mereka berkata, “ Perhiasan seseorang adalah banyak kawan.” Suatu ketika Muhammad bin al-Mukadir ditanya, “Apakah kelezatan yang langgeng? Ia menjawab, “Berjumpa dengan kawan dan memberi kebahagiaan kepada mereka.”

    Kehidupan ini akan terasa kering apabila kita tidak memiliki teman/ikhwan. Secara umum diketahui bahwa timbulnya problematika dalam hidup adalah lantaran hilangnya keakraban diantara teman dan memilih hidup menyendiri. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan, “Sesungguhnya serigala memburu kambing yang menyendiri. Sesungguhnya setan bersama orang yang menyendiri dan menjauh dari kumpulan dua orang.” (HR. Tirmidzi).

    Perpecahan Adalah Azab
    Perpecahan Umat Islam bukanlah takdir, melainkan perbuatan manusia itu sendiri, Dijelaskan dalam Q.S Al-Mu’minun: 52, yang artinya, “Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.”

    Yang membuat muslimin berpecah belah adalah umat Islam itu sendiri. Mereka memecah belah menjadi kelompok-kelompok atau golongan-golongan dan setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.

    Perpecahan merupakan adzab yang Allah Subhanu Wa Ta’ala berikan kepada Umat Islam karena telah mendustakan ayat-ayat-Nya. “Allah selalu bermaksud baik, hanya karena mereka itu mendustakan ayat-ayat Allah maka Allah menyiksa mereka dengan memberi adzab. Jadi siksa itu datang karena perbuatan manusia itu sendiri.”

    Dalam Q.S Al-An’am: 56 dijelaskan, hanya Allah yang mampu menurunkan adzab, yang pertama dari atas contohnya banjir, hama dan wabah penyakit menular. Kemudian dari bawah seperti gempa bumi dan yang terakhir perpecahan umat.

    Ketiga hal tersebut bukan merupakan suatu kepastian tetapi merupakan azab atau siksaan yang dalam konsepsi Islam, azab adalah akibat dari perbuatan maksiat.

    Perpecahan yang terjadi di kalangan umat islam bukan sesuatu yang harus diterima begitu saja, tetapi harus diselesaikan dan diupayakan dengan sungguh-sungguh agar perpecahan itu hilang sehigga terwujudlah kesatuan umat.

    Wallahu A’lam Bish Showab.
    Nasehat Imamu Muslimin KH. Yakhsyallah Mansur, MA.

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism